"Gabung sama kita aja yuk!" tawar Thalia.

"Nggak usah kak, nggak apa-apa. Nggak enak nanti ganggu kumpul kakak sama temen-temen, aku liat aja itu udah penuh," ucap Lala. Ia sudah bisa mengontrol dirinya agar tidak terkesan mencurigakan.

"Masih ada tempat kok, ya sekalian kalian berdua temenin kakak juga, nggak enak tau di kelilingi banyak laki-laki sedangkan ceweknya cuman tiga orang," kata Thalia sambil terkekeh.

Nuri tersenyum dan Lala kikuk sendiri.

"Aku liat temen laki-laki kakak sekarang nambah ya?" ucap Lala santai dan barulah setelah beberapa saat dia menyadari tentang ucapannya.

Ampun, keceplosan!

Lala menutup mulutnya menyadari bahwa pertanyaan yang baru saja di luncurkan nya mungkin bisa menaruh rasa curiga.

"Ya seperti yang terlihat. Seru sih bisa nambah temen, apalagi kan mereka dari jurusan berbeda. Tau kan kalian nggak banyak dari kita yang berteman beda jurusan karena ada suatu permasalahan."

Nuri mengangguk. "Bener kak, kadang diantara kita nggak ngelakuin apa-apa pasti aja ada yang di ulik buat di jadiin kesalahan, apalagi kalau ada acara perlombaan tingkat sekolah."

"Ya itu mereka yang memiliki tingkat toleransi rendah," tambah Nuri dengan suara pelan agar tidak ada yang mendengarnya lalu tersinggung.

Thalia dan Nuri mengangguk bersama sebagai tanda persetujuan.

"Eh La, itu hape kamu kok disimpan disitu nggak di masukan ke saku atau di simpan di atas meja gitu? Nanti kalau kamu gerak dan nggak ngeh pasti jatoh."

"Ya ampun aku lupa kak. Waktu mau ngambil hape di rok, terus kaget pas Nuri datang tiba-tiba, jadi nggak ngeh kalau hape di simpen di situ."

Untung saja Lala masih bisa memberikan alasan yang masuk akal, walau iya masih kurang. Tapi setidaknya ia tidak mengucapkannya secara gugup.

"Kok nyalahin gue sih?" kesal Nuri.

"Emang kenyataanya," ucap Lala santai.

Lain halnya dengan pemikiran Lala yang seolah-olah semuanya tidak terlihat mencurigakan, Thalia justru mendapati gerak-gerik gadis itu yang terlihat tidak nyaman, pancaran matanya pun memperlihatkan ada satu hal yang sedang dia khawatirkan meskipun Thalia mengakui Lala memang benar-benar bisa menyembunyikan itu.

"Gabung di meja kita aja yuk!" ajakan yang kedua kalinya itu membuat Lala dan Nuri saling pandang sampai akhirnya Nuri mengangguk dan Lala hanya pasrah. Tak mungkin ia menolak pun, karena ia tidak bisa menemukan alasan yang pas dan tepat.

"Iya kak kita gabung deh," ucap Nuri.

"Emm, tapi beneran nggak apa-apa kan kak kalau kita gabung?" tanya Lala. Ia harus bagaimana jika nanti pemuda yang sedang menatapnya itu memperhatikannya secara dekat.

"Nggak apa-apa banget. Ayo!"

Thalia menarik tangan Nuri dan Lala, mereka bertiga menghampiri sudut kantin dengan meja yang sudah memanjang.

*****

Entah apa yang sedang dilakukan oleh gadis itu dengan ponselnya yang seperti di arahkan ke sudut kantin tempat Thalia dan yang lainnya berkumpul. Erik yang menyadari itu sedari tadi langsung merasa curiga, ia berfikir jika ini pasti ada hubungannya dengan Leon mengingat Kevin pernah bilang kalau Lala dekat dengan Leon bahkan infonya mereka sepupu.

Erik tidak tahu jelas bagaimana awal masalah ini, karena dia baru mengenal Thalia sejak awal gadis itu masuk SMA. Miya memang sepupu Erik, tapi dia tidak banyak bercerita tentang masalah pribadinya. Terkadang dia memang bercerita dengan berakhir meminta bantuan, namun untuk masalah ini Miya tidak pernah menceritakannya.

Gamers Couple [Slow Update]Where stories live. Discover now