Part 5

10 0 0
                                    


Aku pulang jam 7 malam. Lelah sekali, ingin cepat – cepat mandi dan tidur. Tapi aku menyempatkan diri untuk ngobrol dengan papa dan menyemangatinya. Hari ini papa mendapat pekerjaan. Yah, walaupun Cuma sebagai sales yang gajinya kecil, daripada nganggur. Seenggaknya bisa membantu sedikit. Akhirnya papa bisa agak lega.

Selesai mandi, aku masuk ke kamarku bersiap – siap untuk membuka beberapa referensi tentang gedung – gedung tinggi seperti apartemen. Ada sms masuk. Tumben ben sms.

Ternyata bukan ben, dari nomor nggak dikenal. Siapa ya? Sebelumnya jarang sekali ada yang mengirim sms padaku, karna teman dekatku Cuma ben.

'Hai, sory td gw mrh2.gw gak tau lu cewe. btw,thanx ya nylametin hp gw'

Aku mengerutkan kening, mencoba mengerti maksud pengirim. Oh... pasti orang yang tadi maki – maki aku seenak jidat itu! Ngaku salah juga dia. Kubalas dengan singkat:

'Yup.'

Aku melanjutkan kegiatanku mencari referensi dari buku –buku di rak buku. Datang lagi sms.

'Lu mrh ya?sory de..jgn mrh donk,pizz..'

ya ampun... penting ya? Tapi kubalas saja,

'Gak koq.'

belum ketemu juga. Sudah buku ke dua. Huff...kulanjutkan besok saja. Aku ingin membaca dongeng cinderela. Entah kenapa, walau kubaca berkali – kali, aku nggak bosan. Setiap membacanya, aku teringat pada sosok mama yang sedang membacakan dongeng ini saat aku akan tidur waktu aku masih kecil.

Aku memutar lagu I'll be milik Edwin McCain dan mulai membaca. Sms masuk lagi.

'Lu jurusan apa? Lg ngpn nih?'

Heran, untuk apa dia nanya – nanya hal nggak penting. Nggak ada kerjaan. Aku memutuskan nggak membalasnya. Tapi beberapa menit kemudian ia mengirim sms yang isinya sama dengan yang sebelumnya tanda bahwa orang itu menganggap pertanyaannya penting. Akhirnya aku membalas,

'Arsitektur. Lg baca cinderela.'

Dan betapa terkejutnya aku saat membaca balasannya. Aku pun mulai tertarik untuk ngobrol dengan orang yang nggak pernah kulihat wujudnya ini.

'Oya?!gw jg arsitektur!brati kta sm donk. Bc cinderela?lu ky temen gw, dia jg sk bgt bc cinderela,dr kecil dia bc crita itu terus.emank apa bgsnya sih?'

Sejak kapan ada orang yang masih suka baca cinderela sepertiku? Aku kira hanya aku saja yang melakukan hal ini. Aku memutuskan membuat entah siapa diseberang sana agar nggak menjelek – jelekkan dongeng kesukaanku.

'Cinderela bgs loh! g plg sk critanya.pangeran bs naksir berat sm ce miskin,ga ada didunia nyata. lu arsitek jg?koq bs kebetulan bgt ya.'

Akhirnya cerita tentang arsitektur dan cinderela terus berlanjut. Ia bercerita, menjadi arsitek bukan cita –citanya, ia dipaksa masuk arsitektur oleh orang tuanya. Aku ikut prihatin mendengarnya. Aku tau pasti bagaimana nggak enaknya melakukan sesuatu yang kita nggak suka.

Tapi tentang cerita cinderela, ia tetap nggak setuju kalau cinderela adalah cerita yang bagus. Aku maklum, dia kan cowok. mana mungkin bisa menyukai dongeng – dongeng seperti cinderela.

'Btw,nama lu syapa?ato, kta pake nickname aja deh.lebi enak gini kan. Jd kta bs crita2 dgn tenang.ha3...'

Aku memikirkan sebuah nama yang cukup menggambarkan diriku. Sepertinya yang itu cocok.

'Rin2.lu?'

Ia membalas cukup lama. Sepertinya ia juga memikirkan sebuah nama yang cocok untuk dirinya. Dan akhirnya ia membalas,

'Ha3,nicknamenya lucu!kalo gw prince-Ton.'

Setelah cukup lama mengobrol, akhirnya aku memutuskan untuk mengakhirinya. Aku butuh istirahat, tubuhku sangat lelah. Oh, nggak sekarang! Aku membuka jendela dan berteriak.

" Kecilin lagunya..." Tumben, dia nggak membalas teriakanku, bahkan nggak menampakkan dirinya di depan jendela seperti biasa. Kayaknya masih marah gara – gara tadi. Biarin deh, asal dia nggak gangguin aku lagi.

Siang ini aku menemui pak hadi lagi menanyakan lebih lanjut tentang tugas yang ia berikan padaku. Ia menyuruhku bertemu dengan adik Pak Houtman, pak john. Tentunya aku harus melakukan itu bersama dengan ashton. Aku memutuskan untuk pergi ke perusahaan tersebut sore ini, aku akan minta ijin nggak ke kafe hari ini.

Seusai pelajaran, aku mencari ashton. Seharusnya kami sekelas tadi, tapi dia bolos. Seperti biasa, dia memank malas, raja bolos. Aku tak perlu susah mencarinya, pasti dia ada di sporthall. Ia sedang berlatih voli dengan teman – teman satu tim nya.

"Ashton!" aku memanggilnya dari pinggir lapangan. Ia menoleh, tapi nggak mendekatiku, malah melanjutkan permainan volinya. Mungkin sedang jadwal latihan, jadi nggak boleh meninggalkan latihannya. Aku menunggunya, duduk di kursi yang berada di pinggir lapangan. Aku memperhatikan ia bermain, ia lebih keren saat sedang bermain voli. Pandangannya fokus pada bola, tubuhnya penuh keringat dan wajahnya memerah. Ups, apa yang kupikirkan?! Kenapa otak ini jadi mesum sih?!

Setelah menunggu lima belas menit, pemain – pemain voli berhenti untuk beristirahat di pinggir lapangan. Aku beranjak dan mendekati ashton.

" Ashton, gue mau ngomong."

" Apa?" Ia bertanya tanpa memandang ke arahku. Masih marah?

" Hari ini gue mau ketemu direktur yang kasih proyek ke kita. Lu bisa ikut nggak?" Ia menoleh dan matanya menatap mataku lekat – lekat.

" Kata lu gue nggak ada gunanya. Jadi nggak ngaruh kan gue ikut ato nggak?" Aku terdiam mendengar kata – katanya. Jadi dia nggak mau bantuin aku? Kan dia juga ditugasin bareng aku!

" Jadi lu nggak mau?" Aku berusaha menahan kekesalanku, menahan emosiku dalam – dalam.

" Nggak. Lu kan nggak butuh gue. Jangan gangguin gue latian deh." Aku masih diam di tempatku berdiri, memperhatikan kegiatan yang dilakukannya. Duduk, membuka botol minum, meminum air di botol itu sampai habis dan memasukkan kembali botol tersebut ke dalam tas nya. Ia melakukannya tanpa menganggapku ada di depannya, sedang menunggu kelanjutan perkataannya. Aku berharap dia hanya bercanda seperti yang biasa ia lakukan. Tapi ia tetap diam, nggak mau menatapku.

Oke kalau itu yang ia inginkan, kalau dia mau di D.O aku nggak segan – segan lagi. Aku pergi meninggalkannya.

Am I a CinderelaWhere stories live. Discover now