Chapter 11: Shatter (Hancur)

Start from the beginning
                                    

"Beri dia waktu," ujar Jiejie pada Wei Ying. Senyumannya masih terlihat, berupaya menghibur Wei Ying seperti biasa. Wei Ying merasa dirinya tidak pantas mendapatkan itu.

Wei Ying menggeleng. "Dia benar. Ini salahku."

"A-Ying, tidak. Apa yang sudah terjadi adalah kecelakaan. A-Cheng... A-Cheng juga tahu itu. Jauh dalam lubuk hatinya, dia tahu itu."

YanLi melangkah ke arahnya, menggenggam tangannya dengan lembut. Di usia Wei Ying yang sudah delapan belas tahun ini, tingginya sudah melampaui YanLi. Perempuan itu mengangkat tangannya dan mengelus pipi Wei Ying, mengusap air mata yang tidak menitik.

"Kau dan aku sama-sama tahu seperti apa A-Cheng saat sedang marah. Dia sering mengatakan hal yang tidak bermaksud dia katakan."

Wei Ying tidak menyahut, takut dirinya akan menangis apabila mengatakan sesuatu.

Satu tangan lagi menyentuh wajahnya. Jiejie mengelus rambut Wei Ying dengan jemarinya, merengkuhnya ke dalam pelukan. Jiejie begitu hangat. Wei Ying menghirup aroma teratai dan lavender dan itu nyaris membuatnya mulai menangis. Rumah, YanLi beraroma seperti rumah. Rumah tempatnya senantiasa ingin kembali.

"Dengarkan aku, A-Ying. Apa yang sudah terjadi adalah kecelakaan tragis. Bukan salah siapa-siapa. A-Cheng perlu waktu, tapi dia tidak membencimu. Dia tidak pernah bisa membencimu."

Wei Ying memejamkan mata. Dia mendengarkan suara detak jantung YanLi yang teratur, mengulangi perkataannya lagi dan lagi, berharap dirinya bisa mempercayai itu.



--



Seperti yang sudah Wei Ying duga dan takutkan, Jiejie membatalkan pernikahannya. Dia terus berusaha menjadi kuat untuk kedua adiknya itu, tapi dia pun juga butuh waktu untuk berduka pada kematian orangtuanya. Untung saja JIn ZiXuan-lah yang sebenarnya bersikukuh untuk memundurkan hari pernikahan mereka, memberitahu tunangannya ini bahwa dia bersedia menunggu selamanya kalau itu diharuskan. Seandainya Wei Ying lebih muda dan naif, dia pasti akan langsung muntah mendengar perkataan klise itu, atau bahkan tertawa. Namun kini, dia hanya bersyukur YanLi memiliki seseorang yang bisa menghiburnya di saat-saat seperti ini.

YanLi beralih tinggal bersama Jin ZiXuan. Rumah mereka di Yunmeng kini kosong karena ketiga bersaudara itu menolak memijakkan kaki di sana, tidak karena luka kehilangan masih terasa begitu menyakitkan.

Sulit rasanya fokus pada pendidikan setelah kecelakaan itu. Berulang-ulang kali Wei Ying merenung untuk keluar dari universitas tapi dia tidak bisa. Wajah kecewa Paman Jiang menghantuinya setiap kali pikiran itu terlintas di benaknya. Paman Jiang ingin Wei Ying melanjutkan pendidikannya, meraih hal yang mustahil seperti yang selalu dia ucapkan.

Lebih mudah dikatakan daripada dijalani. Wei Ying membenci setiap hair yang dia habiskan di Universitas Gusu. Dia nyaris tidak lagi bicara dengan Jiang Cheng yang bersikeras mengabaikan kenyataan untuk fokus menyempurnakan nilainya. Meski mereka masih berbagi asrama, Wei Ying jarang melihat lelaki itu di sepanjang sisa tahun ajaran pertama mereka. Apabila berpapasan, yang ada hanya keheningan menyakitkan yang semakin mengingatkan Wei Ying pada apa yang sudah dia lakukan sampai keluarganya terpisah-pisah.

Begitu menginjak tahun ajaran kedua, ada kesepakatan tak terucap di antara mereka bahwa mereka tidak akan berbagi tempat tinggal lagi. Jiang Cheng pindah ke flatnya sendiri sementara Wei Ying berbagi apartemen dengan murid lain dari jurusannya. Dia tidak peduli siapa orangnya. Selama dirinya meraih gelar dan meninggalkan universitas ini, dia tidak akan peduli sekalipun dia dipasangkan dengan orang paling berengsek di dunia ini.

monotone (terjemahan)Where stories live. Discover now