3.5

17 5 2
                                    

"I am one of the last guards on this earth."

-Ficus Benjamina

***

Tak terasa hari-hari terlewati begitu saja. Suhu terasa makin panas dari sebelumnya. Tumbuhan-tumbuhan yang masih tersisa di sini, kebanyakan telah mati, tak mampu bertahan akibat cuaca yang dari hari ke harinya makin ekstrim. Sepertinya sang ozon di atas sana telah mencapai batasnya dan makin menghilang. Suasana kota yang selalu membuatku mengumpat pelan, kini bagaikan tempat yang sunyi sepi tanpa adanya tanda-tanda kehidupan. Karena hari ini adalah 'hari' yang telah ditentukan oleh para leacount di seluruh dunia. Hari bagi semua umat manusia untuk mengeksplorasi tata surya.

Dari taman kota ini dapat kulihat sebuah kapal angkasa yang letaknya tak jauh dari sini. Mungkin kira-kira, letaknya berada di pusat kota. Entahlah kini Acacia, Flin, dan Delonix sedang apa. Jujur aku sangat merindukan mereka.Entahlah bagaimana kabar Demetrios. Sampai sekarang, aku masih belum bertemu dengannya. Aku tak berharap terlalu banyak padanya. Toh, aku juga sudah merasa akan segera 'pergi' seperti tumbuhan-tumbuhan lainnya yang ada di sini.

Kota menjadi sunyi. Tak ada lagi hologram-hologram di jalanan yang sering muncul secara otomatis. Roport juga sudah diberhentikan semenjak beberapa hari yang lalu. Teknologi vesirent yang terkemuka itu pun sudah tak menghalangi pandanganku. Toh, penggunanya saja sudah menghilang karena akan pergi. Bangunan-bangunan bulat didiamkan begitu saja.

"Sepertinya kota yang ramai oleh banyak orang sedikit lebih baik daripada kota yang sepi ini," ucapku pada diriku sendiri.

Aku melihat ke arah matahari yang dengan terang-terangan muncul di atas sana. Seakan tak memedulikan kehidupan yang masih ada di bawahnya.

"Hei! Daunku sudah berguguran dan tersisa sedikit. Bisakah kau pergi atau bersembunyi sementara sampai aku 'pergi'?" ucapku setengah berteriak pada matahari. Dan tentunya tak ada jawaban setelah itu.

Deg ...

"Akh!!" Rasa sakitnya sangat menyakiti diriku. Aku merasa sudah tak kuat untuk terus menahannya. Suara dari alat dalam sistem vesirent itu juga sudah tak menyala lagi, karena telah dihentikan sejak beberapa hari yang lalu.

Apa ini akhir dari hidupku?

"Hei!"

Aku mengalihkan pandanganku. Tepat di depanku berdiri seorang remaja laki-laki berusia 15 tahunan dengan napas yang tersengal. Seperti biasa.

Demetrios datang ke sini!

Dia keluar dari sebuah lubang hitam yang muncul di depanku sendirian. Aku merasa senang dan sedikit keheranan. Padahal sebentar lagi kapal angkasa itu akan segera berangkat. Namun, mengapa dia datang ke sini?

"Maafkan aku ...."

"Seharusnya, minggu yang lalu aku datang ke sini dan membawa Ayahku," ucapnya sambil menundukkan kepala. "Tapi aku gagal dan malah disibukkan dengan segala aktivitas untuk membantu Ayahku."

Aku tahu dia pasti kesulitan. Ayahnya memang orang yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Itulah alasan mengapa dia hanya bisa ke sini seminggu sekali.

"Seharusnya aku bisa membawamu ikut naik kapal angkasa itu. Tapi ... aku gagal." Raut wajah kecewa dan sedih terlihat di wajahnya. Aku hanya terdiam.

Tiba-tiba saja, sebuah lubang hitam muncul di belakang Demetrios. Dari sana keluar seorang laki-laki berumur dengan sebuah layar tipis yang tak pernah luput dari pandangannya.

"Dementrios! Kenapa kau tiba-tiba saja hilang dan pergi ke tempat seperti ini?" ucap Delakra. Ya, dialah seorang scielant yang telah menciptakan teknologi vesirent yang terkemuka itu, sekaligus ayah dari Demetrios.

"Ayah! Kenapa kau datang ke sini?" ucap Demetrios kaget.

"Karena sebentar lagi kapal angkasa 12 akan segera berangkat," jelas Delakra. "Ayo kita pergi!"

Demetrios tetap berdiri di tempatnya. Dia sama sekali tak bergerak sedikit pun dan mengikuti ayahnya. Merasa tak diikuti, Delakra membalikkan tubuhnya.

"Ada apa?"

"Ayah harus membawa tumbuhan ini!" Demetrios menunjuk ke arahku.

Apa dia sudah gila?! Itu adalah hal yang mustahil.

"Tumbuhan yang sebentar lagi menemui ajalnya ini?' tanya Delakra. Demetrios mengangguk sebagai jawaban. "Itu mustahil. Tumbuhan ini bahkan tak akan bertahan saat di perjalanan. Dan dalam beberapa hari lagi, tumbuhan ini pasti akan mati seperti tumbuhan lainnya yang ada di sini."

Delakra kembali mengutak-atik layar tipis miliknya itu. Lalu sebuah lubang hitam seukuran dirinya dan vesirent-nya itu tercipta. "Ayo!"

"Kenapa Ayah selalu bertindak seenaknya?" ucap Demetrios.

"Kau yang bertindak seenaknya. Ayah selalu bertindak sesuai fakta, sesuai dengan apa yang sudah terlihat benar."

"Tapi Anda tetap harus membawanya!" ucap Demetrios setengah berteriak.

"Berhentilah bersikap seperti anak kecil. Kau ini sudah besar dan tentunya mengerti bagaimana tatakrama yang baik terhadap orang tua."

Dengan tiba-tiba, Delakra melemparkan 3 buah teport t-100 kepada Demetrios. "Kita harus pergi."

"Anda harus membawanya! Dia tak bisa ditinggalkan di sini begitu saja."

Demetrios terus berteriak. Namun semua itu percuma, karena Delakra telah pergi memasuki lubang hitam itu. Secara perlahan dirinya menghilang. Dapat kulihat dari sini, dia menangis tak terima atas keputusan ayahnya.

"Selamat tinggal," ucap Demetrios sebelum tubuhnya benar-benar meenghilang.

Sunyi. Kota ini terlihat seperti sebelumnya. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sini.

Delakra memang benar, bahwa dalam beberapa hari ini aku akan 'pergi' seperti yang lainnya. Aku sudah tak punya banyak waktu lagi untuk bertahan. Sejauh ini aku memang beruntung, karena hujan asam belum turun saat vesirent sudah tak ada lagi.

Kapal angkasa itu mulai menyala. Terlihat seperti roket yang meluncur ke luar angkasa. Tekanan yang kuat membuat angin berhembus dengan kuat ke seluruh arah di sekitarnya, termasuk ke arahku. Kapal angkasa itu mulai terbang dan dalam hitungan beberapa detik lenyap dari pandanganku.

"Selamat tinggal Acacia, Flin, Delonix, dan Demetrios," gumamku.

"Untukmu Acacia, aku sangat berterima kasih. Kalau bukan karenamu, mungkin sampai saat ini aku masih teguh dengan keegoisanku itu. Kau yang meyakinkanku bahwa masih ada kebaikan di bumi ini."

"Terima kasih Flin. Karena terkadang, kau bisa satu pemikiran denganku. Semoga kau bisa tumbuh lebih besar di luar sana."

"Terima kasih juga untukmu Delonix. Berkat dirimu, aku bisa sedikit mengetahui tentang teknologi yang ada di dunia ini. Dan kuharap, sampai saat ini kau tak menungguku lagi."

Aku mengambil napas sejenak.

"Dan untukmu Demetrios. Terima kasih telah menjadi salah satu kebaikan yang menghampiri diriku. Berkat dirimu, aku bangga bisa menjadi 'Penjaga Manusia Terakhir' di bumi. Terlalu banyak kata terima kasih yang ingin aku sampaikan pada kalian semua."

Sekali lagi tinggal diriku yang ada di sini. Menunggu sampai waktuku telah tiba. Waktuku untuk 'pergi' seperti yang lainnya. Yah ... tapi setidaknya aku akan 'pergi' sebagai pahlawan terakhir di bumi, sebagai 'Penjaga Manusia Terakhir' di bumi. Aku yakin tak akan menyesal karena itu.

Hampir terlupakan. Aku sudah menemukan jawaban pasti dari pertanyaan terakhirmu Acacia. Aku akan tetap berjuang, meskipun tak ada seorang pun yang peduli padaku.

Karena aku adalah salah satu dari Penjaga Terakhir di bumi ini.

***

The End.

Vote and comment if you enjoy this story👉

I purple you💜
-Noya

Human and The Last Guard in The Earth✔Onde histórias criam vida. Descubra agora