Part 2

14 1 0
                                    


Setelah ben pulang, aku membantu mama memasak seadanya. " Papamu itu sedang kesulitan, jadi kita makan seadanya saja ya." Kata mama sambil memetik kangkung. " Iya ma..." Aku berpikir sejenak, menimbang untuk mengatakan pada mama atau tidak. "Ma, mama sama papa sudah nggak sayang lagi ya? Koq mama sama papa bertengkar terus sih?" Mama menoleh menatapku dan menghela nafas. " Kamu nggak akan ngerti permasalahannya rin, terlalu rumit. Nanti kamu akan mengerti." Aku melihat ada genangan air di pelupuk mata mama. Aku tak dapat menahannya lagi, akhirnya air mataku juga keluar.

" Ma, sherrin nggak pengen mama sama papa bertengkar terus... Sherrin sedih liat mama sama papa nggak pernah akur. Tiap hari bertengkaaar...terus. Kalo mama sudah nggak tahan, jangan dipaksa lagi ma..." Aku berkata sambil terisak, mambuat mama juga melakukan hal yang sama. Mama memelukku sambil menangis, kami berdua menangis bersama. Tak ada yang tahu perasaanku, aku terus memendam rasa sedihku ini sejak beberapa tahun yang lalu, awal mama dan papa mulai sering bertengkar.

Hari ini papa mencoba mencari pekerjaan baru. Tapi aku yakin, nggak secepat itu bisa dapet pekerjaan. Betul saja apa yang kuperkirakan, papa pulang dengan wajah lesu. "Papa, makan yuk. Nggak usah terlalu dipikirin ya pa...Jalanin aja." Aku mencoba menghibur papa, dan papa tersenyum dengan tetap lesu. "Maafkan papa ya rin, gara – gara papa di PHK, kamu juga jadi ikut susah." Papa membelai rambutku. Aku mencoba menyembunyikan kesedihanku. Kalau aku sedih, papa juga akan semakin sedih.

"Nggak koq pa. Oya pa, sherrin mau kerja sambilan, tapi belum tau bisa kerja disitu atau nggak. Kan lumayan pa.." Papa langsung melotot mendengar aku mau kerja. "Sherrin, papa memank lagi kesulitan uang, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya begini. Kamu harus kuliah yang bener, sebentar lagi kamu ujian kan?" Papa memprotes tanda nggak setuju dengan ide ku. "Tapi pa, sherrin nggak bisa diem aja liat papa susah sendiri kayak gini. Aku mau bantuin papa walau sedikit. Sherrin janji, kuliah sherrin nggak akan terganggu." Papa terdiam menatapku sangat lama.

"kamu memank anak berbakti rin. Papa minta maaf ya, kamu jadi ikut susah-" "sudah pa...jangan minta maaf terus. Kita berusaha sama –sama ya pa. jangan putus asa pa,semangat!" papa tertawa mendengar perkataanku. Aku pun ikut tertawa. Rasanya sudah lama nggak liat papa tertawa seperti ini, padahal baru kemarin kemalangan ini terjadi.

" Aku pulang..." Merrin. Ia tetap seperti biasa, tak peduli dengan peristiwa yang menimpa keluarga ini. " Aku tadi sudah makan pizza, jadi aku nggak makan lagi ya. Nanti perutku jadi besar kalo kebanyakan makan." Aku bengong mendengar perkataannya.

" Mer, kita tuh lagi susah, nggak usah pake makan di pizza segala. Kan mahal. Hemat dikit kenapa sih." Omelku padanya yang hendak menaiki tangga. " Heh, terserah gue mau makan apa. Bukan urusan lu. Kenapa juga lu ngatur – ngatur gue?" Dia selalu nyolot. Nggak pernah mau di nasehati.

" Merrin, bener kata sherrin. Kita lagi kesusahan, jangan boros – boros." Mama mendekati merrin. " Mama sama papa emank selalu ngebelain sherrin. Jelas aja, sherrin kan anak kesayangan mama sama papa. Nggak usah sok baek deh di depan mama papa, eneg gue liatnya." Merrin memandangku dengan sinis. Aku hanya bisa menghela nafas. Ia tak bisa di lawan. Makin di lawan ia akan makin marah. Aku heran, sebenarnya siapa yang jadi kakak dan siapa yang jadi adik? Mengapa selalu aku yang mengalah? " merrin!!! Kamu bilang apa tadi?!" haah...papa mulai marah.

" Sudah pa, biar aja. Nanti darah tinggi papa kambuh lagi. Kita makan aja ya." Aku membujuk papa agar masalah ini tidak bertambah runyam. Papa masih memelototi merrin yang berlari ke kamarnya di lantai atas.

Sudah jam 8 malam saat aku selesai membereskan meja makan. Aku mandi dan masuk ke kamar untuk bersiap – siap belajar. Aku membuka handuk yang membalut tubuhku dan memakai pakaian dalam. Kemudian aku mengeringkan rambutku dengan handuk di depan kaca sambil menyanyikan lagu I'll be milik Edwin mccain yang sedang kuputar di komputerku.

Am I a CinderelaWhere stories live. Discover now