Des

16 2 0
                                    

"Mba, saya pesen es kopinya satu sama french fries satu ya." Kata salah satu pelanggan yang baru saja datang.

Aku tersenyum. "Ada lagi, Mas?"

"Itu aja." Katanya ramah.

Aku tidak perlu banyak bicara ketika para pelanggan datang ke kedai kopiku. Kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku masih mau jadi pelayan, eventhough i'm the owner. Sesekali aku mau juga ngerasain yang namanya usaha, aku juga nggak suka dibilang sebagai bos yang cuma sekadar nyuruh sana sini. Ya, at least, i know how it feels when we make our customers happy. Kalau bicara soal menyenangkan hati pelanggan, Odi jagonya. Segitu berartinya dia buat hidup aku.

Untuk menarik perhatian pelanggan, kita pasti butuh sesuatu yang unique or out of the box, right? I can't do that. Odi helped me and we made it! Saat itu kedai kopiku sangat-sangat sepi dan aku sampai menyerah menghadapi situasi ini. Dari aku yang tadinya selalu semangat menghadapi para pelanggan, menjadi keluar rumah aja aku nggak mood. Satu-satu nya cara untuk mengembalikkan mood seorang Derana adalah diajak ke taman. That's a ordinary things. Taman itu ngebantu aku banget buat menghilangkan yang namanya stres. Aku banyak belajar kalau di taman itu, ngga semuanya harus dengan hati yang senang untuk pergi kesana. Bisa saja taman menjadi suatu kenangan buruk bagi beberapa orang. When i need time for myself, i go to park. Aku bisa ngeliat apa aja disana. Anak kecil lagi disuapin, pasangan yang baru jadian sambil suap-suapan es krim—oh gross, dan banyak lagi hal-hal yang bikin aku ketawa sampe bikin aku nangis.

Pernah nggak kalian ngeliat anak kecil lagi main sama kucing tiba-tiba anak kecil itu nggak sengaja ketabrak mobil. I'm so sad and i can't just stay like a statues. I helped him, i cried all the way. Untungnya anak itu masih bisa diselamatkan. Walaupun ya harus menjalani beberapa operasi di kepala karena kehilangan banyak darah. He is a cute boy. Dia pantes untuk diselamatkan. Pengalaman itu ngga membuat aku berhenti pergi ke taman. It makes me realize that so many people outhere who need help. Aku bahkan rela berdiam diri berjam-jam sambil ngeliatin aktivitas orang-orang. I'm wasting my time but i love it.

Today is a good day. Banyak pelanggan yang datang ke kedai kopiku. Belum terlalu besar, tapi lumayan untuk sekadar bersantai bersama teman-teman dan menugas untuk para mahasiswa yang sedang di kejar deadline. Smoking area pun juga tersedia di kedai kopiku. For your information, i really hate smokers, even my dad. Aku udah nggak mungkin sanggup kalau harus ke bagian smoking area. So, i have reliable person named Riyu. He is the one who i trust, i share everything to him. Love, family, even my private problems. He is like brother to me.

"Ri, smoking tuh. Kamu ya." Aku terkekeh.

Dia tertawa kecil. "Iya, Mba Dera."

"Inget! Jangan lupa senyum."

"Pasti." Dia tersenyum lebar.

Aku tertawa melihat tingkahnya. Wajar masih remaja jadi masih bisa tersenyum bebas. Biasanya, kebanyakan remaja pada umur segini sedang mencari sesuatu yang akan dibanggakan di masa depan, let's we called "Jati diri". Riyu bisa dibilang the youngest workers in my cafe. Dia masih di umur 17 tahun. Banyak alasan mengapa sejak umur yang masih sangat muda dia sudah menjadi seorang pelayan kafe, ya karena keadaan ekonomi yang bisa dibilang kurang dan tidak ada lagi yang bertanggung jawab atas keluarganya. Ayahnya sudah meninggal lima tahun yang lalu. He is a strong boy i've ever met.

"Mba, kenapa sih mba sebel banget sama orang ngerokok?" tanyanya polos.

"Ri, ngerokok itu buat apa aku tanya?"

Dia berpikir. "Ngilangin stres."

"Udah? Itu aja?"

"Hmm. Bermain bersama asap." Katanya bercanda.

Ekspetasi vs RealitaWhere stories live. Discover now