BENARKAH GEREJA KATOLIK BUKAN GEREJA UNIVERSAL? 7

10 10 0
                                    

Pace e Bene Fratelli

____________

                             St. Ephraim (306-373)

"Simon, pengikut-Ku, Aku telah menjadikanmu pondasi Gereja yang kudus. Aku memanggilmu Petrus (Kefas, atau batu karang, di dalam bahasa aslinya), sebab engkau akan mendukung semua bangunannya. Engkau adalah inspektur dari mereka yang akan membangun Gereja bagi-Ku di dunia ini. Jika mereka kelihatannya membangun apa yang salah, engkau, pondasinya, akan menghukum mereka. Engkau adalah kepala dari mata air yang daripadanya ajaran-Ku mengalir, engkau adalah pemimpin para murid-Ku. Melalui engkau, Aku akan memberikan minum kepada semua bangsa. Milikmulah kemanisan yang memberi hidup, yang Kuberikan. Aku telah memilihmu, sepertinya sebagai, yang sulung di dalam institusi-Ku, sehingga sebagai ahli waris, engkau dapat mengatur segala milik-Ku. Aku telah memberikan kepadamu kunci kerajaan- Ku. Lihatlah, Aku telah memberikan kepadamu kuasa atas semua milik-Ku!"           ((Holimies (Ephraim's Memre) 4,1, written in 338-373, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:311))

                             Konsili Nicea (325)

Konsili Nicea dengan jelas merumuskan dalam Credo atau Syahadat Aku Percaya, "Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik"....     Dengan demikian, ini menyebutkan otoritas institusi Gereja. Ini berbeda dengan Credo dari gereja-gereja non-Katolik, yang umumnya hanya menyebutkan "Kitab Suci saja" dan tidak pada institusi yang kelihatan. Jemaat pada abad awal percaya atas otoritas Gereja, dan menyebutkannya dengan jelas pada syahadat, sebab percaya akan otoritas yang diberikan oleh Yesus kepada para rasul.


                              Konsili Sardika (343)

"Tetapi jika ada uskup yang kalah dalam pengadilan pada kasus tertentu, dan masih percaya bahwa ia mempunyai kasus yang baik, (maka) agar kasusnya dapat diadili kembali, marilah menghormati kenangan Rasul Petrus, dengan membuat mereka yang mengadili untuk menulis kepada Yulius, Uskup Roma, sehingga jika dipandangnya layak, ia akan mengirim para hakim, dan pengadilan dapat diadakan kembali oleh para uskup pada provinsi tetangga." ((Council of Sardica, canon 3, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:311. Hal ini terjadi atas kasus St. Athanasius yang hampir dapat dikatakan melawan doktrin Arianism seorang diri, tanpa mendapat dukungan dari para Uskup dari Gereja Timur.))

"Jika seseorang menginginkan agar kasusnya didengarkan kembali, dan memohon kepada uskup Roma untuk mengirimkan imam- imam sebagai utusannya untuk mengadili kasus tersebut, adalah kuasa uskup itu (Uskup Roma) untuk melakukan segala sesuatu yang dipandangnya baik; dan jika ia memutuskan bahwa ia akan mengirimkan mereka (utusannya) dan mereka mempunyai kuasa darinya ketika mengadili bersama- sama dengan para uskup; ini harus diperbolehkan. Tapi jika ia menganggap bahwa pengadilan kasus tersebut sudah cukup, ia akan melakukan apapun yang dianggapnya baik menurutnya kebijaksanaannya yang paling adil. Para uskup menanggapi: hal- hal yang dinyatakan disetujui."      ((Council of Sardica, canon 5, in Jurgens, Faith of the Early Fathers, 1:308)).

Dari konsili ini, yang dilakukan 18 tahun setelah Konsili pertama di Nicea, dan 55 tahun sebelum penetapan kanon Kitab Suci, diketahui adanya supremasi kepemimpinan Paus (Uskup Roma) terhadap Gereja- gereja lainnya.


                                     St. Athanasius (296- 373) dan Paus Julius

St. Athanasius dikenal sebagai seorang kudus dari Gereja Timur, yang berjuang melawan ajaran sesat Arianisme yang begitu populer di jamannya. Dia hampir tidak memperoleh dukungan dari Gereja Timur, yang banyak terpengaruh atas ajaran Arianism tersebut, dan karena itu ia mencari dukungan dari Paus Yulius yang merupakan penerus Rasul Petrus. Ia mengutip tulisan Paus Yulius untuk membela diri, demikian:

AFRAID TO BE A CATHOLIC?Where stories live. Discover now