Part 83

20.5K 2.9K 229
                                    

Katanya ada yang pengen aku dobel up, ramein ya

_______

Saat berada di basement, Haechan berhenti di depan Mark dan mengulurkan tangannya. Mark yang tidak mengerti menatapnya dengan bingung.

"Hyung membawa mobil kan? Biar aku yang mengemudi, hyung kelelahan. Itu tidak baik untuk mengemudi." jelasnya.

Mark tersenyum tipis dan memberikan kunci mobilnya pada Haechan, "terimakasih.."

Haechan balas tersenyum dan mengangguk kecil, mereka lalu memasuki mobil sport yang Mark gunakan. Tentunya dengan Haechan yang mengemudi.

Ia mengemudi dengan hati-hati, pasalnya mobil Mark memiliki kecepatan yang sangat cepat. Ia takut jika menginjak pedal gas terlalu keras maka mobil ini akan melaju sangat kencang.

Sebelumnya dirinya tidak pernah mengendarai mobil sport, hanya mobil biasa yang memiliki kecepatan rata-rata juga. Ia takut untuk mengendarai mobil sport karena Hendery pernah membawanya mengebut saat masih di sekolah menengah.

Haechan melirik kaca depan dan melihat Mark yang tertidur lelap, sepertinya dia benar-benar kelelahan dan terlalu memaksakan dirinya. Duda dengan tiga anak ini sangat perfeksionis, dia ingin segala sesuatunya sesuai dengan keinginannya.

Tak lama, mereka sampai di kediaman Mark. Haechan menghentikan laju mobil dan mematikan mesinnya. Ia lalu menoleh untuk melihat Mark, dan mengguncang bahunya pelan.

"Mark hyung... Kita sudah sampai..." ujar Haechan dengan suara lembut.

Mark berjengit kaget, lalu memijat keningnya yang terasa pening. Ia meringis dan membuka pintu mobil dengan perlahan. Haechan turun terlebih dahulu, dan kemudian membantunya berjalan. Tas kerja Mark sudah ia pegang di tangan kirinya, sementara tangan kanannya menggandeng tangan kiri pria itu.

Paman Joo tertegun saat melihat kedatangan Haechan bersama Mark, ia mematung ditempatnya dan memperhatikan mereka berdua sampai menghilang di lantai dua. Ia terkejut, tapi lebih merasa senang dengan kedatangannya.

Ia pikir, Haechan mungkin akan benar-benar menjadi nyonya rumah mereka. Benar bukan?

Di kamar utama, Haechan membantu Mark untuk duduk di ranjang king size nya. Mark melonggarkan dasi di lehernya dan melemparnya secara sembarangan, membuka jasnya, lalu berbaring.

Haechan menutupinya dengan selimut dan merapikan ujungnya, tapi sebelum ia bisa berjalan menjauh Mark menarik pergelangan tangannya hingga ia terjatuh diatas pria itu.

"M-mark hyung..." cicitnya.

"Temani aku Haechan..." ujar Mark dengan suara seraknya, matanya menatap Haechan dengan intens.

Dan tatapan itu berhasil membuat jantung Haechan berdebar kencang, ia ingin mengalihkan pandangannya namun matanya seolah memiliki pikiran sendiri dan tidak mau mendengarkannya.

"Kumohon..." sambung Mark.

Haechan mengangguk dengan susah payah, ia ingin duduk namun Mark menggeser posisinya dan membuat isyarat agar Haechan juga ikut berbaring disampingnya. Dengan perasaan rumit, Haechan berbaring disampingnya dan memejamkan mata.

Mark tersenyum tipis, dan menariknya lebih dekat, lalu memeluknya. Keduanya jatuh ke lautan mimpi dalam sekejap.

Satu jam kemudian, pintu mansion dibuka dan menunjukkan tiga anak yang sangat ceria berlarian masuk. Mereka sesekali akan bersenandung kecil dan melompat-lompat dengan riang, membuat beberapa pelayan tersenyum gemas.

"Apakah papa sudah pulang?" tanya Jeno, pasalnya ia melihat mobil ayahnya tadi.

Paman Joo yang kebetulan lewat kemudian mengangguk sopan sambil tersenyum, "ya, tadi tuan pulang bersama Haechan-ssi. Mungkin mereka ada di lantai dua."

Jisung langsung berbinar dan bersemangat, ia melirik dua saudaranya dan mengangguk. Lalu berlari ke lantai atas, berlomba siapa yang akan sampai lebih cepat.

Pada awalnya, mereka berlari ke kamar tempat Haechan biasa menginap. Karena biasanya dia akan berada di dalam sedang mengerjakan tugas kuliahnya, namun ruangan itu ternyata kosong.

"Mungkin di ruang kerja?" ujar Chenle dengan ragu.

Jeno mengangguk kecil, kemudian mereka kembali berlari menuju ruang kerja. Namun lagi-lagi kosong, hanya ada tumpukan berkas dan rak buku yang berisi buku tebal disana.

"Dimana Haechan hyung??" Jisung sudah panik sendiri karena tidak bisa menemukan sosok yang paling disayanginya.

"Hanya ada satu ruangan yang belum kita lihat, dan kemungkinannya juga kecil." jelas si sulung.

Ia lalu memandang kedua saudaranya, dan mereka berseru serentak. "Kamar papa."

Setelah itu mereka terdiam, itu mustahil bukan? Kenapa Haechan hyung mereka bisa berada di kamar sang ayah? Pikiran Jeno mulai aneh, berbeda dengan kedua saudaranya yang tidak mengerti apa-apa.

Ia langsung berjalan cepat menuju kamar ayahnya diikuti oleh kedua adiknya dari belakang, mereka tampak kebingungan sangat berbeda dengan si sulung yang tampak khawatir.

Saat ia membuka pintu kamar sang ayah, hal yang ia pikirkan tidak ada sama sekali. Malah, itu adalah pemandangan yang paling ingin ia lihat setiap harinya.

Pemandangan dimana kedua orang tuanya tidur dengan tenang dan saling memeluk, hal yang tidak pernah ia lihat selama beberapa tahun.

Jeno ingin menangis, namun ia urungkan. Ia takut kedua adiknya akan membuat keributan dan mengganggu dua orang yang tengah tertidur. Jeno berbalik dan mengangkat telunjuknya untuk memberi isyarat diam.

Meskipun bingung, si kembar tidak bertanya. Mereka lalu ikut melihat kearah tempat tidur dan tertegun, tidak tahu harus merespon apa.

Kerangka pikiran keduanya tidak seperti Jeno, mereka tidak tahu seperti apa mendiang ibu mereka dan seperti apa kasih sayang seorang ibu. Keduanya juga tidak memiliki kesan apapun mengenai ibu mereka, kecuali wajahnya melalui foto.

Jeno mengajak ketiganya mendekat dan melempar asal tas mereka, lalu menaiki ranjang. Jisung dengan perlahan merangkak ke tengah tempat tidur dan berbaring diantara Mark dan Haechan, lalu memeluk tubuh pengasuhnya itu. Ia juga meletakkan tangan masing-masing orang disampingnya ke tubuhnya.

Sementara Chenle dan Jeno masing-masing berbaring disebelah Mark dan Haechan, lalu memeluk tubuh keduanya. Tak lama, ketiganya tertidur lelap, menyusul dua orang dewasa yang sudah lebih dulu tertidur.

Selama beberapa tahun hidup mereka, ini adalah tidur siang terindah mereka. Tertidur dengan anggota keluarga yang lengkap seperti keluarga lainnya.

Hal yang menjadi impian mereka selama ini, biarkanlah mereka merasakannya meski hanya sebentar saja. Hanya untuk saat ini, mereka berharap waktu berhenti untuk membiarkan ketiganya menikmati apa yang disebut kehangatan keluarga.

_______

To be continued

Siap-siap untuk ke uwuan di next chapter yaa

Malem~

[END]Mom For UsWhere stories live. Discover now