Titik Ujung

641 76 10
                                    

Sepertinya, aku sudah sampai di titik ujung. Kini, melihatmu dengan dia sudah tidak sakit lagi dan mengingatmu tidak lagi membuat luka.

***

Masih pagi, aku sudah duduk manis di depan kelas. Duduknya biasa aja, akunya yang manis, hehe. "Selamat pagi, Kanina!"

Aku menoleh mendengar sapaan itu, kulihat Indah membawa sebuah botol tumblr dengan gambar panda. Untuk sejenak, pikiranku melayang pada Rizki, Si Panda Boy. Aku tersenyum dan merampas botol milik Indah.

"Aduuu, lucunya!" seruku. Indah berkacak pinggang.

"Main rampas aja, kaget tau!" ucapnya dengan nada marah, tentu saja bercanda.

"Botol baru?"

Indah mengangguk. "Bagus, kan?"

"B aja sih."

"Tadi aja bilangnya 'Aduuuuh, lucunyaa', sekarang bilang b aja. Jangan labil deh."

Aku terbahak, "Iya-iya, lucu. Kayak akyuh."

"Kejijiqan yang haqiqi," ucap Indah diakhiri kekehan, "nggak masuk?"

"Duluan aja, masih pengen di sini. Siapa tau ada jodoh lewat," gurauku.

"Yang ada malah kucing yang lewat."

"Kalau kucingnya ganteng mah gapapa."

Indah menggeleng. "Dasar!" ucapnya dan berlalu.

Aku duduk dan memainkan kakiku ke depan, ke belakang. Mataku melihat siswa-siswi bersliweran hendak menuju kelasnya; ada yang sendiri, ada yang berpasangan.

"Febri?" desisku melihat dia berjalan tanpa tenaga menuju kelas dengan menunduk.

"Feb!" Aku memanggilnya saat sudah di depanku. Ia menoleh.

"Kenapa? Sakit?" tanyaku.

"Kenapa lo gak bales chat gue?" tanyanya balik membuatku terperangah.

"Gue-"

"Gue nunggu balesan chat lo, terus akhirnya ketiduran. Pas bangun, gue langsung buka HP, ternyata masih nggak ada balasan dari lo."

"Hah? Seriusan?"

"Kan gue udah bilang-" ucapnya berhenti saat Rizki dan Wulan melewati kami. Febri menatapku. "Masih sakit lihat mereka?" tanyanya tanpa melanjutkan ucapan sebelumnya.

Aku menggeleng. "Udah enggak. Sepertinya gue udah sampai di titik ujung. Lihat mereka, gue udah biasa aja, kadang kalau kepikiran, udah nggak lagi terluka."

Febri tersenyum. "Syukurlah, gue harap, ucapan lo barusan bisa jadi celah gue masuk ke hati lo. Gue bakal berjuang."

Aku tersenyum.

Semoga saja Febri benar-benar tulus, dan tidak berjuang di awal saja. Dulu, setelah dia mengungkapkan perasaannya, aku mengajak dia bicara empat mata.

Aku bilang, "Setelah mengalami patah hati, aku sedikit merasa ragu untuk mulai menaruh hati lagi, untuk jatuh hati lagi. Aku belum siap untuk patah hati lagi."

Dia mengangguk paham dan menjawab, "Tugas gue buat berjuang bikin lo jatuh cinta, gue bakalan bantu biar lo gak takut jatuh cinta lagi. Beri gue waktu 2 bulan buat mastiin perasaan lo, dan perasaan gue juga."

Dan kini, dia sedang berjuang. Entah bagaimana hasilnya, aku juga tidak tahu. Apapun hasilnya, aku akan mengatakan padanya dengan jujur.

Jika dia berhasil meluluhkan hatiku, aku akan memberi dia selamat, tapi jika dia tidak berhasil, juga tidak apa-apa, aku akan bilang padanya untuk tidak berharap lebih. Ya ... aku tidak bisa memaksakan hatiku, hanya akan membuatnya sakit, dan aku pun sama.

Setelahnya, jika dia tetap mencintaiku dan aku masih belum bisa membalas perasaannya, itu haknya. Aku tidak bisa melarang.

Lalu, akan seperti apa hasilnya? Biar waktu yang menjawabnya.

***

VIOLAAA, AKU DATANG LAGIII.
HEHEHE.

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK!

Panda Boy (✓) Where stories live. Discover now