25. Perjalanan Berakhir Kesinisan

Mulai dari awal
                                    

Di sekolahnya itu, mereka akan diberi pilihan untuk memilih tempat Praktek Kerja Lapangan. Berhubung STM mereka terkenal, maka pihak sekolah sangat berani untuk membuka kerja sama dengan seluruh industri permesinan di Indonesia.

“Ya, kan, gue gak tau. Dulu gue milih itu pas diruang Kepsek, loh. Pertama masuk.” Allesya mengangguk meyakinkan.

“LDR selama 3 bulan, dong.” Agil menunjukkan raut sedihnya.

“Gak pa-pa, asal jangan putus komunikasi.” Allesya menepuk-nepuk punggung Agil.

Sepertinya salah posisi, ya?

“Lo gelombang pertama, kan? Nama lo awalnya kan huruf A kayak gue. Nomor absennya juga kelihatan di deretan awal.” Agil senang ketika melihat Allesya mengangguk.

Yess! Akhirnya kita bisa ketemu di 3 bulan berikutnya.”

Sistem disekolahnya menuntut untuk Praktek Kerja Lapangan atau bisa disebut dengan prakerin itu selama enam bulan. Setiap tahunnya dibagi pergelombang. Gelombang pertama akan melakukan prakerin terlebih dahulu selama tiga bulan. Setelah itu, mereka kembali ke sekolah untuk mengikuti pelajaran di kelas. Untuk gelombang kedua, mereka akan berangkat prakerin setelahnya. Begitupun seterusnya hingga waktu prakerin berakhir.

Tentunya tempat yang sudah dipilih tidak boleh untuk di tukar dengan tempat lain. Karena setelah diberi pilihan maka pihak sekolah akan mengonfirmasikan dengan pihak industri. Maka jika ada yang menyesalinya ... ya, resiko ditanggung pembeli.

“Yaudah, keluar!” Usir Allesya lagi.

Agil mengangguk dan segera keluar dari mobil Allesya. Ia berterimakasih sebelumnya.

Gadis berpipi tembam itu berniat untuk membeli novel lagi sebelum pulang ke apartemen. Kini, dirinya memacu mobil menuju ke toko buku yang terkenal.

Selang beberapa menit, ia telah sampai di parkiran. Ia segera memarkirkan mobilnya dan masuk kedalam toko buku. Ketika ia sampai di lantai dua, ia melihat seseorang yang tak asing dimatanya.

Allesya mengernyit dan menajamkan penglihatannya. Terlihat sepasang kekasih yang tengah melihat-lihat buku. Dimana sang lelaki merangkul pundak kekasihnya. Allesya berdecih sinis didalam hatinya. Ia segera menuju rak-rak buku dan melewati dua orang itu.

“Allesya?” panggil Rangga terkejut ketika Allesya berhadapan dengan dirinya yang juga tengah mencari buku di rak belakang. Rangga menurunkan tangannya dari pundak kekasihnya dengan tergesa.

Rangga. Masih ingat siapa dia? Dialah lelaki terberengsek yang pernah singgah dihati Allesya. Ia bersama Bella. Gadis berparas manis dan kalem.

Bella menatap Rangga heran karena ia selalu bersikap aneh jika ada Allesya.

Allesya hanya menatap datar Rangga. Ia tak berucap sepatah kata pun. Ia membiarkan pria berhodie itu berkata.

“Aku pengen ngomong sama kamu.” Rangga memasang raut muka serius.

Bella yang mendengar itupun mengangkat satu alisnya heran. Merasa ada yang salah dengan diri Rangga, “Maksud kamu apa bilang kayak gitu ke Allesya?”

Rangga menjawab, “Ada urusan yang harus kita selesaikan, Bell.” Setelah berucap seperti itu Rangga menatap Allesya yang sedang mencari-cari buku.

“Allesya, bisa kita bicara?” tanyanya lirih.

“Mau bicara apa? Kan, gak ada urusan yang penting.” Jawab Allesya sarkas.

Rangga menghela napas gusar. Ia bingung memikirkan cara agar Allesya mau berbicara dengannya. “Aku mau jelasin semuanya ke kamu. Ayo kita keluar sebentar.”

“Jelasin apa?” tanya Allesya sok polos, “kalo lo ngerasa ada yang pengen lo jelasin, ya, jelasin disini aja. Biar Bella gak salah paham. Iya, kan, Bell?” imbuhnya sembari tersenyum palsu kepada Bella.

Wanita yang disebut-sebut itu hanya mengangguk, “Iya, Rangga. Biar aku gak salah paham.”

Rangga menghela napas lelah. Bagaimana bisa ia menjelaskan didepan Bella? Ia terlalu takut untuk Bella mendengarnya. Rangga terlalu naif. Ia sangat pengecut. Hanya berani bermain dibelakang saja. Membuat Allesya semakin muak dengan tingkahnya.

“Mungkin lain kali kita bisa berbicara.” Pungkas Rangga dengan menatap Allesya.

Allesya hanya tersenyum miring. Rangga benar-benar seorang pengecut. Ia mengambil empat buku yang ada di rak tersebut dan segera membayarnya ke kasir.

Sebelumnya, Allesya berbicara kepada Bella, “Jangan jadi cewek yang bego. Buka mata lo biar bisa melihat semua kebusukan di sekitar lo. Gue pulang dulu.” Allesya menepuk pundak Bella pelan. Membuat sang empunya bingung.

Setelah Allesya pergi meninggalkan mereka, Bella bertanya, “Maksud Allesya apa, ya, Ngga?”

Rangga hanya tersenyum tipis sebagai responnya. Ia kembali merangkul pundak Bella dengan sayang. “Masih belum nemu bukunya, Bell?” tanya Rangga mengalihkan topik pembicaraan.

“Hngh ... belum.” Ucap Bella sembari menggelengkan kepalanya.

Allesya yang melihat kejadian dari jauh semakin berdecak sinis dihatinya.

Bella sangat polos sehingga tidak bisa melihat kebusukkan Rangga.

***

Target terpenuhi jadi ku up, wk

Taburkan bintang pojok kiri untuk next part.

Biglove. Sankyu

ALLESYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang