#2 terbentur duka

34 3 0
                                    

"Yanto Alexander?"

"Hadir,Bu Guru" sambil mengangkat tangan dan tersenyum.

Yap, telah 17 tahun berlalu sejak aku dilahirkan,sekarang aku tengah menduduki bangku sekolah kelas 12. Yanto Alexander adalah nama lengkapku, Yanto adalah nama yang biasanya aku dipanggil oleh siapa saja,kecuali satu orang.

"Yandeeeerrr!!! Selamat Pagi", Christinabela memanggil dari depan kelasnya. Yah, inilah makhluk yang satu-satunya memanggilku dengan sebutan lain. Aku sih tidak apa-apa dengan sebutan itu,aku anaknya santai kok.

Christinabela sungkawa adalah nama panjangnya, Bela adalah nama panggilannya. Yah, aneh sih memang nama lengkapnya, mungkin ibunya ketika melahirkan anak ini sambil melihat korban musibah di tv jadi diberi nama Bela Sungkawa. Hha,aku hanya mengarang,aneh sih soalnya.

Bela adalah satu-satunya orang yang ingin berteman denganku,cewek lagi. Alasannya apa? Bukan karena aku yang membatasi jumlah pertemanan yah,tapi karena kondisi keluargaku. Keluargaku bukanlah kelurga yang memiliki perekonomian tergolong kaya,cukup pun tidak. Ayahku hanyalah seorang yang bekerja sebagai tukang yang membawa pengangkutnya dalam kendaraan roda tiga yang disebut becak, ibuku hanya pembantu ,pembantu ketika ada panggilan saja,seperti untuk mencuci baju,cuci piring,bersih-bersih, dan lain sebagainya. Aku dan Ayah Ibu juga hanya tinggal di rumah yang kondisinya benar-benar tidak layak. Yang kalau tiangnya disleding saja udah roboh.

180o aku berbeda dengan Bela, ia adalah anak dari keluarga yang kaya raya,Ayahnya memiliki perusahaan yang sudah tersebar di berbagai wilayah di Tanah Air. Tak tau perusahaan macam apa itu,yang pasti ia sangat kaya. Rumahnya bertingkat 5 dengan rooftop yang ada kolam renangnya,serta taman yang menghiasi sekelilingnya. Kok aku tau? Yah bagaimana aku tak tau, dia selalu cerita apapun tentang dia ke aku,tentang sikapnya,keluarganya,sikap keluarganya,keluarga sikapnya, yah semacam itulah.

Lonceng sekolah berbunyi menandakan pembelajaran kelas berakhir untuk hari ini. Memasukkan setiap benda yang ada diatas meja; buku,pensil,penggaris,penghapus,dan juga jam waker. Yah, aku membawa jam waker ke sekolah, sebab ketika waktu istirahat berlangsung, aku cukup menyodorkan tas ke atas meja, kemudian ditimpal oleh kedua tanganku, lalu dibebani oleh kepalaku yang siap untuk menikmati masa nyenyak yang telah dianugerahkan oleh Yang Maha Kuasa. Namun sebelum itu, aku mengatur jam wakerku untuk membangunkanku 2 menit sebelum pembelajaran akan kembali dimulai,aku trauma dengan kejadian beberapa minggu yang lalu,aku tak bangun pada waktunya,dan ketika aku membuka mata, hari telah menjelang sore.

"Hey,Yantoo!!",sorak Ibu Yani, pegawai administrasi di sekolah, dari depan pintu dengan ekspresi yang sudah kutebak apa yang akan ia katakan.

"Iya bu, aku akan segera ke ruangan ibu", aku menjawab dengan nada yang agak mengacuhkan,sedang Ibu Yani hanya mengangguk paham.lalu pergi meninggalkanku menuju ke ruangannya dan aku masih sibuk dengan barang-barangku.

Melangkah masuk ke ruangan Ibu Yani,mengetuk pintu terlebih dahulu lalu mengucap salam,lalu ibu mempersilahkan masuk. Aku sangat tau apa yang akan kita bahas di dalam ruangan ini,sesuatu yang amat tidak menyenangkan akan masuk kedalam kuping, mengetuk gendang telinga lalu memecah harapan.

"Kamu tau kan? Apalasan ibu memanggil kamu kesini?"

"Tau bu"

"Tiga bulan tidak kau bayar uang sekolah, lalu setelah ini apa? Taukan peraturan di sekolah ini? Liat itu!" sambil menunjuk ke papan yang berisi peraturan wajib siswa yang harus dipenuhi. Disana menunjukkan bahwa tiga bulan tak membayar uang sekolah adalah sanksinya dengan mengeluarkan siswa itu.

"jadi, sekarang kamu pulang,Tanya ke ayah ibumu,bahwa uang sekolah harus terlunaskan esok hari. Mengertikan kamu?" lanjutnya dengan tegas. Aku hanya mengangguk dan menunduk,tak sanggup menahan ekspresi dihadapan ibu. Lalu aku berdiri dari tempat dan beranjak keluar dari ruangan Ibu Yani.

Keluar dari ruangan, terlihat Bela seperti telah menguping pembicaraan tadi, aku hanya mengacuhkannya, lalu melanjutkan langkahku tuk segera pulang. Tiba lenganku berada pada genggamannya, tanpa berbalik badan tuk menatapnya aku menghentakkan tanganku dan melanjutkan langkahku.


#Alkata :

'mustahil untuk menjadi tidak apa-apa, jika rasa duka masih terbalut di kalbu'

Cerita dalam DeritaWhere stories live. Discover now