"Lagipula waktu saya kurang dari enam minggu lagi," lanjutku. "Malah menurut saya Anda lebih konyol karena tidak keberatan merugi padahal Anda bisa menunggu kurang dari dua bulan sebelum merenovasi apartemen yang saya tempati. Bukankah seharusnya Anda mendapat untung dengan menyewakan apartemen mewah itu pada orang lain daripada membiarkan saya tinggal di sana dengan harga murah?"

Oke, aku sedang bermain-main dengan serigala rupanya.

Memang secara fisik Pak Arvin menduplikat sosok hantu penunggu apartemenku. Tapi sifat dan perilaku keduanya jelas bertolak belakang. Aku bisa membuat kesal si hantu dan berakhir dengan tertawa keras. Tapi jika lelaki di depanku yang kubuat kesal, bisa saja namaku tinggal kenangan esok pagi.

Karena itu coba untuk tidak membuatnya kesal, Fira. Otak warasku memperingatkan.

Selama beberapa detik yang terasa lama, Pak Arvin tetap diam dengan raut dinginnya. Hingga akhirnya dia bertanya setengah berbisik, "Apa Anda tahu apartemen yang Anda tempati berhantu?"

Ini saatnya!

Akhirnya aku punya kesempatan untuk berbicara mengenai hantu penghuni apartemenku selagi Pak Arvin yang mengungkitnya sendiri. Bukankah aku memang berharap bertemu dengan kembaran si hantu lalu menceritakan mengenai arwahnya yang terjebak dalam apartemen? Tapi tiba-tiba aku berubah pikiran. Entah mengapa instingku mengatakan bahwa ini tidak akan berakhir baik jika aku menceritakan mengenai keberadaan hantu di apartemenku padanya.

"Anda percaya hal semacam itu? Padahal saya pikir Anda orang terpelajar yang tidak akan begitu saja menelan rumor tak penting."

"Tapi orang-orang—"

"Tidak peduli yang dikatakan orang lain. Sudah hampir tiga minggu saya tinggal di sana dan tidak merasakan apapun. Apa Anda lebih percaya pada para tetangga yang bergosip daripada orang yang menempati sendiri apartemen itu?"

Lagi-lagi dia terdiam. Lalu terdengar dia mendesah sebelum berkata, "Sebenarnya saya benar-benar mengkhawatirkan Anda. Tawaran ini bukan hanya karena saya mendengarkan gosip murahan. Tapi saya tahu sendiri bahwa apartemen itu memang dihuni hantu jahat yang selalu mencari jiwa rentan untuk diganti dengan jiwanya sendiri. Sudah banyak yang menjadi korban. Saya khawatir berikutnya Anda lah yang akan dia ambil tubuhnya."

DEG.

Mendadak aku merasa lebih merinding daripada sebelumnya. Penjelasannya tadi membuatku berpikir bahwa—

"Kalau Anda tahu memang ada hantu semacam itu di sana, kenapa Anda masih menyewakannya?" Sengaja aku tidak melanjutkan pikiran menyeramkan tadi. Aku benar-benar ketakutan jika ternyata itu benar.

"Tidak." Dia menggeleng. "Kami sudah tidak menyewakan tempat itu lagi sejak banyak orang yang menjadi korban. Saat ada korban pertama, kami tidak percaya. Berpikir itu pasti hanya kecelakaan. Setelah beberapa korban, barulah kami percaya. Bahkan kami sudah mencoba melakukan pengusiran hantu dan sebagainya namun selalu gagal. Jadi terpaksa kami membiarkan begitu saja apartemen itu.

"Dan kejadian ini memang keteledoran saya sampai Anda bisa menyewa apartemen itu. Manajer gedung baru diganti dan saya lupa memberitahu tentang apartemen itu. Lalu saya disibukkan dengan banyak hal. Saat tahu, ternyata Anda sudah cukup lama menempatinya. Saya bersyukur sampai saat ini tidak ada hal buruk yang menimpa Anda. Tapi saya tidak mau mengambil resiko dengan membiarkan Anda tinggal lebih lama."

"Jadi—sebenarnya tidak ada renovasi? Anda hanya berniat mengosongkan apartemen itu seperti sebelumnya?"

"Iya. Karena itu demi kebaikan Anda, sebaiknya Anda pindah."

Aku manggut-manggut. "Hantu pencuri tubuh ya...." Aku tidak bisa menahan diri untuk bergumam seraya mengusap lenganku yang masih merinding.

Tampaknya Pak Arvin mendengar gumamanku. "Iya. Saya benar-benar tidak mau sesuatu yang buruk menimpa Anda."

"Baiklah, saya akan memikirkannya." Aku berdiri, tak ingin memperpanjang pembicaraan ini. Aku sudah bertekad akan menolaknya melalui Pak Andi nanti. "Terima kasih." Segera aku berbalik dan bergegas menuju pintu, tak peduli meski sikapku terkesan tak sopan. Aku hanya ingin segera keluar dari sini. Sejauh mungkin darinya.

Dia juga berdiri. "Tolong jangan hanya dipikirkan. Nyawa Anda yang menjadi taruhan."

Kalimat terakhirnya membuatku berhenti padahal tinggal beberapa langkah lagi dari ambang pintu ruang kerja megah ini. Mendadak aku tak bisa menahan diri. Sebelum akal sehatku bekerja, aku sudah berbalik kembali menghadapnya.

"Ada satu hal yang membuat saya bertanya-tanya. Siapa sebenarnya pencuri tubuh itu? Dia—" Sengaja kugantung kalimatku sebelum melanjutkan, "atau Anda?"

Walau Pak Arvin masih menampilkan raut dingin, bisa kulihat perubahan ekspresinya setelah mendengar ucapanku. Dia tampak menegang dengan rahang berkedut tanda marah. Sikap tubuhnya bagai macan yang siap meloncat sewaktu-waktu untuk menghabisi mangsanya

Tanpa menunggutanggapan, aku melangkah mundur lalu berbalik pergi. Jantungku berdegukmenyakitkan di dada menyadari bahwa aku seperti baru saja melemparkan diri kedalam kobaran api. Pikiran itu membuatku mempercepat langkah hingga setengahberlari keluar dari penthouse mewah ini.

------------------------

------------------------

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yang di wattpad gimana?

Selalu aku post sampai tamat. Dan yang udah di post tamat pun gak akan aku hapus kayak ceritaku yg lain. Jadi gak usah khawatir ^_^

~~>> Aya Emily <<~~

My Ghost (TAMAT)Where stories live. Discover now