Rr

2.1K 327 25
                                    



Pada akhirnya, pesta yang diadakan anak Heracles itu bertahan hingga subuh-nya.


Jeno sudah harus pulang saat Helios tak lagi diatas mengawasi mereka agar dia dapat menyalakan perapian bersama mamanya.


Tak usah disinggung, Mark saja tak henti-hentinya menggoda sahabatnya yang tampak mencapai langit ketujuh sehabis menghabiskan waktunya dengan Jeno.


Kalau kalian tahu pesta milik para dewa dewi, pesta itu dapat bertahan hingga hari berikutnya. Oh bahkan sampai berhari-hari, tetapi Mark sendiri hanya membatasi pestanya untuk sehari. Begitu malam bergulir, banyak yang sudah meninggalkan mereka, kecuali para dewa dan dewi yang ingin menghabiskan malam dalam mabuk anggur.


Renjun bukan tipe yang senang mabuk. Dia hanya minum ketika ada pada perayaan dimana batalion perangnya menang untuk menghargai semangat mereka. Tapi kondisinya disini ialah Mark adalah sahabat Renjun dan kewajiban Renjun sebagai sahabat adalah membantu dewa itu membereskan pestanya.


Hari kini sudah subuh. Beberapa dewa dan dewi yang masih ada sudah terkapar entah diujung manapun karena mereka terlelap sehabis mabuk.


Mark sendiri sudah lama terlelap dengan badan bertopang pada meja makan yang tadinya penuh.


Sedangkan Renjun, dia sudah terbangun pagi-pagi buta dan membawa raga manusiawinya untuk keluar dari ruangan itu dan menikmati suara dan suasana pagi.


Anak Dewi Strategi dan Perang itu menyukai ketentraman yang dia dapat ketika semua orang masih lelap dalam mimpi mereka. Ketenangan ini jarang dia dapatkan di medan perang, kecuali bila hanya dia yang tersisa.


Ketenangan Renjun terganggu ketika dia mendengar ada suara derap kaki yang mendekat kearahnya, beberapa saat kemudia ada seorang sosok yang duduk dan menyamankan dirinya disamping rumput yang Renjun duduki.


"Hai cantik," sapa sang Anak Dewi Cinta dengan senyuman yang begitu manis dan rambut merah muda yang bersinar lembut terpantul sinar lemah dari matahari yang belum menampilkan diri.


Renjun menatap pria di depannya. "Perasaan aku baru mendengar dari yang lain bahwa salah seorang anak Aphrodite mengkumandangkan isi hatinya tanpa rasa malu," senyumya. "Lalu apa yang kau lakukan didepanku bila ini sama saja melanggar kumandangmu tentang cinta?"


Tidak seperti Jeno yang mungkin akan segera memiliki pipi merah, Jaemin malahan tersenyum lebih cerah lagi. "Mungkin tidak, kalau kau tahu..." Jaemin batuk dengan sengaja lalu menatap Renjun dengan mata penuh binar. "Kaulah salah seorang dari alasan kenapa aku berjanji demikian."


Jantung Renjun seketika berdetak dengan kuat. Dia tak ingin mengakuinya, tetapi dia masih berusaha untuk setidaknya menggoda lelaki didepannya.


"Sangat berani dirimu berasumsi bahwa aku memiliki rasa yang sama sampai menjanjikan sesuatu yang begitu besar." pancingnya dengan senyuman yang kalau kata dewi dan dewa lain 'mampu membuat musuh menyerah tanpa peperangan'.


Jaemin memundurkan badannya melihat Renjun yang mendekatkan tubuh mereka dan berkata seperti itu.


"Kau bisa menjadi perjaka suci hingga ajal menjemput jika aku tak memiliki perasaan yang sama." pancing Renjun lagi. "Apakah dengan begitu kau tetap akan memegang kata-katamu?"


"Jangan menjadi pribadi yang sulit, kenapa?" gerutu Jaemin tak percaya. "Sulit menjadiku yang mencoba untuk mendekatimu, kau tahu?" sungutnya.


Jaemin memang jago berperilaku manis, menawan dan menggoda, tapi kalau lawannya ini benar pujaan hatinya dan bertingkah lebih sulit dibanding Jaemin, tentu Jaemin hanya bisa bersugut kesal sambil berharap ada keajaiban.


Renjun tertawa melihat Jaemin yang menatapnya penuh dengan kekesalan namun juga pengharapan yang terpendam begitu banyak dan tak pusing-pusing Jaemin tutupi.


Tangannya perlahan bergerak, menutupi tangan Jaemin dan tanpa ragu Jaemin segera menautkan jari-jari mereka. Kini senyum kembali bersinar dari bibir merah jambu Jaemin.


Renjun mengaku kalah bila dihadapkan dengan pemandangan seperti ini dimana anak dari Dewi Cinta sedang menatapnya penuh puja dengan matahari yang kini sudah terbit juga terpantul dari bola mata Jaemin.


"Ingin tinggal untuk sarapan?" tawar Renjun. Dan Jaemin tentu lebih dari berbahagia untuk menyetujui ajakan sang salah satu pujaan hati.



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Harmonia ≡ NorenminWhere stories live. Discover now