BAB 2 (Revisi)

74 15 3
                                    

Lana memang terlalu gembira dengan kabar Shelly. Sementara Sakti dan Wisnu yang baru masuk ke kelas, menatap dua sahabat itu dengan dahi berkerut.

"Kayaknya ada yang meninggal lagi," ledek Wisnu, cowok tinggi itu melewati bangku Shelly dan Lana.

"Masa? Iya, Na?" Sakti langsung duduk di tempat bangku belakang Lana.

Wisnu hanya memperhatikan mereka berbicara, duduk di samping Sakti, menyandarkan badan ke tembok.

"Bukan, Ti." Lana memutar badan menghadap Sakti.

"Terus apa, dong? Kalian nangis-nangisan gitu?"

"Shelly keterima di UGM!" pekik gadis berkuncir kuda itu.

"Masa? Selamat!" Sakti berdiri, menyalami Shelly yang masih penuh dengan haru. "You deserve it."

Lain dengan Wisnu yang hanya tertegun di tempat dia duduk. Memandang Shelly dengan nanar.

Tidak sempat bereaksi apa-apa, Shelly hanya merasa, Wisnu kaget. Memang, gadis itu tidak bercerita ke Wisnu ketika mendaftar masuk melalui jalur penelusuran minta dan bakat.

Wajar, kalau cowok tinggi—berkulit cokelat itu kaget. Shelly melihat, perubahan wajah Wisnu, dia mau bertanya, tapi keburu ada guru masuk ke kelas.

"Selamat siang, Anak-anak!" katanya sambil membawa berkas yang diletakkan di meja guru. Semua murid yang sedang ngobrol, tetiba tertib duduk di tempat masing-masing. 

"Kok lo diem aja si?" tanya Sakti berbisik.

Disela guru BP menjelaskan perihal pembagian rapot, pengumuman kelulusan dan lain-lain.

Wisnu bergeming, membisu, tidak biasanya. Sakti, menatap sahabatnya ini dengan pertanyaan.  Cowok ini biasanya, tidak mau diam. Walau tangannya pasti seringkali jail berkelana hingga Shelly jengkel. Tarik rambut kuncir kudanya, pinjam pulpen, penggaris, atau colek kupingnya, segala ke-resek-an ada pada diri cowok itu.

Sakti menyenggol pundak Wisnu di tengah pelajaran Ekonomi, "lo kenapa?" Sakti berbisik sekali lagi, dia melihat sahabatnya selalu memandang si kuncir kuda dengan tatapan kosong.

Hingga, pengumuman itu selesai, pak guru membubarkan murid, bertepatan dengan bel pulang sekolah.

Kelas pun gaduh, seluruh siswa di kelas mau langsung pulang. Tak kalah, Shelly dan Lana pun bergegas, memasukkan buku ke tas.

"Lo ngga bisa kuliah di Jakarta aja?" tanya Wisnu, Shelly mematung, dia tahu pertanyaan itu untuknya.

Kali ini Shelly tidak mau memancing kemarahan masing-masing, maka dia mengatakannya dengan hati-hati. Perlahan dia menoleh ke arah Wisnu yang napasnya masih memburu.

"UGM cita-cita, impian gue dari SMP, Wis—"
"Lo mesti tinggal di Yogya, Shell!" sambar cowok itu cepat. Dia tidak peduli lagi, dengan keadaan sekitarnya.

Lana dan Sakti seperti saling memberikan kode agar pergi duluan. Mereka seakan mengerti waktu untuk Shelly dan Wisnu berbicara berdua.

"Iya, ngga apa-apa. Gue udah bersiap untuk itu. Gue juga udah bicara ke Nyokap-Bokap," ujar cewek itu, dengan senyuman berharap cowok yang dia anggap sahabat baik itu akan berubah wajahnya, enggak asem begitu!

Wisnu berlalu pergi dari hadapan Shelly, dengan wajah yang memerah.

"Wis! Wis!" Panggil Shelly namun Wisnu tidak mengubrisnya. Padahal, hanya ingin bertanya mengapa si kapten sedemikian ditarik wajahnya, hingga tiada senyum jail yang selalu menghiasi. Apalagi ketika sudah jam pulang seperti ini.

Gadis berkaki panjang itu mencoba menyusul langkah Wisnu yang tak kalah lebar, sambil terus meneriakkan namanya, menyusuri koridor sekolah. Biasanya berkulit cokelat itu akan menyapa beberapa teman yang dia temui sepanjang jalan, tetapi kali ini dia jalan lurus ke depan. Tidak peduli apa dan siapa yang menyapa.

Stargazing (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang