Pertemuan Musim Dingin

24.8K 486 32
                                    

Chapter 1

Pertemuan Musim Dingin


Happy reading!

Memulai hidup baru di negara berbeda bukanlah hal mudah. Hal inilah yang aku alami, semenjak kematian kedua orang tuaku dua bulan yang lalu karena kecelakaan, Kak Hilbert memutuskan untuk membawaku bersama Kak Nola, istrinya pindah ke Swiss. Negara kelahiran papaku. Kami sangat terpukul dengan kejadian itu. Maka untuk sedikit melupakan ... ya di sinilah sekarang di negara seni.

Kedua orang tuaku adalah pengusaha di bidang perhotelan. Dan untuk waktu yang tidak ditentukan Kak Beni teman Kak Hilbert, sementara mengurus bisnis keluarga kami di Indonesia. Sedang Kak Hilbert dan Kak Nola mengambil alih cabang perhotelan yang ada di Zurich.

Dari negara yang beriklim tropis_ negara kelahiran mamaku_Indonesia, aku pindah ke Swiss yang beriklim maritim. Saat ini di Swiss sedang mengalami musim dingin. Dan ini adalah musim dingin pertamaku.

Aku masuk ke Zurich University of the Art, memilih dengan sistem online dan mengambil akselerasi. Untuk mengikis rasa jenuh, aku melakukan kunjungan wisata. Dan untuk kali ini pilihanku jatuh ke kota Basel, kota terbesar ke tiga. Kota yang terkenal indah dan mengagumkan ini menyimpan kekayaan seni dunia dan keunikan tersendiri.

Seperti kota lain di Swiss pada umumnya, mayoritas merupakan bangunan tua berusia ratusan tahun yang masih terawat dan dapat berfungsi baik. Dan ... tentu saja aku tidak mau ketinggalan wisata kulinernya. Hal pertama yang aku coba adalah cheese fondue with herbed crostini dan yang ke dua adalah steak wagyu organic daging sapi yang terkenal dengan racikan bumbu khas Swiss sejak ratusan tahun yang tentunya menjanjikan rasa yummy di mulut.

Puas dan kenyang merasakan nikmatnya kuliner aku melanjutkan kunjungan ke musium. Menurut data di kota Basel ini memiliki lebih dari 40 buah museum. Yang pertama aku kunjungi adalah musium Fondation Beyeler, musium yang memiliki koleksi lengkap pelukis-pelukis dunia seperti Vincent Van Gogh dan Pablo Picasso. Setelah itu aku pergi berkunjung ke museum Der Kulturen Basel.

Puas melihat-lihat, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar situ, hingga kakiku berhenti di depan sebuah panti asuhan. Sejenak aku ragu, antara melanjutkan melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam atau beranjak pergi.

Akhirnya ku putuskan untuk masuk ke dalam. Seorang wanita paruh baya menyambutku dengan keramah tamahannya. Menanyakan keperluanku, dan ku katakan kalau aku hanya ingin berkunjung dan melihat anak-anak.

Setelah sedikit berbincang_berkenalan_barulah ku ketahui namanya. Wanita paruh baya tadi bernama Grace. Selanjutnya Grance menemaniku melihat-lihat dan mempertemukanku dengan anak-anak yang berada di sini.

Aku bergabung dan bersendau gurau dengan anak-anak di sebuah ruangan bermain. Dengan terpaksa aku harus pamit sebentar ke mereka untuk pergi toilet, panggilan alam. "Tolong tunjukka letak toilet, Grace."

"Dari ruangan ini kamu terus saja jalan lurus hingga menemukan belokan ke arah kanan di ujung."

"Terima kasih." Grace membalas dengan senyumannya.

Setelah mengikuti arahan dari Grace, aku pun menemukan letak toilet yang kubutuhkan. Selesai dengan urusan alam, aku ke wastafel untuk mencuci tangan dan sedikit merapikan penampilanku di kaca sebelum keluar.

Aku sudah bersiap melangkah ketika suara gesekan biola memenuhi indra pendengaranku. Alunan yang menyentuh hati, tersirat kesedihan. Penasaran, aku mulai mencari ke sumbernya.

Dan di sinilah aku sekarang, berdiri di depan sebuah aula memperhatikan dengan seksama di mana beberapa anak duduk bersila membentuk sebuah lingkaran. Duduk dengan tenang dan bertitik di satu pusat. Seorang pria dewasa. Aku meresapi setiap nada gesekannya, tanpa sadar perasaanku juga ikut terbawa, mataku berkabut.

Hingga riuh suara tepuk tangan dari anak-anak mengembalikan keterpakuanku pada sosok pria dewasa itu. Permainannya sudah berakhir tetapi nada sedih itu masih_entahlah, yang pasti hatiku nerasakan sakit.

Aku menunduk, menyeka sudut mataku yang berair. Dan saat itulah, saat aku mengangkat wajah, tatapan kami bertemu. Aku tersenyum ke arahnya dan dia pun membalas dengan tersenyum padaku.

"Syukurlah kamu di sini, aku kira kamu tersesat, Chantal." Grace sudah berada di sampingku tersenyum lega.

"Oh, maafkan aku, Grace. Tadi aku mendengar alunan biola yang merdu dan di sinilah aku berakhir."

"Kamu tadi juga ikut menonton?" aku mengangguk. "Leon berbakat kan? Aku berharap suatu hari nanti dia akan menjadi seorang pemain yang handal dan terkenal." Ucapan Grace memang benar, permainannya tadi sangat menakjubkan.

Aku mencari keberadaannya, sayangnya dia sudah tidak ada. "Kamu mencari Leon?" tanya Grace yang mungkin tahu dengan gelagatku.

"Iya."

"Selesai memberi hiburan ke anak-anak, Leon akan langsung pergi. Kerja."

"Oh."

"Kalau kamu ingin bertemu dengan Leon, besok kamu ke sini lagi. Kamu tertarik?"

"Ya, Grace, aku tertarik dengan Leon. Baiklah, besok aku akan ke sini lagi."

"Terima kasih."

"Harusnya aku yang berterima kasih, Grace."

"Tidak perlu sungkan padaku, Chantal."

Aku melihat ke arah jam tanganku. Oh, Tuhan ... aku lupa menghubungi kakakku. Pasti dia khawatir. "Grace, aku harus pulang," kataku tidak enak.

"Kakakku dan kakak iparku pasti khawatir."

"Hei, tidak masalah. Jangan tidak enak begitu. Pergilah, hati-hati di jalan."

"Anak-anak, Kak Chantal pulang dulu. Besok Kakak ke sini lagi. Kita akan bermain bersama."

"Janji?" teriak mereka.

"Yup, janji."

Aku berjalan keluar meninggalkan panti. Berhenti di halte bis, duduk di sebuah bangku yang tersedia. Kurasakan suhu udara semakin dingin sehingga aku sesekali meniup telapak tanganku. Sial, memang, aku lupa memakai jaket tebal. Naas, pulang-pulang pasti aku sakit.

Saat tengah tenggelam merutuki kebodohanku, seseorang tiba-tiba berdiri dihadapanku. Tanpa kata dia memakaikanku jaket tebal. Mendongak, kudapati tatapan hangat itu lagi. Dia tersenyum ke arahku dan ... aku membeku.

"Leon," panggilku lirih sambil menatap punggungnya yang semakin menjauh.

"Bodoh," umpatku pada diriku sendiri yang lupa untuk mengucapkan terima kasih.

To be continued....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 12, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Complementary (Repost)Where stories live. Discover now