"Tuan, jet pribadi anda sudah siap." Suara Damian muncul setelah ketukan pintu sebanyak tiga kali terdengar.

"Pelajari baik-baik kontraknya, tiga hari dari sekarang aku menginginkan jawabanya, dan aku tidak menerima penolakan." Tegas Jey pada Gia sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Hanya begini saja?" Tanya Gia bingung.

Jey berbalik menatap Gia setelah mendengar pertanyaan Gia, "Kau ingin aku menidurimu sekarang?" Gia menunduk dengan wajah memanas, pipinya sudah merah padam karena malu.

"Damian akan menunjukan jalan kekamarmu." Tambah Jey sebelum gadis ini buru-buru menuju pintu keluar.

"Tutupi dulu dadamu itu, kecuali kalau kau ingin memamerkanya pada Damian."

Sontak Gia menaikan kembali jubah mandi yang sebelumnya melorot, kemudian berlari menuju pintu keluar dengan menahan malu.


Lima hari telah berlalu. Pikir Gia, dirinya diberikan waktu lebih untuk mempelajari perihal kontrak yang Jey berikan.

Siang itu Gia sedang menikmati makan siang. Terhidang berbagai macam jenis makanan diatas meja, mulai dari daging hingga sayuran. Pikir Gia, ia tidak akan bisa menghabiskanya sendirian karena terlalu banyak piring tersaji dihadapanya.

"Bagaimana aku menghabiskan semua ini?" Gumam Gia sambil mengamati setiap piring dihadapanya.

"Jika hanya dipandang, kau tidak akan bisa menghabiskanya."

Gia tersentak mendengar sebuah suara maskulin muncul tiba-tiba. Jey entah muncul dari mana secara mengejutkan telah berada dibelakangnya. Tubuhnya sangat dekat hingga Gia dapat merasakan hembusan nafasnya tepat dipelipis Gia.

"Aku belum menerima kontrakmu? Bukankah ini sudah lebih dari tiga hari?" Tanya Jey tiba-tiba.

"Aku tidak bisa membiarkan adanya keterlambatan, kau perlu diberi sedikit.. hukuman.." tambahnya, kedua tangan berotot milik Jey sedang memegangi pundak Gia dan membelai turun menuju jemarinya yang masih memegang pisau juga garpu. Diarahkanya irisan daging yang masih tertancap pada garpu Gia untuk meluncur masuk kemulutnya, kemudian gadis ini sedikit mendongakan kepalanya kesamping setelah tubuhnya dibuat kaku untuk beberapa saat.

"Aku lapar." Kata Jey mengelak.

"Kalau begitu makan siang bersamaku, tuan Prescott memasak terlalu banyak."

"Aku lebih suka makan sendiri." Jawab lelaki ini sambil melonggarkan kancing jasnya.

"Katanya lapar." Gumam Gia yang sebenarnya cukup keras untuk didengar oleh Jey.

Jey menatap tajam pada Gia. Gadis ini dengan polosnya membalas tatapan tajam tersebut tanpa mengetahui maksud lain yang ada didalam kepala lelaki dihadapanya saat ini. Jey mengangkat sebelah alisnya dengan seringai yang nampak tidak biasa.

"Laparmu dan laparku berbeda sayang." Jemari lelaki ini membelai mesra pipi dan leher terbuka milik Gia.

"Sepertinya tidak ada yang berbeda, aku lapar dan aku makan, kau juga demikian." Bantah Gia dengan polosnya.

Jemari lelaki ini masih menari-nari diatas pipi Gia, tatapanya begitu menggoda sehingga Gia sempat merasa terintimidasi.

"Kau benar-benar tidak mengerti. Akan aku tunjukan apa yang membuatku lapar."

Tanpa peringatan, lelaki ini menyingkirkan beberapa piring kesamping dan menyisakan tempat kosong tepat ditengah. Secara tiba-tiba tubuh Gia diangkat dan didudukan diatas meja. Gadis ini terkejut dengan gerakan mendadak yang diberikan oleh lelaki dihadapanya, tubuhnya diperangkap oleh kedua tangan Jey dengan wajah keduanya yang hanya berjarak beberapa inci saja.

"Hati-hati Gia, masih banyak piring berisi makanan disekelilingmu."

Peringatan yang diberikan Jey tidak sanggup dibantah ketika lelaki ini mulai menciumi leher Gia. Gadis ini menggeliat saat merasakan ciuman-ciuman panas dari bibir kurang ajar milik Jey.

"Hhsss..!"

Gadis ini mendesis merasakan sengatan-sengatan basah disekitar lehernya. Sensasi yang diberikan membuatnya tidak menyadari ketika resleting dress miliknya telah dibuka.

"Hentikan.. Banyak orang.." protes Gia.

"Tenanglah sayang, jangan banyak bergerak." Lelaki ini masih terus menyerang leher dan pundak gadisnya tanpa ampun.

"Jey..."

Dan pada akhirnya, Jey menghentikan setiap tindakanya untuk menatap gadisnya. Tatapanya berjalan turun dan berhenti tepat didada Gia. Gadis ini menyilangkan kedua tanganya untuk menutupi dadanya yang entah sejak kapan sudah telanjang. Tidak dapat membiarkan kedua tangan Gia menghalangi pemandanganya, Jey mengunci tangan Gia hingga membuat tubuh bagian atas gadis ini kembali terbuka.

"Ada banyak orang disini..." Keluh Gia dengan wajah panik yang memerah.

"Tidak ada siapapun, hanya ada kita berdua."

Gia melihat kekanan dan kekiri untuk memastikan bahwa lelaki dihadapanya tidak sedang berbohong.

Sepi.

Orang-orang yang sebelumnya berada diruangan tersebut telah menghilang sama seperti bra yang sebelumnya ia kenakan. Gia kembali menatap Jey berharap lelaki ini tidak mengajaknya bercinta diatas meja makan. Tatapan lelaki ini tidak dapat terbaca oleh Gia, Jey kembali melayangkan ciuman-ciuman menggelitik dileher, pundak dan turun hingga kedadanya. Gadis ini sudah mengantisipasi akan adanya serangan mendadak yang Jey lakukan. Diluar dugaan, Jey hanya mengecup pucuk payudaranya kemudian membantunya merapikan dress yang sebelumnya telah melorot.

Sembari mengembalikan bra milik Gia kepangkuan pemiliknya, pria itu memperingatkan, "Lain kali aku tidak akan ragu memberikan lebih dari sekedar kecupan jika kau masih melanggar kesepakatan."

Lelaki ini mundur satu langkah sebelum akhirnya memanggil pelayan untuk memasak ulang.

"Tidak! Aku cukup dengan yang sudah ada." Tukas Gia.

"Ini sudah dingin Gia. Prescott! Masak sesuatu yang baru!" Perintah Jey.

"Tidak perlu. Yang ini tinggal dihangatkan saja. Tuan Prescott, tolong dihangatkan yang ini saja." Bantah Gia.

"Gia! Aku tidak suka jika perintahku diabaikan. Buang yang ini dan ganti dengan yang baru, atau tidak usah makan sekalian! Kontraknya bisa kau letakan dikamarku!" Bentakan Jey membuat tubuh Gia mengkerut. Gadis ini tidak lagi bisa membantah, bahkan ketika Jey meninggalkan dirinya yang masih duduk diatas meja makan.

"Jadi bagaimana Nona." Tanya koki bernama Prescott ini.

"Mau bagaimana lagi. Masak yang baru, tapi jangan terlalu banyak seperti tadi." Jawab Gia sambil turun dari atas meja.

"Baik Nona." Jawab Prescott dengan hormat.

————— To Be Continued —————




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Onde histórias criam vida. Descubra agora