[vol. 1] 36. Berebut Perhatian

Mulai dari awal
                                    

"Iya. Gue pasti menjalankan semuanya. Cuma aja gue butuh waktu aja. Karena cowok yang kayak Angkasa itu nggak bisa ditaklukin pake cara yang biasa-biasa aja. Atau yang lempeng-lempeng aja. Jadi―"

"Angkasa!"

Suara seseorang yang memekik nama Angkasa, seseorang yang sedang menjadi bahan perbincangan saat ini, seketika membuat Sakura maupun Flora melebarkan mata mereka dan langsung menoleh ke sumber suara.

Tidak lama dari itu terlihat Putra berjalan menyambangi Angkasa yang entah sejak kapan tahu-tahu saja sudah berdiri tepat di dekat pintu masuk bus bagian belakang, yang tidak jauh dari posisi mereka berdiri.

"Mati lo, kalau sampai dia denger semuanya!" tekan Flora kemudian.

💕

Di saat hampir semua sudah duduk menempati kursi masing-masing di dalam bus, Sakura baru naik usai sebelumnya sempat bertelepon dulu dengan Pita, paska memastikan ibunya sudah makan dan minum obat terlebih dahulu.

Dengan pandangan yang berkeliling mencari tempat duduk yang kosong, Sakura berdiri beberapa saat di dekat kursi pengemudi. Tapi Sakura lihat tidak ada yang kosong. Hampir semua sudah terduduki dan terisi sebuah tas yang menandakan sudah ada penghuninya.

Oh, tidak, sepertinya Sakura lalai. Semua kursi memang sudah ditempati, terkecuali satu. Kursi pojok yang berada tepat di sebelah Angkasa.

Tidak ada pilihan, Sakura tetap memaksakan kedua kakinya untuk mengambil langkah menuju kursi Angkasa, di saat sebetulnya ia tidak ingin melakukan itu. "Aku boleh duduk di sebelah Kakak? So-so-alnya nggak ada kursi lagi."

"Sa, kamu nggak kebagian kursi? Mau duduk di kursi aku?" Galen yang baru memasuki bus dengan pelantang suara yang tergantung di tubuhnya, tentu saja tidak tinggal diam ketika mendapati Sakura menjadi satu-satunya orang yang masih berdiri di dalam bus.

Kedua bahu Sakura memutar, berbalik ke arah Galen. Akan tetapi belum sampai Sakura mengambil pijakan baru, tiba-tiba Angkasa segera meraih pergelangan tangannya.

"Nggak perlu," tandas Angkasa seraya berdiri. Membiarkan Sakura untuk duduk di kursi sebelahnya.

💕

Seperti raga tanpa jiwa, Yuli yang terduduk lembah di atas ranjang dengan punggung bersandar dan pandangan yang menerawang kosong, bertanya sambil menelan kunyahan makanan di dalam mulutnya. "Sakura mana, Pit?"

"Sakura lagi ada kegiatan kampus, Tante," jawab Pita dengan intonasi begitu sabarnya.

"Om Angga ke mana?" lanjut Yuli yang justru pertanyaan malah semakin ngawur. Yang membuat Pita sesaat terdiam menatapnya prihatin.

"Tante makan dulu, ya. Satu suap lagi, habis ini minum obat." Sebisa mungkin Pita mengalihkan pembicaraan, kemudian menyuapkan kembali sesendok nasi berkuah sayur ke dalam mulut Yuli.

Yuli menurut ketika Pita memintanya untuk menyuapkan sesendok nasi pada suapan yang terakhir. Akan tetapi Yuli menggelengkan kepalanya sekaligus menjauhkan mulutnya dari jangkauan Pita, ketika Pita menyodor salah satu dari beberapa pil obat yang biasa dianjurkan dokter untuk wajib ia konsumsi secara rutin tiap harinya.

"Sakura mana, Pita? Om Angga? Kenapa kamu terus yang rawat Tante? Kenapa mereka jahat ninggalin Tante sendiri di sini?" protes Yuli. Sepasang mata tuanya berkaca-kaca.

Pita tidak tahu apa yang membuat tantenya itu tiba-tiba bicara seperti ini. Padahal selama ia diberi wewenang untuk merawat dan menjaga beliau oleh Sakura, beliau tidak pernah membahas barang satu hal pun mengenai mendiang suaminya. Bahkan Pita sempat berpikir, ingatan tantenya itu tentang om-nya sudah terhapuskan paska peristiwa enam tahun lalu yang terjadi menimpa keluarga Sakura.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang