"Siapa di sana?" Entah telinga macam apa yang dapat mendengar lirihanku. Aku sudah kehabisan keberanian untuk melanjutkan kenekatan ini. Namun, kali ini aku sudah terlanjur basah mengikuti kemauan bodohku.

Netraku terus menoleh ke arah kanan dan kiri. Namun, sedari tadi tak kudapatkan keanehan di sini. Atau jangan-jangan mereka hanya mau bersuara tanpa memperlihatkan wujud? Bukankah itu jauh lebih baik?

"Kemarilah, Dira! Aku tau kau pasti merindukanku, bukan?" Otakku seakan dihipnotis oleh suara asing itu. Langkah kaki memaksaku untuk mengikuti asal suara dengan pikiran yang setengah sadar.

"Nah, bagus! Kemarilah! Aku rindu bermain bersamamu seperti dulu, Dira." Suara misterius itu seakan-akan mengenaliku.

Nampaknya dia bukan orang yang asing bagiku. Namun, dia siapa? Mengapa aku tak dapat mengenalinya? Apakah saat kecil dulu aku sudah berteman baik dengan makhluk halus? Namun, sepertinya itu tidak mungkin. Karena terakhir kalinya aku ke sini saat berusia tujuh tahun. Sudah jelas kalau pada usia tersebut aku belum memiliki kemampuan berkomunikasi dengan makhluk halus.

"Siapa dirimu?" tanyaku dengan nada agak tegas.

"Kau lupa denganku? Sungguh?" Pertanyaannya yang lirih justru menjadi luka tersendiri bagiku. Ah, sebetulnya dia siapa?

Aku mulai menaiki anak tangga secara perlahan. Mungkin saja suara tersebut berasal dari sana. Ya, ruang piano itu terletak di lantai kedua rumah Omah. Sekelebat bayangan yang muncul membuat atmosfer rumah semakin mencekam. Nyaliku yang semula menciut, kini mulai tampak tak mempedulikan bagaimana wujud menyeramkan makhluk itu. Aku harus bertanggungjawab dengan rasa penasaran yang terkadang sering membuatku terjerembab ke dalam lubang yang berbahaya.

Zleb ....

Sekelebat bayangan hitam lewat kembali di samping kiriku dengan bentuk yang lebih jelas. Namun, ketika aku menoleh, tak ada siapapun di sana. Ludah yang masuk ke tenggorokan seakan-akan menjadi penyegar bagi karena kerongkongan yang sudah kering luar biasa. Peluhku tak habis-habisnya terus mengucur.

Sekarang, berdirilah aku di depan ruang yang gelap dan benar-benar tak terawat. Tidak seperti kamar lain yang benar-benar Omah jaga kebersihan serta kerapihannya. Di depan ruangan itu tertulis ....

A piano.

Perlahan kuraih knop pintu dengan sedikit ragu. Karena bagaimanapun juga, ruangan ini pasti terkunci. Beberapa besi yang ada sudah tampak berkarat dan tidak sekuat knop pintu pada ruangan lain.

Cklik ... Cklik ....

Benar dugaanku. Pintu tak bisa dibuka karena memang terkunci rapat dan tak ada salah seorang pun yang ingin masuk ke sana selain almarhum Kakek waktu dulu.

Rasa penasaranku tak berhenti sampai di situ. Sekuat tenaga aku mencoba mencari-cari kunci di beberapa lemari terdekat. Barangkali Omah tak sengaja menaruhnya di sana.

Kincling ... Kincling ....

Pencarianku berhenti saat mendengar suara besi-besi kecil yang saling berdenting. Pandanganku tertoleh ke arah kanan. Senyumku mengembang tatkala melihat sebuah kunci yang tergantung pada tempat penyimpanan sapu.

Hap!

Dapat! Aku mulai membuka kunci itu, berharap memang ini lah kuncinya.

Ceklek!

Akhirnya!

Kriet ....

Suaranya memang mirip suara pintu tua yang agak sulit untuk dibuka.

Bisikan Mereka ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat