Madre di Terra|8

19 11 4
                                    

Teriknya matahari mulai menyebar ke berbagai bagian negara ini. Di beberapa tempat yang gersang, terik matahari justru memancing kehadiran si jago merah yang membakar sampah-sampah yang tergeletak dengan bebasnya. Gas karbondioksida yang tak terlihat mulaai terbentuk akibat pembakaran itu.

Pasukan gamma yang memang ahli dalam kesehatan, mulai membagikan masker kepada pasukan Salvatore terra yang berada di markas penelitian. Mereka bahkan memberi satu tabung oksigen untuk tiap-tiap orang.

Melihat kondisi yang cukup buruk hari ini, akibat dari kebakaran besar itu membuat otakku kembali penasaran dengan dampak yang mungkin saja terjadi karena kejadian ini.

Captain!” panggilku saat melihat Captain Anlon ingin memasang masker miliknya.

“Ada apa Serra?” tanya Captain Anlon setelah memasang maskernya dengan sempurna menutupi hidung dan mulutnya.

“Aku ingin bertanya tentang sesuatu.”

“Katakan saja, Serra.”

Capt, apa senjata buatanku yang dikirim dari Italia bisa sampai hari ini? Melihat kemungkinan yang ada, aku tidak yakin akan hal itu. Langit sangat gelap karena tertutupi asap hitam bekas kebakaran sampah.”

“Mereka bilang mereka akan sampai sebentar lagi, Serra. Kamu lupa jika helikopter milik lembaga kita adalah helikopter terbaik yang pernah ada,” ucap Captain Anlon mencoba meyakinkanku.

Setelah menjawab pertanyaanku, Captain Anlon melangkahkan kakinya menjauhiku. Sepeninggalannya, Zucca yang sejak tadi berada di dalam markas peristirahatannya tiba-tiba sudah berada di sampingku.

“Percaya pada Captain Anlon, dia bukan tipe orang yang memberi harapan palsu,” ucap Zucca.

“Iya, dia tidak sepertimu yang suka menebar janji-janji palsu kepada para gadis,” ledekku membuatnya mengeluarkan cengiran andalannya.

“Kau ini, itu bukan salahku. Hanya saja para gadis itu terlalu menyukaiku sehingga perlakuan baikku justru disalahartikan oleh mereka semua,” elak Zucca membuatku sedikit terkekeh.

“Terserah padamu, hanya yang pasti aku tidak sama seperti para gadismu itu. Kata mereka, kamu adalah laki-laki terkeren yang ada di academy. Tapi, kamu tetap adalah laki-laki yang menyebalkan yang suka mengganggu orang lain.”

“Ya ya, perempuan selalu benar dan laki-laki selalu salah. Benarkan?” tanyanya dengan wajah yang lesu.

“Tidak benar, hanya saja kaummu memang suka membuat kesalahan lebih banyak dibanding kaumku,” ucapku dengan santai membuat Zucca memutar bola matanya dengan jengah.

“Terserah apa katamu saja, aku tidak peduli.” Mendengar ucapan Zucca yang seperti sedang putus asa membuatku tertawa renyah.

Zucca tiba-tiba menatapku dengan pandangan yang tak bisa ku artikan disaat aku sedang tertawa. Pandangan matanya yang teduh saat menatapku diiringi senyuman manis yang terukir di wajahnya, membuatku secara tidak sadar ikut tersenyum.

“Kenapa menatapku seperti itu?” tanyaku bingung sembari menaikan salah satu alisku.

“Tidak ada apa-apa, hanya saja ini momen yang langka. Biasanya kamj selalu menunjukkan wajah kesal dan marah saat bersamaku, tapi saat ini kamu justru tertawa,” ucap Zucca sembari terkekeh.

“Anggap saja bonus dari pertemanan kita selama ini.” Aku mengedipkan mataku lalu berjalan meninggalkan Zucca yang masih tertawa melihat tingkah langka ku barusan.

Aku kembali ke dalam markas penelitian untuk melihat hasil kerja dari anggota pasukan epsilon yang saat ini sedang membuat senjata dari sisa-sisa bahan organik yang sempat kubawa dari Italia. Ryel terlihat begitu serius melihat objek melalui mikroskop digital yang kami bawa, sedangkan yang lainnya sibuk menghitung nilai kadar yang harus mereka tetapkan.

“Serra, kemarilah!” panggil Ryel saat melihatku memasuki markas penelitian.

Aku menghampiri meja kerja milik Ryel. Saat berada di dekatnya, Ryel mempersilahkanku untuk melihat preparat yang sedang dia teliti. Beberapa mikroorganisme yang ada pada bahan organik milikku justru mematikan sel-sel jahat yang ada pada sisa kotoran mudskipper raksasa.

Ryel menyalurkan pendapatnya mengenai senjata yang bisa kita buat dari bahan organik yang aku bawa. Ryel juga menunjukkan desain senjata yang sudah dia buat di atas kertas sketsa dengan bantuan pensil mekaniknya yang selalu berada di saku celananya.

“Jadi kamu mau gunakan bahan ini untuk menjadi bahan peledak?” tanyaku yang dibalas dengan anggukan.

No problem, tapi kamu harus cari tahu kekuatan bahan ini jika dijadikan peledak. Termasuk ke-efektivan bahan ini.” Ryel hanya mengangguk paham dan mencatat hal-hal yang aku ucapkan.

Setelah berbincang dengan Ryel, aku melangkahkan kakiku ke arah Quira dan Conchetta yang sedang sibuk membuat laporan. Beberapa buku analisis dengan bahasa pengantar Jerman, turut menemani mereka berdua sebagai panduan dalam membuat pembahasan dan kesimpulan pada laporan.

Di saat aku sedang berbincang dengan Quira dan Conchetta membahas tentang laporan milik mereka berdua yang nantinya akan dikirimkan ke para petinggi peneliti di Italia, suara helikopter menginterupsi pembicaraan kami bertiga. Dengan segera, kami semua langsung menghampiri suara riuh itu berasal.

Semua pasukan mengarahkan pandangannya melihat helikopter berwarna hijau lumut itu. Pasukan Salvatorre terra dari Italia keluar dari helikopter membawa beberapa kotak kayu dengan ukiran khas nusantara. Kotak yang dibawa oleh pasukan itu, merupakan kotak penyimpanan kayu yang dulu dibuat oleh mendiang Ayah Serra.

Serra membuka satu persatu kotak kayu yang diletakkan dihadapannya. Kotak penyimpanan pertama, berisi senjata laras panjang berwarna perak dengan ukiran dedaunan yang menggunakan peluru yang terbuat dari campuran logam yang dibalur dengan larutan mikroorganisme berbahaya. Kemudian, kotak penyimpanan kedua berisi peledak organik dengan kemampuan ledakan radius tinggi.

“Serra, senjata buatanmu sangat cantik,” puji Sal membuatku merasa bangga dengan karya yang ku buat.

“Terima kasih, Sal.”

“Boleh aku memilih senjata yang akan kugunakan?” tanya Sal. Sebelum aku menjawab pertanyaan Sal, Captain Anlon langsung menimpali ucapan Sal terlebih dahulu.

“Kamu bisa memilihnya nanti Sal! Sekarang, kita akan membahas strategi baru yang akan kita gunakan,” timpal Captain Anlon.

“Siap Captain,” ucap Sal sembari memberi hormat kepada Captain Anlon lalu, meninggalkanku bersama Captain Anlon.

Aku bersama dengan Captain Anlon berjalan beriringan menuju markas peristirahatan kelompok alpha. Pasukan Salvatorre terra yang mengantarkan senjata milikku, langsung kembali ke negara asal kami. Mereka hanya ditugaskan untuk mengantarkan barang, setelah itu mereka diwajibkan untuk kembali tanpa mengulur waktu.

“Ares, kamu sudah menyusun strategi baru?” tanya Captain Anlon.

“Sudah Capt. Nanti kita akan ...,” ucap Ares menjelaskan strategi baru dengan sangat detail.

Sebelum Ares menyusun strategi, dia menemuiku terlebih dahulu untuk menanyakan kekuatan senjata yang akan dikirim, kemudian tentang jarak radius keefektivan senjata khususnya peledak organik.

“Bagaimana, Capt?” tanya Ares setelah selesai menjelaskan.

“Ide yang bagus, Ares. Tapi, masukan aku untuk ikut berkontribusi di dalam perang ini,” pinta Captain Anlon.

“Baik, Capt!”

"Persiapkan diri kalian semua! Dan Sal, silahkan pilih senjata yang ingin kamu pakai saat berperang nanti,” ucap Captain Anlon dengan nada sedikit meledek hingga membuat pipi Sal memerah karena malu.

Madre di Terra | COMPLETEDWhere stories live. Discover now