1.0

38 6 2
                                    

"As you grow older, you will realize that you have two hands, one for helping yourself, and one for helping others."

-Audrey Hepburn

***

Sebelum hujan asam ini makin membesar, vesirent yang sudah didesain khusus untuk setiap tumbuhan di taman kota ini otomatis menyala dan langsung membungkus seluruh tubuh kami semua.

"Huh! Tadi itu sangat menyakitkan," protes Flin. "Bagaimana bila nanti alat ini rusak? Kalau iya, aku tak akan segan-segan untuk menghantui para leacount itu."

"Kau ini memang kuno dan kekanak-kanakkan, ya," ucapku. "Tak ada yang namanya hantu bagi kita semua."

"Tapi menurutku, vesirent ini memang harus diberikan sensor khusus agar langsung tertutup sebelum hujan asam terjadi," ucap Delonix. Dia memang sedikit tertarik pada teknologi.

Aku kembali merenungkan kejadian tadi. Mengapa tiba-tiba saja daunku berguguran? Apakah vaksin yang diberikan oleh manusia itu sudah tak mempan lagi bagiku?

Pikiranku itu terputus ketika mendengar ocehan demi ocehan yang Flin lontarkan.

"Tapi kalau alat itu rusak, aku akan sangat marah! Kita sudah memprioritaskan manusia sebagai hal yang harus dilindungi meskipun nyawa taruhannya. Tapi untuk mementingkan kita saja, mereka itu masih lengah. Seperti tidak benar-benar berniat untuk menolong," oceh Flin.

Aku tersenyum senang dan berkata, "Nah ... kan aku sudah bilang sejak dulu tentang itu. Tapi kalian saja yang setiap hari menutup telinga, tak mau mendengar penjelasan dariku."

"Sudahlah Flin, jangan menjadi Ficus kedua. Kau hanya akan membuatku menjadi super khawatir setiap harinya," seru Acacia.

"Lagi pula, ini sudah menjadi tujuan kita semua hidup. Kita diciptakan alam, untuk ikut melindungi manusia. Jadi percuma saja, kalau kau mau protes setiap harinya," jelas Delonix.

Aku sudah mengetahui dan memahami apa yang dibicarakan oleh Delonix tadi. Maka dari itu, akhir-akhir ini aku sedang mencari tahu apa alasanku tetap berjuang di sini. Namun nihil. Sampai sekarang, aku masih belum juga menemukannya.

Aku kembali melihat ke sekitar. Dari jauh dapat kulihat seorang remaja laki-laki berusia sekitar 15 tahunan berlari menujuku. Dengan napas yang tersengal, dia berhenti dan langsung bersandar di tubuhku. Apa daya, aku tak bisa bergerak menjauh ketika dia melakukan hal itu. Aku ini hanyalah tumbuhan yang bergerak bila ada sesuatu yang membuatku menjadi 'peka'. Bahkan kemungkinan kecilnya, aku hanya akan bergerak tumbuh saja. Itu pun kalau tak terganggu oleh cuaca dan suhu yang mulai tak menentu.

"Hah ... akhirnya aku sampai di sini," ucap remaja laki-laki itu. Kalau aku tak salah ingat, namanya adalah ... Demetrios Fill.

Aku lupa menceritakan dirinya. Demetrios ini memang selalu datang kepadaku seminggu sekali sambil berbicara berbagai hal yang terkadang tidak penting sama sekali. Dia pernah bercerita kepadaku , bahwa ayahnya merupakan seorang scielant. Sedangkan ibunya adalah seorang hunor—rakyat biasa yang hanya mengikuti instruksi dari para leacount. Namun, gen dari ayahnya lebih mendominasi dirinya, sehingga dia termasuk seorang scielant.

"Wah ... seperti biasa. Berada di sini selalu membuatku tenang," ucap Demetrios.

"Ficus. Dia datang lagi," ucap Acacia.

"Menurutku dia itu terlalu mengganggu!" Sepertinya Flin masih merasa kesal. Kami semua tahu, ucapannya itu selalu tergantung pada mood-nya sendiri.

"Kau seharusnya tak berkata seperti itu, Flin. Percayalah, terkadang ucapan anak itu ada benarnya," ucap Delonix menengahi.

"Ya ... terserah apa katamu," aku menjeda ucapanku. "Tapi tetap saja, aku merasa sedikit risih padanya."

Human and The Last Guard in The Earth✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant