IX. Death

2.6K 655 85
                                    

hyunbin mendorong troli sembari mengikuti langkah kedua adiknya. minhee dan hyeongjun bertugas mengambil bahan makanan yang mereka butuhkan untuk makan malam. hyunbin mengatakan tidak baik jika mereka memesan makanan karena lokasi rumah peristirahatan yang cukup jauh dari kota. jadilah si sulung yang merupakan satu-satunya koki di rumah mereka yang akan menyediakan kudapan malam ini.

"kak, butuh rumput laut gak?" tanya minhee sembari memegang satu bungkus rumput laut kering di tangannya.

"kalo lu mau masukin aja ke keranjang," sahut hyunbin yang tau selera adiknya.

hyeongjun yang melihat hal tersebut kemudian mengambil dua kotak tomat cherry lalu menatap hyunbin. si sulung tertawa geli lalu mengambil satu kota dari tangan hyeongjun dan memasukannya ke dalam keranjang.

"satu aja, sayang kalo gak abis"

minhee ikut tertawa kemudian merangkul hyeongjun untuk kembali berjalan. setelah memastikan bahan yang harus dibeli sudah terkumpul dalam troli, ketiganya berjalan menuju kasir.

kasir yang melayani mereka adalah seorang wanita paruh baya dengan wajah ramah. wanita itu tersenyum saat matanya bertemu dengan hyeongjun.

"wah kalian bukan penduduk di sekitar sini ya?"

"bukan, bi" jawab hyunbin.

senyum di wajah wanita itu sedikit mengendur ketika menatap wajah hyunbin, begitu juga kala mata yang mulai memunculkan kerut penuaan itu menatap minhee yang sedang memainkan ponselnya.

hanya hyeongjun yang menyaksikannya. perubahan ekspresi wanita itu, entah mengapa membuat hyeongjun ketakutan. tak sadar jantung hyeongjun berdegup lebih kencang dari yang seharusnya.

setelah semua barang mereka dibayar oleh si sulung, minhee dan hyunbin membawa beberapa kantung belanja dan berjalan meninggalkan kasir. hyeongjun mengekori kedua saudaranya itu dari belakang. namun saat sebuah tangan menahannya, hyeongjun menoleh dan menghentikan langkahnya.

"kamu bisa, song hyeongjun. cari caranya, sebelum semua terlambat"

wanita itu berbisik dengan tatapan kosong pada hyeongjun. si bungsu tercekat dan tak sanggup membalas ucapan wanita itu barang satu kata pun. setelahnya wanita itu pergi, seperti tak terjadi apapun di antara mereka. kembali wanita itu tersenyum kala seorang laki-laki paruh baya datang untuk membayar barang-barang yang dibeli.

"jun, ayo" suara minhee menyadarkan hyeongjun.

hyeongjun masih tak mengeluarkan sepatah kata pun bahkan ketika mobil mereka perlahan meninggalkan area parkir swalayan itu. minhee sibuk memainkan game di ponselnya dan hyunbin fokus mengemudikan mobil.

jika bibi kasir itu benar.

jika bibi kasir itu tau sesuatu tentang mereka.

hyeongjun dan mimpinya beberapa waktu lalu.

keduanya saling berkaitan.

mobil ini, hyunbin dan minhee.

tapi kenapa hyeongjun juga berada di sini? hyeongjun menyimpulkan sesuatu. keberadaanya mungkin punya maksud dan tujuan. dengan mendadak si bungsu menggenggam erat tangan hyunbin yang tak memegang kemudi mobil.

"kakak berhenti!"

hyunbin secara otomatis menghentikan laju mobil mereka. perjalanan masih jauh dan hujan mulai turun lebih lebat, membuat jarak pandang terganggu. hyeongjun tau ini pasti penyebab mengapa hanya ada jungmo, wonjin dan dirinya kala itu.

"ada apa, jun?" tanya hyunbin tak bisa menutup rasa panik dan terkejut karena tindakan hyeongjun yang tiba-tiba.

"kita gak bisa kesana, kak. hyeongjun mau pulang ke rumah aja" ucap hyeongjun. ada getar rasa takut dalam tiap kata yang diucapkan si bungsu dan keuda saudaranya dapat merasakan itu.

"kenapa gak bisa, jun?" tanya minhee. hyeongjun hanya menggeleng pelan lalu mengambil ponsel dari saku jaketnya. ia berusaha menghubungi seseoarang.

"kak jungmo?"

hyunbin dan minhee tak menghentikan si bungsu. pasti lah ada sesuatu yang tak beres hingga membuatnya ketakutan. hyunbin hanya menggenggam tangan hyeongjun yang entah sejak kapan terasa begitu dingin.

"kak kita pulang aja ke rumah boleh gak? hyeongjun takut tapi gak bisa jelasin sekarang"

hyeongjun hampir menangis kala menjelaskan keinginannya untuk kembali ke rumah mereka. hyunbin yang melihat hal tersebut segera mengambil ponsel hyeongjun untuk dapat bicara dengan jungmo.

"gimana?"

"kalian dimana?"

"masih deket swalayan ini. balik aja ya? hyeongjun sampe nangis ini dia gak mau kesana"

"yaudah gua sama wonjin muter balik"

"oke, gua tunggu nih. bareng baliknya"

"oke"

hyunbin meletakan ponsel hyeongjun di atas dashboard dan mengusap air mata hyeongjun. minhee menggenggam tangan saudaranya itu dengan erat.

"nanti minhee pindah ke mobil kak jungmo ya," ucap hyeongjun sembari meredam tangisnya. minhee setuju tanpa penolakan. ia mengangguk untuk menenangkan hyeongjun.

"hyeongjun tau, hyeongjun ngerepotin kakak sama  minhee," ucap hyeongjun pelan "tapi, mungkin cara ini bisa nyegah mimpi hyeongjun jadi nyata. maafin hyeongjun"

"di luar hujan, jalanan pasti licin. hyeongjun gak mau berpikir negatif tapi rasanya banyak tanda yang diarahin ke hyeongjun,"

"hyeongjun cuma takut mimpi hyeongjun ada kaitannya sama perjalanan kita ke rumah peristirahatan papa,"

hyunbin mulai mengerti maksud ucapan hyeongjun. wonjin sudah menceritakan perihal mimpi si bungsu tempo hari. makam, jungmo yang menangis, wonjin dan hyeongjun.

tanpa hyunbin. tanpa minhee.

minhee menatap tak mengerti pada sang kakak yang kini terlihat larut dalam pikirannya sendiri.

"sebenernya ada apa sih kak? gua gak paham"

hyunbin menatap minhee dan hyeongjun bergantian. si sulung menghembus napas berat. terlalu banyak hal asing yang terjadi dalam keluarga mereka.

"hyeongjun baru aja nyegah kematian lu sama gua"

.

.

.

tbc

-godfelx

• b r o t h e r • starship/pdx101Where stories live. Discover now