Kolase Kisah Kita

8.3K 430 43
                                    

Seorang anak perempuan. Berkerudung biru. Dengan tangan mungilnya yang tidak diam terus melempari jendela kamar itu dengan kerikil. Hingga tak berapa lama, si empunya kamar yang sepertinya mulai terganggu akhirnya menyembulkan kepalanya ke luar, menampakkan wajah bangun tidur seorang anak laki-laki yang sebaya dengannya. Anak perempuan itu tersenyum ceria kelewat lebar, namun hanya direspon helaan napas oleh si anak laki-laki.

"Afi, ayo!" Anak perempuan yang rumahnya bersebelahan dengan anak laki-laki itu memukul-mukulkan centong kayu dan pancinya dengan semangat menggebu-gebu.

Si anak laki-laki menatap jam dinding, lalu menatap anak perempuan berusia enam tahun di depannya dengan tidak percaya. "Ya Allah, Sya, ini masih jam satu!"

Ya, anak perempuan itu. Dia adalah Syafira. Dan anak laki-laki ini adalah Hanafi. Sekarang sudah memasuki awal Ramadan, dan seperti rencana dari jauh-jauh hari, mereka bersama anak-anak komplek lainnya akan berkeliling membangunkan orang-orang untuk sahur.

Bibir Syafira mengerucut lucu. Mata dengan bulatan putih yang masih bening khas anak kecil itu mengerjap-ngerjap. Dan jika Syafira sudah memasang tampang andalannya yang seperti anak kucing minta dipungut itu, Hanafi mana tega? Akhirnya meski dengan agak terpaksa, anak laki-laki berbaju tidur gambar Spiderman itu menemani Syafira untuk memanggil teman-temannya yang lain.

Syafira kecil aktifnya luar biasa. Dia menyukai segala hal yang menurutnya menyenangkan. Dan merepotkan Hanafi adalah hobinya. Maklum, Syafira itu anaknya ... agak ajaib. Namun syukurnya Hanafi adalah teman yang baik. Mereka sudah seperti amplop dan prangko. Alias, tidak dapat dipisahkan. Baik di sekolah, di rumah, di mana ada Hanafi maka di situ harus ada Syafira. Terutama Syafira, yang setiap Hanafi ke manapun pasti akan selalu minta ikut. Syafira juga sering menginap di rumah Hanafi, lalu menonton film kartun kesukaan mereka bersama. Apalagi saat itu kakak perempuan Syafira sering bekerja sampai larut malam-Syafira sudah tidak memiliki orangtua dan hanya tinggal berdua bersama sang kakak, jadinya Syafira sering dititipkan di rumah Hanafi.

Hanafi adalah teman sekaligus kakak bagi Syafira. Dia akan selalu menjaga Syafira walau Syafira anaknya keras kepala. Seperti kala itu, Syafira dan Hanafi sedang bermain di taman, lalu tak lama hujan turun.

"Yeay ... hujan!" Syafira yang sangat menyukai air itu pun tentu saja girang. Dia akan berputar seperti gangsing dengan kepala terdongak ke atas, sampai meloncat-loncat sambil tertawa ketika air hujan yang diinjaknya bercipratan.

"Sya! Pulang, yuk! Nanti ibu marah!" Hanafi sampai harus berteriak karena hujan cukup lebat kala itu. Namun Syafira mana mungkin peduli? Dia malah menarik Hanafi dan mengajaknya menari di bawah hujan. Dan Hanafi yang mana mungkin meninggalkan Syafira, terpaksa menemani anak itu hingga keduanya harus pulang dalam keadaan basah kuyup. Lalu esok harinya Hanafi demam. Dia tidak bisa beranjak dari tempat tidurnya selama tiga hari. Selama itu pula, Syafira tidak pernah ke luar rumah kecuali untuk sekolah dan menemani Hanafi.

Lalu ada lagi cerita, yang membuat Syafira benar-benar merasakan figur seorang kakak laki-laki. Syafira masih ingat, hari itu di sebuah sekolah dasar, semua teman-teman di kelasnya sibuk membicarakan hari ibu. Ada yang membuat kartu ucapan, saling pamer hadiah yang katanya untuk ibu mereka, hingga pergi berlibur bersama keluarga. Syafira yang sudah tidak memiliki ibu sekaligus ayah itu pun tentu saja bersedih. Karenanya dia memilih mengasingkan diri di taman belakang sekolah.

"Kenapa?" Hanafi menghampiri Syafira yang sedang duduk seorang diri dengan wajah murung. Saat itu adalah jam istirahat kelas satu dan kelas dua, kelasnya Syafira dan Hanafi.

"Semuanya ngerayain hari ibu."

"Sya kan juga bisa ngerayain."

"Tapi Sya enggak punya ibu."

Syahid Cinta [New Version]Where stories live. Discover now