BAB 5 | Pesona Seira

2.9K 232 9
                                    

BAB 5 | Pesona Seira

Seira masih melamun. Gadis itu menatap kincir air yang berputar mengikuti arus air, bising namun entah mengapa membuat dirinya sedikit merasa tenang. "Sudah waktunya untuk membersihkan diri, Seira ayo" Hiroku menarik lengan lunglai itu sembarangan. Seira hanya mampu mengikuti langkah gadis bertubuh lebih tinggi darinya itu.

Memasuki pintu kolam mandi suara tawa dari para maiko sudah terdengar. Di Furawagaden ini memang terdapat empat kolam untuk membersihkan diri. Kolam paling utama diberikan kepada para tayuu dan oiran, kolam kedua untuk para geisha, kolam ketiga untuk para maiko dan kolam keempat untuk para pekerja.

Semua pekerja di Furawagaden sendiri seorang wanita, kecuali penjaga yang biasanya memang membersihkan diri diluar Furawagaden. Luas dan kelengkapan fasilitas tentu dimiliki oleh kolam utama yang bebas digunakan oleh para tayuu dan oiran. Harum kolam itu bahkan sering kali sampai ke area taman, membuat para geisha dan maiko iri saja.

"Mau kugosok kan punggungmu?" Seira yang baru melepas yukatanya menoleh pada Hiroku dan mengangguk kecil. Gadis itu akhirnya bergabung dengan para maiko lain yang sudah memasuki kolam.

Hangatnya air membuat setiap sendi tulang Seira terasa dirileksasi. Hiroku sendiri langsung menggosok punggung Seira dengan lembut menggunakan kain yang teksturnya sedikit kasar. "Hiroku kenapa tidak pernah mau menggosok punggung kami hem? Selalu saja Seira" Hiroku tersenyum sebelum memeluk Seira seenaknya dari belakang.

"Kulitnya lembut sekali aku suka menyentuhnya" Seira hanya tersenyum kecil. Tidak lagi terusik setelah tiga tahun menjalani hidup semacam ini, disentuh sesuka hati oleh Hiroku sudah seperti makanan sehari-hari baginya.

"Meskipun buah dadanya tidak sebesar milikku?" pertanyaan itu membuat Seira menatap salah satu maiko yang menatapnya kesal. Hiroku dengan sengaja memegang dada Seira dan sedikit mengangkatnya. "Punya Seira lebih indah" Seira mengangguk sambil mengangkat dagunya. Seolah mendukung apa yang Hiroku katakan, padahal pembahasan mereka saat ini sangat tidak berguna.

Setelahnya hanya suara tawa yang pecah dari para gadis lain. Meski awalnya candaan semacam ini terasa terlalu vulgar dan membuat tidak nyaman, pada akhirnya Seira malah merasa sedikit terhibur. Terlebih dengan suasana hatinya yang terasa cukup buruk saat ini.

Mengingat apa yang dikatakan sang Shogun padanya.

Membuatnya merasa rendah padahal derajat pria itu jauh lebih rendah darinya.

Pertanyaan memojokan yang membuatnya jijik bahkan sekedar mendengar suara pria kurang ajar itu.

"Dengan seorang pria?" Seira bahkan tidak menyangka. Memang sangat salah Shogun itu melihatnya dengan Seiji. Memang dirinya seorang maiko saat ini lalu apa harus merendahkan derajatnya seperti ini?.

"Ah, apa seleramu itu pria seperti itu?" Sang Shogun melangkah mendekat. Menatap Seira seolah menantang jawaban apa yang akan diberikan oleh gadis itu kepadanya. Seira tidak mau kalah, retina yang merendahkannya itu ia tatap tajam. Membuat Ryuu semakin tersenyum menghadapi respon nya.

"Aku membeli barang darinya" Ryuu mengangguk beberapa kali, menyetujui namun juga mengejek Seira terang-terangan. "Ah jadi kau membeli barang dari seorang pemuda secara diam-diam dengan saling menggoda?" Seira tersenyum kecil membuka keranjangnya.

Kotak keramik di dalam keranjang itu ia buka dimana ada serbuk merah di dalamnya. "Perona, dipakai oleh para gadis bangsawan. Gadis sepertiku bahkan tidak akan bisa memilikinya. Haruskah aku berkoar demi memiliki ini Shogun-sama?" mata sang Shogun masih setajam biasanya. Bahkan meski bibirnya tertawa, mata itu tetap saja terlihat tajam dan menusuk.

"Kau tidak menyangkal bahwa kalian saling menggoda" Seira kembali tersenyum. Berbalik dan berjalan pelan, "Tolong ikuti saya Shogun-sama" sang Shogun melangkah dibelakang. Memperlambat langkahnya yang terlalu mudah menyusul Seira.

Menuju kerumunan pasar, Seira berhenti di dekat toko roti. Memperhatikan kesibukan yang ada di sana beberapa saat sebelum berujar tanpa menoleh pada sang Shogun. "Tunjuk satu orang" Ryuu yang masih menatap Seira kini tersenyum kecil, langsung paham dengan maksud gadis itu.

"Pria yang membawa keranda itu" ujar sang Shogun. Seira menyatukan tangannya. Membawa keranjang dengan dua tangan sambil berjalan pelan. Kimono selututnya membuat bagian kakinya terlihat jelas. Gadis yang masih menunduk itu mengangkat kepalanya, melirik pria yang membawa keranda dengan senyuman kecil. Menatap dengan mata malu-malu yang terlihat begitu mempesona seolah memiliki sihir tersendiri sampai tidak akan kuasa berpaling dari tatapan indah itu.

Tidak bisa menolak. Pesona itu terlalu memikat, pria itu sampai lupa bahwa dirinya tengah membawa keranda, menimbulkan kecelakaan. Si pria berkeranda menabrak salah satu balai toko keramik. Keramik-keramik beraneka bentuk itu terjatuh dan pecah berserakan.

Seira sendiri tidak menoleh, hanya berjalan lurus sambil menghampiri sang Shogun yang masih memperhatikannya dengan mata elang. Senyuman kecil jelas terukir dari bibir tipis nan merah itu, jika diperhatikan, bibir pria itu seperti wanita saja.

"Apa menjadi salahku jika aku terlalu mempesona? Aku menggodanya? Yah! Jika tidak kulakukan dia tidak akan mau mencuri benda yang kuinginkan ini dari tuanya untuk diberikan padaku. Lagipula pekerjaanku memang menggoda" Seira memiringkan sedikit kepalanya tersenyum manis.

"Orang sebesar anda saja tergoda oleh pesonaku apalagi orang biasa seperti mereka. Ah sepertinya bahkan anda tidak bisa mengendalikan bagian bawah anda Shogun-sama" Seira yang melirik ke bawah kembali menatap tajam mata merah Ryuu sebelum membungkuk dan benar-benar pergi meninggalkan Ryuu yang tertawa terbahak-bahak. Menarik perhatian namun tidak akan ada yang berani sekedar menegur ataupun menghentikan tawa itu.

"Aku sudah gila" Seira bergumam. Guncangan di tubuhnya sedikit menguat, Hiroku melakukanya untuk menyadarkan si gadis yang tampaknya kehilangan fokusnya. "Ada apa?" Seira menggeleng kecil, lamunanya ternyata terlalu lama sampai kolam yang semula ramai itu sudah sepi dan hanya menyisakan dirinya dengan Hiroku.

"Tidak, aku hanya sudah menggali kuburanku sendiri. Orang yang harusnya kuhindari malah tanpa sadar kutarik semakin mendekat" Hiroku bangkit. Mengambil sebuah kain dan melilitkan pada tubuhnya. Kain lain ia raih dan dililitkan pada tubuh Seira setelah gadis itu keluar dari kolam.

"Kalau begitu kau tidak bisa menghindar, karena itu kesalahanmu sendiri" Seira memejamkan sekejap matanya. Sialnya apa yang dikatakan oleh Hiroku memang benar adanya.

Dirinyalah yang membuat pria itu mendekat, dirinyalah yang membawa malapetaka untuk kehidupanya sendiri.

Dirinya...

Yukata seira kenakan setelah lilitan kain di tubuhnya dilepas oleh Hiroku. Keduanya berjalan menuju kamar mereka. Seira yang memang sekamar dengan Hiroku hanya mengikuti langkah gadis itu menyusuri jalan kecil dengan pilar-pilar yang berdiri tegak menyanggah atap, membuat siapapun yang berjalan di bawahnya tidak perlu takut akan terik mentari ataupun guyuran hujan.

Bunga-bunga yang sudah mulai menutup kelopaknya tampak sama murungnya dengan Seira. Bukan dirinya sendiri yang sebenarnya Seira takutkan. Tetapi nyawa yang berada di pundaknya, beban yang ditanggungnya.

Padahal dirinya sudah diberikan kesempatan untuk hidup damai.

Untuk membalas dendam secara perlahan.

Perlahan namun pasti.

Sayangnya ia malah terlalu menarik perhatian.

VOTE + COMMENT

HegaEca

Princess Of GeishaWhere stories live. Discover now