Chapter 11 : White Rose

1.5K 119 9
                                    

"Xilena... kau baik-baik saja?"

Seorang gadis berambut coklat bergelombang sebahu menepuk kedua pipi Xilena pelan. Xilena terkesiap dan sontak menoleh ke arah gadis yang duduk tepat di hadapannya.

"Eum ya.. aku baik-baik saja Lea."

Gadis itu bernama Lea Parker, teman sekolah Xilena sejak masih duduk di bangku SMA. Mereka berdua tengah berada di sebuah cafe. Sebenarnya hari ini Xilena tidak bersemangat untuk keluar rumah. Tetapi, ia sudah terlebih dulu membuat janji pertemuan dengan teman lamanya. Sejenak ia memikirkan kejadian kemarin malam. Dekapan hangat dan juga sentuhan kecil yang terasa nyata.

Kepala Xilena terasa pening saat memikirkannya. Saat terbangun dan tidak mendapati mereka di sekitarnya, Xilena menangis. Itu hanya mimpi. Setiap detiknya ia bertanya-tanya. Kapankah mereka datang dan menjemputku? Hanya kata-kata itu yang terus terngaing di kepalanya.

Lea melambaikan tangannya di depan wajah Xilena. "Hey... apa kau mendengarku? Sejak tadi kau melamun dan mengabaikanku." Lea menekuk wajahnya merajuk.

Xilena mengulas senyum kikuk seraya mengucapkan kata maaf. Bukan maksud mengabaikannya, tetapi Xilena benar-benar tidak bisa melupakan mimpinya yang terasa nyata. Seolah-olah mereka kemarin malam sudah datang dan menjemputnya. Tapi, kenyataan justru menyakiti hatinya. Mereka belum juga datang bahkan untuk memberi kabarpun tidak. Xilena sudah mendatangi rumah mereka tapi kata penjaga rumah, mereka belum pulang semenjak hari itu.

"Kau terlihat kacau Xilena. Apa kau sedang ada masalah?" Tanya Lea khawatir. Xilena menggeleng.

"Aku hanya sedang memikirkan seseorang." Jawab Xilena sembari menghela nafas panjang.

Lea mengerling genit. "Kekasih? Setampan apa dia? Apakah dia memiliki tubuh tegap berotot dan perut kotak-kotak? Rahang tegas mempesona seperti pria idaman?"

Pipi Xilena merona, mengingat keempat pria tampan yang selalu terbayang di bendaknya. Mereka terlalu sempurna untuk di tolak. Xilena tidak munafik, ia bahkan tidak sanggup memilih salah satu di antara mereka. Kenyataannya mereka bukanlah suatu pilihan. Xilena seakan tertampar dengan kenyataan bahwa dirinya bukan siapa-siapa.

"Bu-bukan, mereka bukanlah kekasihku. Aku ha--," Perkataan Xilena terpotong jeritan girang Lea yang terlihat antusias. Xilena salah tingkah, ia memilin ujung dress biru yang di kenakannya.

Lea bertepuk tangan seperti orang gila. Bahkan ia tidak peduli tatapan orang-orang sekitar yang memandangnya aneh. Gadis itu terlewat antusias dan membuat Xilena menunduk malu. Bukan malu karena apa, tetapi karena tatapan pengunjung kafe disana yang menatap aneh ke arahnya dan Lea.

"Huaa... kau bilang mereka, itu berarti lebih dari satu. Bolehlah aku mengenal salah satu. Ayolah.. aku sudah lama menjomblo. Kau tahu bukan, hidup tanpa kekasih rasanya seperti kopi tanpa gula!!"

Lea menggoyang-ngoyangkan lengan Xilena. Matanya berbinar antusias, membayangkan jika ia mengenal salah satu pria tampan kenalan Xilena. Siapa yang tidak mengenal Xilena. Gadis cantik primadona sekolah bahkan juga di kampusnya dulu. Banyak pria tampan yang dekat dengannya. Tapi sayang, Xilena tidak pernah mau menjalih hunungan dengan siapapun. Kata Lea, Xilena gadis jaman old yang tidak tahu artinya bersenang-senang. Berulang kali Lea membujuk Xilena untuk tidak menyia-nyiakan masa muda. Tapi tak pernah di gubris oleh Xilena.

Kening Xilena berkerut. Benarkah gadis seperti Lea sudah lama tak memiliki kekasih. Mendengarnya saja seakan bumi ini terbelah jadi dua. Xilena tidak yakin akan hal itu. Sejak mengenalnya dulu, Lea gadis centil yang hiperaktif. Gadis itu selalu mengejar dan mendapat apa yang ia suka. Lea tidak penah bisa hidup tanpa pria walau satu detik saja. Apalagi Lea cantik dan berasal dari keluarga terpandang.

Falling In Love With Demons [Ongoing]Where stories live. Discover now