"Ekhem! ... terus gue di sini jadi obat nyamuknya, gitu? Mentang-mentang udah saling suka, gue yang jomblo ini dikacangin, gitu? Terus kalo kalian sampe pacaran, gue--" cerocos Mila.
"Diem Mblo!!" sahutku dan Juna bersamaan.
•••
"Nah, tuh kan! Kalian berdua udah serasi gitu, ngomong aja sampe barengan, pasti bentar lagi kalian pacaran dan ninggalin gue jomblo sendirian. Huwaaa gak mau!" Mila merengek, tak biasanya dia seperti ini, pasti dia sekarang sedang cemburu karena takut jadi jomblo sendirian.
Serasi? Yang bener aja, yang ada mah kita udah kayak kucing sama anjing sekarang. Tapi ... setelah dipikir-pikir lagi, iya juga, ya. Kok bisa sih, kita ngomongnya barengan?
Dengan ragu-ragu ku lirik Juna yang berada tepat disampingku.
Deg!
Ternyata Juna juga sedang melirikku.
Segera kupalingkan wajahku kearah lain, begitupun dengan Juna.
"Ekhem." Kudengar suara deheman Juna.
"Apa lo liat-liat!" Lagi-lagi kami berujar bersamaan membuatku agak geram.
Ini orang maunya apa, sih? Dari tadi copas mulu'. Oh ... apakah gue harus menyalahkan takdir sekarang? ... ish! Kok malah ngedrama, sih?
"Ekhem ... sorry barusan bentak lo. By the way ... yuk masuk dulu kedalam," ajak Juna lembut.
"Ih, ogah amat gue masuk ke rumah bang Juna. Bisa-bisa ... pas di dalem bang Juna mesum, lagi, sama gue," tolakku dengan memandangnya jijik.
Juna tersenyum getir. "E-enggak kok. Udah, ayo masuk dulu ke dalam." Bujuk Juna lembut.
"Gak mau! Gue mau pulang aja! TITIK."
Juna tersentak kaget, matanya membuka lebar. Bagaimana tidak? Aku yang biasanya polos ini, sekarang bisa membentaknya. Spontan kututupi mulutku dengan kedua tanganku, lalu berlalu pergi hendak pulang.
Namun tanpa kusadari, tiba-tiba ada yang menarik kaosku dari belakang. "Eits! Mau kemana, lo?" tanya Mila mencegah. Kekuatannya sebanding dengan laki-laki, sehingga posisiku sekarang seperti anak kecil yang berusaha lepas dari pegangan ibunya.
"Ya mau pulang, lah!"
"Heh! Gak usah nyolot juga kali, bambang. By the way, yakin amat lo bisa pulang," ujar Mila tersenyum miring.
"Lah! Kenapa emang?"
"Bunda lo dinas keluar kota, beliau titip kunci dan lo lagi ke mama gue. Makanya gue bawa lo kesini." jelasnya.
"Oh, yaudah. Kalau gitu tolong ambilin kuncinya, sekalian titip salam dan maaf karna gak bisa nginep di sini malam ini, rumah gue lagi gak ada yang jagain. Gue tunggu disini, oke!"
"Masuk, woy! Gak sopan lo di rumah orang."
"Jangan paksa gue, Mil! Tinggal ngambil kunci do--"
"... bakar," sahut Juna lirih.
"--ang juga," lanjut ku. Aku terdiam sejenak, lalu, "Bak-bakar? Bakar apa? Apanya yang dibakar? Ada yang terbakar? Kebakaran--" sambungku bertanya.
"Hihihi ... ahahaha! Aduh ... apaan, sih, ini bocah? Gak nyambung banget, haha," potong Juna. Sekali lagi tawanya menampakkan lesung pipinya yang dalam itu, "tadi Abang bilang Ayam bakar. Ara, sih, ngomong sendiri, jadi gak kedengeran kan gue ngomong apa? Haha. Nah, jadi ... dek Ara yang manisnya ngalahin gula, masih ngotot tetep disini, sedangkan ayam bakarnya Abang habisin?" sambung nya.
Saat mendengar kata Ayam bakar, mata dan mulutku langsung membeo. Pikiranku melayang-layang seketika membayangkan betapa lezatnya rasa Ayam bakar kali ini. Memang, masakan mama Mila itu yang paling The best.
Sibuk dengan pikiranku, sampai-sampai aku tak sadar bila dipanggil seseorang dari tadi. "Woy! Kok bengong, sih? Jadi gimana? Apa ayamnya diserahkan sepenuhnya pada kakandamu ini, hm?"
Jijik!
Sekali lagi aku memandangnya jijik. "Abang terlalu dramatis." Dan setelah itu aku langsung ngacir masuk ke dalam rumah.
"Eh, buset nih anak. Main nyelonong aja di rumah orang, tadi disuruh ke dalam gak mau. Lah, sekarang? Ck ck!" gumam Juna, lalu menggelengkan kepalanya heran.
Setelah itu Arjuna pergi ke dalam dapur untuk mengambil ayam bakar masakan mamanya--yang konon katanya-- eh, ralat! Yang udah aku nilai selama ini, rasanya senikmat masakan restoran bintang lima-- sedangkan aku duduk-duduk santai di ruang tamu.
.
.
.
TBC.
Salam manis,
Java Star
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Don't Open! (Proses Revisi)
KorkuAra nirmala, ia adalah gadis lugu yang tinggal bersama bundanya seorang. Ara tak sengaja bertemu dengan seorang albino yang amat cantik di taman langganannya, ia berkenalan dengan albino tersebut. Namun siapa sangka jika albino tersebut bukan hanya...
