[vol. 1] 39. Tatapan Mata

Mulai dari awal
                                    

Huft!

Sesaat Galen mengembuskan napasnya. Galen pernah mencintai Viola begitu dalam. Menjatuhkan diri sampai lupa bagaimana caranya untuk bangkit. Lalu kemudian Sakura hadir dengan uluran tangan yang membantunya kembali berdiri. Berjalan, walau tertatih, untuk terus mengambil langkah jauh agar bisa melupakan Viola.

Sampai tanpa Galen sadari, Sakura juga melakukan hal yang sama padanya. Dengan perbedaan, Sakura membuatnya jatuh karena mengajaknya berlari terlalu kencang untuk menjauh dari masalalu yang menyakitkan dengan Viola saat itu. Namun Galen harap, Sakura tidak pernah pergi meninggalkannya seperti apa yang telah Viola lakukan padanya.

Tapi yang Galen herankan, jika benar praduganya yang mengatakan Raya adalah seseorang yang disukai Angkasa, untuk apa pula sahabat kecilnya itu mendekati Sakura? Bahkan sampai melempar perhatian yang menurut Galen tidak sewajarnya untuk dua orang yang berstatus hanya sebatas 'teman'.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu seketika membuat pikiran Galen membuyar. "Masuk," sahutnya seraya membenarkan posisi duduknya.

Tak lama Putra masuk, dan mengangsurkan sebuah kamera pada Galen.

"Apa?"

"Ini. Katanya lo mau minta foto-foto buat ditaruh di laporan?" tanya Putra, yang berbalik bingung.

"Oh, iya. Sini." Galen mengambil kamera itu.

Mengeluarkan memori di dalamnya, yang kemudian ia masukkan ke dalam laptopnya yang sebelumnya sudah sempat ia nyalakan.

Putra menarik kursi lain, lebih dekat dengan Galen. "Itu ada banyak banget. Mau lo copy semuanya?"

Tidak ada jawaban. Yang Putra lihat salah satu karibnya itu malah tercenung memerhatikan layar laptop yang menyala, yang masih menampilkan beberapa deret foto-foto saat bakti sosial kemarin. Yang Putra tidak sadari, satu di antaranya membidik kedekatan Sakura dengan Angkasa di sana.

"Heh, bagol! Bengong mulu lo akhir-akhir ini. Kenapa, sih?" selidik Putra.

"Put," panggil Galen, yang langsung ditanggapi oleh Putra.

"Hm?

Tanpa menoleh, Galen menutur, "Setelah seseorang matahin hati lo, apa mungkin hati lo akan langsung hancur ketika lo jatuh cinta pada seseorang lainnya?"

"Jatuh cinta sama patah hati itu sepaket, Man! Karena segala sesuatu yang jatuh, kalau nggak patah, retak, ya, hancur. Lo nggak bisa milih cuma mau jatuh cinta tanpa ngerasain patah hati. Nggak mungkin bisa juga lo patah hati, tanpa ngerasain jatuh cinta lebih dulu. Dunia ini harus seimbang. Nggak ada kebahagiaan ataupun kesedihan yang mutlak. Semua saling melengkapi. Sama halnya kayak lo nggak akan bisa ngerasa bahagia tanpa adanya sedih."

Dalam diam, kata-kata Putra seketika membuka kembali pemikiran Galen yang nyaris tertutup. Yang Putra katakan itu semuanya benar.

"Gimana? Sampai sini paham?" ujar Putra, yang terdengar layaknya dosen habis menggurui, namun tetap diberi anggukan oleh Galen.

"Oke, kelas cinta selanjutnya lo mesti bayar 100 juta persemester. Gue cabut dulu," akhir Putra, yang membuat kaki Galen langsung refleks menendang kursi yang didudukinya.

Setelah Putra keluar, Galen membuka salah satu laci mejanya. Mengeluarkan sebagian hasil cetak laporan kegiatan baksos yang belum terselesaikan, lalu meletakkannya tepat di samping laptop. Baru saja Galen ingin menutup laci itu kembali, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang dicari-carinya beberapa hari terakhir. Komik milik Angkasa.

Galen mengambil komik itu. Membukanya, dan langsung menemukan selembar foto pada belahan pertama. Foto seorang gadis berambut panjang terikat rapi, yang mengenakan seragam putih abu-abu. Sedang mengulum senyum dengan memegang tag nama yang terkalung di lehernya yang bertuliskan;

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang