BAB 1 (Revisi)

264 32 47
                                    

Gadis berambut hitam dikuncir kuda itu memandang kira-kira dari jarak beberapa meter dari lapangan basket. Segala gerakan sang kapten basket sempurna disiang hari yang terik ini. Melenggak melewati beberapa penjaga ring, lalu memasukkan bola tepat ke sasaran.

Poin pun berulang kali bertambah karenanya.
Mata teduh itu selalu melirik ke arah si gadis, menyerukan, "yes!" setiap kali mencetak poin.

Namun, wajah manisnya-yang seolah tak luntur terbakar panas matahari hanya memajukan bibir sambil menyilangkan tangan di dada. Lantas memalingkan pandangan dari pemain bernomor punggung '84.' Walau begitu, si kapten, Wisnu sesekali meniupkan kecup jauh, tentu saja, ini untuk para cewek yang setia memberinya teriakan semangat.

"Go Wisnu!"
"Go Wisnu!"

Teriakan itu seperti menjengkelkan ditelinga Shelly yang berdiri tidak jauh dari kumpulan para cewek-cewek itu.

"Ditengah panas terik menjelang sore, mau-maunya teriak buat si Penyu—silly itu!" dengkusan kesal berulang kali terdengar oleh Lana yang berada disebelah Shelly.

Lana menoleh, menatap wajah Shelly yang bersungut. "Lo sendiri? Kenapa mau ada di tengah lapangan ini?"

"Kalo enggak dia yang paksa, males gue! Mendingan gue pulang, makan siang terus tidur. Tadi bangun sebelum subuh," jawabnya kesal, bertolak pinggang.

"Jadi ikut penyisihan renang lagi?"
"Jadi. Gue mesti ikutan lagi tahun ini, demi masuk tanpa seleksi UGM."

"Masih ajarin si Penyu?" Lana menunjuk dengan dagu, cowok yang masih berlaga di lapangan.

Shelly mengikut pandangan sahabatnya itu, lantas tersenyum. "Ya, enggak, lah! Waktunya enggak ada. Latihan aja udah sita waktu, gue juga ngeri kalau ujian nanti enggak sempet belajar."

"Ya, pelajar kayak elo belajar sebentar juga yang masuk ke otak udah banyak, enggak kayak gue, susah!"

Shelly menggeleng. "Gue sama aja, perlu belajar juga 'kan, intinya?"

Lana tersenyum. "Yakin mau ke UGM? Kenapa enggak di Jakarta aja, si, Shell, di sini juga ada fakultas negeri yang bisa lolos dan kuliah pake beasiswa!"

Sekali lagi teriakan memekakkan telinga terdengar dari gerombolan para cewek diiringi tepuk tangan. Membuat Lana dan Shelly, kompak menutup telinga dengan kedua tangannya.

"Hebat, Kak Wisnu!" seru salah satunya. Cewek berambut panjang, berbulu mata lentik. Konon, dia yang sedang 'dekat' dengan sang kapten.

Lana bergegas meninggalkan lapangan. Shelly, mengikuti sahabatnya itu dengan langkah cepat, agar bisa berjalan bersisian.

Sang kapten yang sedang berlaga, hanya bisa memandangi kepergian gadis, berkuncir kuda, yang sebenarnya dia suka.

Wisnu, seperti mengguncang dunia Shelly. Siang ini cowok berkulit sawo matang itu meminta Shelly menemaninya tanding basket antar-sekolah. Kebetulan diselenggarakan di sekolah sendiri. Tidak ada sebab yang lain, sejak satu kelas di kelas dua, sepertinya hari-hari Wisnu tidak bisa terlepas dari Shelly.

Walau gadis itu sering berteriak, "Bawel!" namun, cowok berkulit sawo matang itu hanya ingin ada Shelly di hari-harinya dalam kegiatan apa pun. Seperti siang ini, mendampinginya tanding basket. Walau ajakan Wisnu sebelum pertandingan ditolak, seribu bujukan pun dilancarkan oleh Wisnu.

Bujuk rayu untuk cewek yang sedang menolak habis-habisan adalah; "pulangnya gue beliin milkshake coklat, dobel! Ok?" Janjinya, Shelly mengelilingkan pandangan, tidak ada siapa pun yang bisa membelanya, Lana, duluan ke kantin.

Coklat bagi cewek itu, adalah hal yang sangat menyenangkan, selain es krim. Dan, cowok yang sedang berdiri menatap—menuntut jawaban, menaikkan kedua alisnya sangat mengerti semua kesukaan Shelly. Dalam hati dia yakin, gadis ini pasti setuju kalau dengar kata-kata cokelat!

"Iya deh ...." Jawabnya, pasrah dan sangat terpaksa. Seringai kemenangan pun terlihat di wajah cowok bernama lengkap Wisnu Wardhana.

Sakti, sahabatnya Wisnu sejak kecil—yang duduk memperhatikan adegan itu, berani bertaruh dan akan menang, Wisnu jatuh cinta! Walau berulang kali tidak mengakuinya.

Lana dan Shelly sampai di kelas. Menjelang ujian memang ada minggu tenang. Mereka duduk sambil berhadapan, siswa lain keluar-masuk kelas, biasanya urus administrasi ujian.

"Duh, kayaknya baru kemarin masuk SMA, udah mau lulus aja," keluh Lana, sambil kipas-kipas.

Shelly hanya mengangguk. Memang benar, masa SMA rasanya hanya sekejap.

"Terus, tadi lo belum jawab pertanyaan gue," cecar Lana.

"Yang mana?" Shelly tak acuh, lupa juga apa yang ditanyakan Lana tadi.

"Kenapa mesti di UGM?"

"Lo lupa, pernah tulis esai tentang cita-cita? Dan gue pengen banget masuk UGM!"

"Serius, kan? Bukan karena Wisnu?"

"Ih, ngomong jangan sembarangan!"

***

Hari melelahkan menuju ujian akhir seakan tidak pernah berhenti mendera Shelly, Wisnu, Sakti, Lana dan juga semua siswa di sekolah swasta bergengsi itu.

Suatu siang ketika ujian kelas 1, 2 dan 3  selesai, dan semua murid hanya datang ke sekolah untuk tanding antar-kelas, serta menunggu pengumuman terima rapot, Lana teringat akan sahabatnya yang mendaftar masuk ke universitas favoritnya.

Dengan segera, Lana berlari menuju kelas. Dia lihat sahabatnya itu tidur di kelas, kebiasaan! Menyurukkan kepala berbantal tasnya sendiri.

Lantas, Lana menepuk pelan pundak sahabatnya itu. "Shell!" Dua sahabat ini duduk di bangku paling depan, mepet tembok.

Shelly lantas terbangun, meluruskan badan dan juga menegakkan badan. Dia menaikkan alis menatap Lana. "Shell, bukannya hasil ujian jalur khusus udah ada pengumuman siapa aja yang lolos?"

"Udah ada. Kemarin guru BP kasih gue amplop, tapi belum gue buka!

Mata Lana membesar, dia tak sabar ingin melihat hasilnya. "Terus? Belum lo buka dikasih ke nyokap?"

Sekali lagi, Shelly menggeleng. Dia malah melamun, "Shell!" sentak Lana, berhasil membangunkan Shelly dari lamunan. Mereka bertatapan. Lalu, Shelly mengeluarkan amplop yang dia simpan di tas, masih dalam keadaan tertutup, mengacungkan ke depan Lana.

"Kita lihat apa hasilnya," ujar gadis itu, dia menarik napas sebelum mengoyak amplop putih dengan kop surat universitas impiannya. Sepertinya surat itu suatu yang sakral buat Shelly. Dia tidak mau merusaknya.

"Jadi, lo belum tahu sama sekali? Gue pikir udah dikasih tahu hasilnya, terus dipajang di mading."

Shelly masih bimbang, dia enggan membukanya. "Bagaimana kalau gue enggak diterima?" Jantungnya berdetak  makin tidak beraturan, seluruh badannya dingin. Lana menatap sahabatnya itu kebat kebit, dia menggigit bibir bawahnya, tak kalah, enggak sabar. "Semua mimpi gue tergantung dari isi yang ada di amplop ini. Kandas atau lanjut." Gadis itu menarik napas.

Amplop putih bertuliskan namanya dibuka dengan sangat perlahan, "Jangan rusak," gumamnya pelan.

Lana ikut deg-deg-an ketika sahabatnya itu mengeluarkan kertas dari dalam amplop.

Shelly berbagi dengan Lana untuk membaca isi surat itu. Mereka membaca dengan sangat berhati-hati, menekuri setiap kata, sesekali menganggukkan kepala, mengabsen nomor induk siswa juga kelas tempat mereka menuntut ilmu beberapa bulan ini.

Hingga pandangan mereka sampai ke tulisan, 'Selamat datang di tahun ajaran baru Universitas Gajah Merah Yogyakarta.' Sontak, dua sahabat itu menahan teriakan hingga akhirnya berdiri melonjak kegirangan, lalu berpelukan.


Stargazing (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang