- 6 -

5.4K 895 284
                                    

Akaashi murung. Yah, meskipun dia murung dan biasa saja nggak ada bedanya. Datar 4lyfe.

Tapi Bokuto itu sohibnya, jadi jelas dia sadar sama perubahan Akaashi.

"Hey! Hey! Hey! Kenapa kamu?" tanya Bokuto antusias.

Akaashi menoleh. "Aku?" tunjuknya.

Bokuto mengangguk.

"I'm okay."

"You are welcome," jawab Bokuto polos.

Akaashi diem aja, gak menanggapi pernyataan bodoh Bokuto.

"Serius deh Akaashi, kamu kenapa?" tanya Bokuto lagi.

"Bokuto-san, aku baik-baik aja."

"Lah, terus kenapa kok murung?"

Akaashi mulai terganggu dengan Bokuto yang kepo mulai tadi. "Bukannya memang gini ya?"

"Nggak... ini beda," kesal Bokuto.

Akaashi jadinya juga ikut kesal, dia ninggalin Bokuto di koridor sendirian.

'Nggak akan ada yang ngerti meskipun aku cerita.'

.

.

.

.

Pernah nggak sih kalian ngerasain punya masalah. Tapi, meskipun kalian ceritapun nggak akan ada yang ngerti dan peduli?

Itu yang Akaashi rasakan sekarang.

Dia mau cerita, tapi ke siapa? Bokuto? Otaknya terlalu bodoh untuk mengerti.

Jadinya, dia cuma bisa memendam masalahnya sendiri. Tanpa ada orang yang tahu dan membantu.

"Akaashi-san ngapain sendirian disini?" tanya (f/n) tiba-tiba.

Memang, Akaashi sekarang lagi duduk sendirian di rooftop, kayak orang ga bernyawa.

Akaashi kaget. "Loh, kok disini?"

"Bosan di kelas," (f/n) menjawab sambil duduk di sebelah Akaashi.

Jangan nethink ya, ini mereka lagi jam istirahat bukan bolos.

Akaashi cuma jawab, "Oh."

Dia nggak berharap bakalan ketemu (f/n). Bahkan, dia nggak mau ketemu. Tapi ngeliat wajah (f/n) yang terluka dia jadi penasaran.

"Itu, kenapa kok luka?" tanya Akaashi.

Di wajah (f/n) memang ada luka lebam di dekat matanya dan plester di dahinya.

"Ah ini?" (f/n) menyentuh lukanya.

"Cuma kebentur biasa waktu di rumah, aku ceroboh hehe," lanjutnya.

"Mangkanya hati-hati."

"Akaashi-san tumben sendirian?" tanya (f/n) mengalihkan topik.

"Lagi nggak mood."

(f/n) jadi bingung, dia harus tanya kenapa atau tidak. Pasalnya, dia masih belum kenal dekat sama Akaashi. (f/n) tak enak hati jadinya.

"Emm... boleh tahu kenapa?" tanya (f/n) hati-hati.

Akaashi menoleh. Dia bingung harus cerita atau tidak.

"Kamu nggak akan ngerti," jawab Akaahi singkat.

"Aku nggak akan ngerti kalau Akaashi-san belum cerita."

Akaashi tersenyum remeh."Meskipun aku ceritapun, kamu juga nggak akan ngerti."

(f/n) jadi kesal. "Setidaknya, apa salahnya mencoba? Dipikiran Akaashi-san, orang lain nggak akan paham. Tapi belum dicoba."

Akaashi terdiam. (f/n) ada benarnya, dia belum pernah cerita tentang masalahnya ke orang lain.

"Aku bingung."

"Bingung kenapa?"

"Sepertinya aku suka ke cewek, tapi aku takut."

Perkataan Akaashi membuat (f/n) seperti pupus harapan. Dia baru saja menyukai laki-laki tapi orang itu suka sama perempuan lain.

"Takut kenapa?" tanya (f/n).

"Aku takut suka sama orang, menaruh rasa ke perempuan, aku takut jatuh cinta," lirih Akaashi.

(f/n) kaget, ia tak menduga kalau Akaashi seperti ini.

"Kok bisa sih?"

"Kamu nggak akan paham."

(f/n) diam. Dia paham, belum saatnya Akaashi meneritakan semuanya padanya.

"Aku juga belum paham soal cinta, tapi yang aku tau jatuh cinta itu indah dan menyenangkan."

"Iya, indah di awal menyakitkan di akhir."

"Itu bagian dari hidup, Akaashi-san. Hidup nggak selalu senang terus, pasti ada sedihnya. Jadi, jalani aja dan jangan takut nyoba hal baru."

Akaashi terdiam.

"Maaf kalau aku sok tau, tapi pasti Akaashi-san melewati banyak hal buruk sampai jadi kayak gini kan?"

Akaashi mengangguk.

"Jadikan masa lalu itu jadi pengalaman yang untuk jadi lebih baik. Kalau Akaashi-san gini terus, sama aja Akaashi-san nggak belajar dari masa lalu."

Akaashi diam, dia nggak tahu harus berucap apa. Terlalu kaget dan juga senang?

"Akaashi-san seperti ini sama aja nyakitin dan nyiksa diri sendiri secara nggak langsung. In order to love someone, we must love ourself first."

(f/n) menarik nafas.

"Akaashi-san, cinta itu nggak selalu menyakitkan kok. Tergantung gimana menggunakannya," (f/n) mengakhiri katanya dengan senyuman.

Akaashi senyum. Dia kagum dengan perkataan tulus (f/n). Gimana caranya dia tau itu tulus? Dia bisa ngerasain itu di hatinya. Tapi, melihat senyuman (f/n) membuatnya makin takut dan terbebani.

Akaashi mengelus puncak kepala (f/n) sambil tersenyum. "Makasih ya, aku bakalan coba suka sama cewek."

Entah, itu senyuman asli atau bukan.

It's my fate, don't smile on ME, light on ME

Because I can't come to you

There's no name you can call me


The Truth Untold || Akaashi KeijiWhere stories live. Discover now