- 3 -

9.1K 1.2K 437
                                    

Akaashi menunggu kemunculan Bokuto dan Shirofuku di gerbang sekolah. Sudah 15 menit sejak bel pulang berbunyi. Mereka belum menunjukkan batang hidungnya.

'Hah... Apa mereka lupa?' Akaashi membatin.

"Hey hey hey! Akaashi!" teriak Bokuto dari kejauhan. Sambil melambaikan tangan.

Akaashi mengehela nafas lega, setidaknya sudah ada 1 yang datang.

Akaashi menoleh. Saat itu juga jantungnya seakan berhenti. Ia sangat kaget. Mendapati si Gadis Musik, berjalan beriringan dengan Shirofuku juga Bokuto.

'Jadi dia ikut?'

Saat sudah sampai di gerbang. Tempat Akaashi menunggu. Gadis itu tertunduk. Malu dengan kejadian saat istirahat.

"Akaashi, ini (f/n)-chan," Shirofuku memperkenalkan.

"(F/n)-chan, ini Akaashi," lanjutnya.

(F/n) menatap Akaashi malu-malu.

"Ha-halo Akaashi-san, aku (f/n) (l/n) dari kelas 2-5. Salam kenal!" ucap (f/n) sambil membungkuk.

"Aku Akaashi Keiji, dari kelas 2-6. Salam kenal," ucap Akashi lalu membungkuk juga.

(F/n) menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Ma-maaf ya, yang waktu istirahat."

Akaashi mengangguk.

"He~ kalian sudah pernah ketemu?" Shirofuku penasaran.

"Hooo! Yang tadi ya Akaashi?" Tambah Bokuto.

"Hwaa! Shirofuku-senpai, jangan tanyakan itu! Aku malu," ucap (f/n) sambil menutupi muka.

"Jangan bilang, kamu ketiduran di atap ya?" Selidik Shirofuku. Penuh curiga.

"Iya--maksudku tidak!" Sanggah (f/n)

"Jujur saja~"

(F/n) mendengus pasrah.

"Oya Oya? (L/n) Suka tidur ya?" goda Bokuto.

"Ti-tidak! Bokuto-senpai!"

Akaashi merasa dia hanya menjadi angin disana. Terlupakan.

"Hei, lebih baik ayo cepat ke rumah Bokuto-san!" ucap Akaashi mulai kesal.

"Oke~"

○●○

Sampai di rumah Bokuto. Mereka langsung belajar, dengan serius tentunya. Tak jarang Akaashi mengomeli Bokuto yang agak kolot. (F/n) dan Akaashi juga jadi sering berbicara.

Ia juga sering mencuri pandang pada (f/n). Sama halnya dengan (f/n), pandangan mereka sering bertemu. Lalu dengan cepat, (f/n) memalingkan muka. Layaknya orang yang suka dalam diam.

Tak terasa sudah pukul 8 malam. Shirofuku yang rumahnya dekat, berinisiatif untuk menyuruh Akaashi pulang dengan (f/n).

"Rumahku dekat dari sini. Akaashi rumahmu dan (f/n)-chan searah. Kenapa nggak pulang bareng? Ini kan sudah malam," Shirofuku menyarankan.

Dengan cepat (f/n) menggeleng. "Eh!? Enggak usah, aku bisa pulang sendiri kok," tolak (f/n) halus.

"Shirofuku-san benar, ini sudah malam. Nggak baik perempuan berjalan sendirian," Akaashi menyetujui

(F/n) mengangguk pasrah. "Kalau kamu nggak keberatan, yaudah."

"Shirofuku yakin nggak diantar?" Tanya Bokuto.

"Nggak."

"Aku bisa"

"Lebih baik, Bokuto kerjakan tugas aja," ucap Shirofuku.

Seketika hati Bokuto tertusuk. Alih-alih menggunakan Shirofuku supaya bisa nggak ngerjakan tugas. Gagal begitu saja.

"Yasudah. Ayo, (l/n)," ajak Akaashi.

Dengan patuh, (f/n) mengikuti Akaashi. Dan berjalan berdampingan. Layaknya sepasang kekasih.

"Aku ship mereka," gumam Shirofuku.

Bokuto mendengarnya terkejut. "Eh!?Kamu kapal mereka?"

"Kamu ini bodohnya sampai ke DNA ya."

○●○

Perjalan pulang. Diselimuti keheningan. Tidak ada yang berbicara sama sekali.

Benar-benar canggung.

Padahal mereka berdua berbicara sedari tadi.

"Akaashi-san sejak kapan main voli?" ucap (f/n) basa-basi, tidak tahan dengan keheningan yang ada.

"Baru saja, saat masuk SMA," jawab Akaashi santai.

"Eh! Yang benar!" (F/n) setengah tidak percaya.

Akaashi menatapnya aneh. "Kenapa?"

"Habis, kamu hebat banget sih," puji (f/n) yang membuat Akaashi sedikit membeku.

"O-oh, begitu?"

"Iya! Kamu hebat banget! Pintar lagi!"

Akaashi terkekeh dengan pujian polos (f/n).

Baru pertama kali (f/n) melihat Akaashi tertawa. Ia langsung tertunduk malu.

"Kamu pinter banget ya, muji orang."

"Apaan sih!"

"Kamu tau namaku darimana? Sebelum kita kenalan."

(F/n) semakin merona malu. Dia tak mau dikira stalker. Untung saja gelapnya malam menutupi ronanya itu.

"Ka-kamu kan populer, jadi aku tahu." Akhirnya Akaashi sadar, kalau dia populer.

Perjalan dilanjutkan dengan keheningan. Akaashi baru sadar, jika rumahnya dan (f/n) satu perumahan. Cuman beda blok. Jadinya Akaashi mengantarkan (f/n) sampai rumah.

Saat di gerbang perumahan, (f/n) memeluk tubuhnya sendiri. Kedinginan. Jelas saja, dia kan nggak pakai jaket.

Akaashi yang sadar, melepaskan jaketnya. Meletakkannya di pundak (f/n).

"Pakailah."

(F/n) menatap Akaashi bingung. "Eh?"

"Kamu kedinginan kan?"

"Ba-bagaimana denganmu!?"

"Aku baik, sudah pakai saja," kata Akaashi sedikit memerintah.

(F/n) mengangguk pasrah. Memakai jaket Akaashi membuatnya dapat merasakan aroma Akaashi. Berpikir itu saja, dapat membuatnya malu.

Akaashi sendiri, masih bingung. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu pada orang yang baru dia kenal? Sungguh di luar dugaan.

"Akaashi-san, disini rumahku," ucap (f/n). Menghentikan laju langkahnya tepat di depan gerbang rumahnya.

"Oh, yasudah"

"Ini," (f/n) menyerahkan jaket Akaashi.

Sebenarnya, Akaashi sendiri lupa. Kalau (f/n) mengenakan jaketnya.

Dengan canggung dia menerimanya.

"Ma-makasih ya," ucap (f/n) dengan senyuman manis. Disertai rona merah di pipinya.

Spontan jantung Akaashi seperti berhenti berdetak. Dia mematung. Baru kali ini, (f/n) tersenyum untuknya. Biasanya dia hanya melihat dari jauh.

Senyum yang sangat menyejukkan hati.

"O-oh ya, sama-sama," cuap Akaashi.

"Aku masuk ya," (f/n) membungkuk pada Akaashi.

Akaashi sendiri, terdiam disana. Memegang dadanya. Lalu meremasnya. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang.

'Apa aku sakit jantung?'

I saw you hiding in this garden

The Truth Untold || Akaashi Keijiحيث تعيش القصص. اكتشف الآن