28. Kabar Memilukan Semua Insan

Mulai dari awal
                                    

“Allesya gak pa-pa, kok. Dia gadis yang kuat. Dia pasti sembuh.”

“Allesya kecelakaan. Dan semua itu salah aku yang gak becus jagain dia, Rani.” Ilham berkata parau. Ia balas memeluk istrinya. Menutupi kesedihan yang terlihat di wajahnya.

Barangkali ... ia bisa menemukan obat di pelukan istrinya.

“Menurut aku, kamu itu kakak yang sempurna. Kamu kerja keras kayak gini juga demi Allesya, kan? Jadi, berhenti nyalahin diri kamu sendiri, Mas.” Rani mengusap-usap tengkuk sang suami. Berharap agar suaminya bisa tenang.

“Ayo, kita keluar. Biarin Allesya istirahat. Kita kabarin teman-temannya.” Rani menghela napas, “itu ponsel Allesya ada di nakas. Pasti disana ada kontak temannya.”

Ilham mengangguk didalam pelukan Rani. Ia meraih ponsel Allesya dan membawa keluar ruangan.

Ia segera menelpon Agil.

“Halo, Allesya. Tumben telpon dulu. Kangen, ya?” Ucap Agil melantur.

“Lo sekarang dimana?”

“Ka-Kak Ilham? Kenapa, Kak?” Agil terlihat gelagapan di seberang telepon.

“Lo dimana?”

“Gue di rumah Dito.”

“Sekarang juga ke rumah sakit XX!”

“Emangnya ada apa, Kak?”

“Biarin temen lo yang nyetir.”

Ilham memutus panggilan sepihak. Ia terlalu rapuh untuk perihal ini. Rasanya ia sangat lelah dengan takdir yang membelenggunya.

Perusahaannya diambang batas. Baru saja kehilangan calon anaknya. Dan sekarang ... ia harus melihat adiknya yang terbaring lemah di sana.

Bersyukur ia masih memiliki satu wanita yang dijadikan untuk alasan hidup. Wanita yang mencintainya sepenuh hati.

“Mas, kamu belum makan, to? Ayo makan dulu di luar.”

“Gak, Dek. Aku mau disini aja jagain Allesya.”

“Yaudah kalo gitu biar aku aja yang beli makanan.”

“Jangan pergi.” Ilham menahan tangan Rani ketika mulai beranjak untuk mencari makanan, “aku ... gak mau kamu kenapa-kenapa.” Ia menggeleng.

Terlihat sangat kacau.

“Biar aku telpon Agil aja buat bawain kita makan.”

“Iya, Kak? Ini gue udah perjalanan ke rumah sakit.” Ucap Agil ketika telepon tersambung.

“Bawain gue dua porsi makan, tolong.” Ilham menjawab dengan parau.

“Oke. Mau apa?”

“Terserah.”

***

Agil berlari menuju ruangan yang dimaksud oleh Ilham. Membuat teman-temannya tertinggal. Ia merasakan perasaannya yang tidak enak sedari siang semenjak Allesya memutuskan untuk pulang.

“Kak? Siapa yang sakit?” Agil berusaha untuk berpikir positif. Barangkali yang sakit bukan Allesya.

Ilham mengangkat kepalanya menatap Agil, “Allesya ... kecelakaan.” Ia menunduk lagi.

Agil tercekat. Ia tremor. Ia langsung menapakkan telapak tangannya di dinding untuk penyangga tubuhnya.

Jadi ... ini yang membuat perasaannya gelisah?

“Kenapa bisa?” Agil bertanya dengan lirih. Ia menundukkan kepalanya tak mampu menampakkan wajah terpukulnya.

“Allesya gak pa-pa, Agil. Jangan khawatir.” Rani berusaha untuk menenangkan.

Agil segera memasuki ruangan dengan tergesa ketika Rani berbicara. Membuat teman-temannya yang baru datang itu bingung.

“Allesya ... maafin aku.” Agil menggenggam tangan Allesya. “semua ini salah aku.” Suaranya terdengar bergetar seperti orang yang ketakutan.

“Kalo aja tadi aku tetep nganterin kamu, pasti gak kayak gini kejadiannya.” Agil mengecup punggung tangan Allesya berkali-kali.

“Aku emang bodoh.”

Cklek!

Agil tidak terganggu dengan suara pintu yang di buka. Disana ada Dito, Arshi, dan Mafina yang melihat Agil serapuh itu.

Baru kali ini Dito melihat Agil sesendu itu.

“Kamu kenapa pegang tangan Allesya kayak gitu, Agil?” Arshi menghampiri Agil dan melepaskan genggaman tangan mereka. Ia heran.

Agil menoleh menatap Arshi kosong, “Emang gak boleh?”

“Gak boleh, dong. Kamu itu bukan siapa-siapa dia, kan? Kamu itu milikku.”

Wajah Agil merah padam dengan jawaban Arshi. Berusaha untuk menahan emosinya, ia berkata dengan halus agar tak menyakiti hati gadis itu, “Dia itu calon tunangan gue, Ar. Kenapa gue gak boleh pegang tangan dia?”

Arshi sangat terkejut. Ia menggeleng tak percaya, “Gak mungkin. Kamu itu milikku, Agil.”

“Gue gak pernah nyatain perasaan gue ke elo. Kenapa lo bisa seyakin itu kalo gue suka sama lo?”

Arshi merasakan beribu-ribu ditikam panah di dada kirinya. Agil menyukainya. Dan ia menyukai Agil. Mereka sama-sama tahu perasaannya masing-masing.

Memangnya salah jika Arshi melarang Agil untuk berdekatan dengan Allesya? Semua dilakukannya karena semata-mata ia takut jika Agil melabuhkan hatinya kepada gadis yang terlelap sendu di brankar itu.

Ia sangat takut. Bahkan ia sendiri tidak tahu jika Agil memang telah melabuhkan hatinya di tempat ternyaman.

Tempat itu adalah hati Allesya.

Arshi meneteskan air matanya. Ia merasa tersakiti, “Kamu jahat.”

“Lo yang udah bikin gue jahat! Kalo tadi lo gak nahan gue buat gak nganterin Allesya, mungkin kita semua gak bakal lihat Allesya kesakitan kayak gini dan juga ... gue gak bakal marahin lo kayak gini!” Agil meninggikan suaranya. Pikirannya sangat kacau.

Dunianya seolah runtuh.

Dito mendekati Agil, ia menepuk pundak sahabatnya dengan pelan, “Kontrol emosi lo, Gil.”

“Bahkan gue gak bisa ngelindungin cewek yang gue sayang, Dit.” Agil menjilat bibir bawahnya, “gue ... goblok banget, ya.” Ia terkekeh pedih sembari menundukkan kepalanya.

Rasanya ia malu dengan semua kata yang pernah di ucapkannya kepada Allesya.

Arshi menangis di pelukan Mafina. Ia merasa tercurangi oleh keadaan.

“Jangan bikin rusuh di ruangan adik gue.” Ilham masuk dengan tatapan kosongnya. Ia sama-sama merasa kosong seperti Agil. Ia sama-sama merasa payah.

Arshi dibawa keluar oleh Mafina. Kini mereka di luar kamar bersama Rani.

Agil lantas menggengam erat tangan kekasihnya lagi, “Allesya, aku mohon ... bangun. Aku minta maaf karena gak bisa jagain kamu. Aku - aku,” ucap Agil terputus karena suaranya yang tercekat.

Ia menelungkupkan kepalanya di sisi tangan Allesya. Sekarang, Ilham percaya dengan ucapan adiknya, jika Agil itu memang baik.

Ilham mendekati Agil. Ia mengelus-elus punggung Agil, berusaha untuk menenangkan. Padahal, Ilham sendiri juga belum sepenuhnya tenang jika adiknya belum membuka matanya.

Mereka sangat bersyukur karena mesin EKG yang bergerak putus-putus naik-turun. Memperlihatkan degupan jantung Allesya.

“Maafin gue yang gak bisa jagain adik lo, Kak.” Agil meminta maaf kepada Ilham. Ia merasa malu dengan kakak dari kekasihnya itu.

Ilham hanya mengangguk datar.

Kedua manusia ini ... mungkin saja akan lebur jika di tinggal oleh Allesya.

***

Don't forget to vomment for next update, guys.

Update setiap 3 hari sekali gimana, ya? Menyesuaikan deh kalo yang baca antusias sama cerita ini. Wkwk

Biglove. Sankyu

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang