Entahlah, semua rasa bercampur menjadi satu di dalam hatiku. kesal, menyesal, senang, takut, sedih, kecewa, dan entah apa lagi namanya. Lagi-lagi aku hanya terduduk sendiri seperti orang yang diasingkan. Tanpa seseorang di sampingku.
Tapi setidaknya sekarang aku tenang. Ya, saat sendirian aku tenang dan dapat mengontrol emosiku dengan menulis apapun yang kumau. Mencurahkan sebagian isi hatiku karena sebagiannya lagi akan tetap aku simpan sendiri tanpa mau memberi celah bagi orang lain untuk dapat mengetahui. Hanya kertas dan pena yang dapat membuat perasaanku lebih baik selain keluarga. Belum ada yang menyamai mereka semua karena semuanya sama, mendekatiku hanya karena ada 'sesuatunya'.
Aku sudah biasa seperti itu. Jadi, bukan masalah besar lagi sekarang. Aku hanya.. menyesal? Bukan, lebih tepatnya tak percaya bahwa masih ada rasa yang begitu kuat untuk menarikku agar aku memperhatikannya. Padahal aku sadar, mereka jarang berada di sisiku ketika aku kesulitan.
Intinya, belum ada yang mengerti diriku sepenuhnya selain mereka yang tulus menyayangiku. Keluargaku.
Dan harus selalu ingat bahwa tidak semua teman itu tulus, tapi bukan berarti tidak ada yang tulus.
semua tulisan di lapak ini hanya kata tanpa suara yang berarti tidak pernah aku katakan. dan semua yang aku tulis di lapak ini hanya menyalin tulisanku yang sebelumnya aku tulis di beberapa buku catatan pribadiku saat masih di pondok pesantren.
Jadi ini hanya tulisan alay bin lebay yang pernag kutulis. Hanya untuk bernostalgia.
YOU ARE READING
Kata tanpa Suara
PoetryHanya berisi kata-kata tanpa makna apalagi suara. Kata-kata yang hanya sampai tenggorokan tanpa berani kuucapkan. Karena aku adalah pendiam, yang hanya berani merangkai kata tanpa suara.