Part 4

47.9K 6.5K 809
                                    

Eee...maap judulnya salah:') jadi ochi ganti:')

=======

Mereka sampai di rumah besar keluarga Lee, Taeyong memasukkan mobilnya kedalam garasi dan membawa ketiga keponakan kecilnya.

"Yey pulang!!" Chenle dengan penuh semangat keluar dari dalam mobil dan berlari menuju kediaman mereka.

"Chenle hati-hati!!" Taeyong mengingatkan. Sementara itu ia menggendong Jisung yang kakinya terluka.

"Jisung ingin turun aunty!!" Jisung menggerakkan kakinya dan mencoba untuk turun dari gendongan Taeyong.

Dengan terpaksa Taeyong menurunkan keponakan bungsunya itu dan melihat Jisung yang berjalan dengan kaki yang diseret. Walaupun demikian wajahnya tetap bahagia dan segera menyusul Chenle yang sudah lebih dulu masuk.

Namun, suara teriakan Chenle tadi tidak lagi terdengar. Yang ada hanya ketiga anak itu berdiri mematung sambil menatap kearah ruang tamu dimana seorang wanita cantik dan seksi dengan baju yang minim tengah duduk disamping ayah mereka.

Wajah Chenle tertekuk sangat dalam, aura kebencian memancar dari tubuhnya. Kedua tangannya terkepal dengan dada naik turun menandakan ia sangat kesal.

Lain Chenle lain pula Jeno, si sulung Lee itu sangat tenang. Bahkan kelewat tenang, wajahnya menampilkan senyum palsunya yang membuat kedua matanya ikut tersenyum. Tapi, dibalik senyuman itu banyak kata umpatan yang ia lontarkan untuk wanita yang bersama ayahnya.

Jisung? Anak itu hanya menatap penuh tanya dengan kepala miring. Tapi ia sangat tidak suka dengan wanita itu, lalu melirik kedua kakaknya yang tengah emosi.

Taeyong menghampiri mereka, ia tak tahu kenapa anak-anak itu berhenti di depan pintu dengan tiba-tiba. Ia menatap Jeno, yang tengah menatap kedepan. Taeyong mengikuti arah tatapannya dan melihat Mark yang tengah bermanja-manja bersama seorang wanita asing di ruang tamu.

"Naiklah ke lantai atas, aunty akan memanggil kalian saat makan siang."

Ketiganya mengangguk paham lalu berjalan menuju tangga yang menghubungkan lantai satu dan lantai lainnya.

Chenle yang memang selalu berbuat kenakalan, dengan sengaja memghentak-hentakkan kakinya dilantai untuk menginterupsi dua orang yang asyik dengan dunia mereka. Dengan wajah yang tidak bersalah ia berlari menuju tangga sambil tertawa kencang.

Jeno yang mengerti kode yang diberikan adiknya langsung bereaksi, ia lalu berjongkok di depan Jisung dan menggendongnya. Setelah dirasa Jisung dalam posisi yang tepat, ia mulai berlari menuju tangga dengan suara tawa Jisung dan Chenle yang menggema di seluruh rumah.

Membuat Mark dan wanita itu menoleh. Taeyong? Jangan tanya, dia sudah pergi lebih dulu kearah dapur untuk menghindari kenakalan ketiga keponakan kecilnya.

"Jeno? Chenle? Jisung? Bagaimana sekolah kalian?" Tanya Mark dengan setengah berteriak.

Seakan tak mendengar suara ayah mereka, ketiga anak kecil itu terus berjalan menuju kamar mereka masing-masing. Mark yang diacuhkan oleh ketiganya hanya bisa menghela nafas berat.

Wanita disampingnya mendekat kearah Mark lalu mengusap pundak lebarnya. "Sudahlah, mungkin mereka lelah. Kita tidak perlu terburu-buru.."

Mark hanya mengangguk sebagai respon.

"Humph!! Kenapa ayah membawa wanita kotor itu kerumah?! Apa dia tidak memiliki pekerjaan lain yang lebih berguna?!" Chenle dengan mulut pedasnya berkomentar.

"Wanita itu siapa?" Tanya Jisung dengan penasaran.

Chenle menatapnya dengan tatapan terkejut yang dibuat-buat,"ya ampun Jisungie!! Dia itu calon Mama kita!! 'mama'!!" Ujarnya sambil menekankan kata 'mama'.

Jisung memanyunkan bibirnya dan mencebik, "Jisung tidak mau!! Mama Jisung itu yang tadi ada di taman!!"

Chenle mengangguk puas lalu menyeringai, "Jisung tidak inginkan wanita itu menjadi Mama kita?"

Jisung mengangguk polos.

Dengan seringai jahatnya Chenle mempengaruhi saudaranya itu. "Maka dari itu kita harus mengusirnya dari sini!!"

"Bagaimana caranya??" Tanya Jisung yang kebingungan.

"Aku punya ide!!" Ujarnya.

=====

Haechan pulang dengan wajah lesu, ia masih memikirkan uang beasiswanya yang digunakan untuk membayar hutang ayahnya. Ia menghela nafas panjang, entah sudah berapa kali ia menghela nafas hari ini.

"Kau dari mana Haechan?" Tanya seorang pria paruh baya yang tengah duduk di sofa sederhana diruang tamu mereka.

Haechan mengangkat kepalanya, itu adalah ayah tirinya. Sekaligus ayah kandung Renjun. Namanya Huang Zhong Guo, dia berasal dari China. Didekat perbatasan antara China dan Korea.

Itu sebabnya bahasa koreanya sangat fasih, karena mereka juga sering menggunakan bahasa Korea dalam kehidupan sehari-harinya.

Tn. Huang adalah seorang pria yang baik, berbeda dengan ayahnya yang penjudi dan pemabuk. Tn. Huang ini sangat rajin bekerja dan ramah pada semua orang, bahkan ia tidak membedakan Renjun dan Haechan.

Dia bersikap seperti layaknya ayah kandung yang seharusnya, dan itu membuat Haechan senang. Selain itu Tn. Huang juga selalu memberinya uang jajan, walaupun tidak seberapa tapi ia cukup bersyukur untuk itu.

Haechan tersenyum dan menjawab,"aku dari taman kota, hanya merefresh otakku sebentar untuk menghilangkan stress karena tugas akhir-akhir ini.."

Tn. Huang mengangguk paham, "jangan terlalu memaksakan diri."

Haechan mengangguk,"baik baba"

Ya, Haechan memanggilnya dengan panggilan 'baba'. Setelah itu ia pamit dan menuju kamar Renjun yang bersebelahan dengan kamarnya.

"Renjun.."

Haechan menjatuhkan diri diatas kasur empuk milik saudara tirinya itu.

Sang empu yang tengah berkutat dengan tugas mata kuliahnya hanya berdeham sebagai respon.

"Aku harus bagaimana..."

"Apanya?" Tanya Renjun tanpa mengalihkan pandangannya.

"Uang, tiga hari lagi aku ada ujian praktek. Dan aku memerlukan uang untuk membeli beberapa alat dan bahan yang diperlukan.." jawab Haechan lesu.

Renjun menghentikan aktivitasnya dan menatap Haechan dengan serius. "Jika kau sangat membutuhkan uang, lalu kenapa uangmu kau berikan pada ayah tidak tahu malumu itu??!"

Haechan menunduk,"aku hanya ingin menjadi anak yang baik dan berbakti.."

Renjun gemas dengan tingkah lugu Haechan yang selalu mudah tersentuh oleh orang lain, ingin rasanya ia berteriak tepat di telinganya agar bangun dan berhenti berpikir konyol.

"Haechan, kau itu pintar. Sayangnya kau terlalu bodoh jika menyangkut perasaan." Celetuk Renjun dengan nada yang dibuat-buat.

"Renjun!!" Haechan tak terima, ia merajuk dan tidak ingin menjawab pertanyaan yang Renjun ajukan.

Renjun yang lelah membujuk beruang besarnya menghela nafas panjang, tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya.

"Kenapa kau tidak bekerja paruh waktu saja?"

To be continued

======

Vomment ✔

[END]Mom For UsWhere stories live. Discover now