S2E1 - Tahun 2019

319 25 2
                                    

Hi, semua! Balik lagi dengan Starving, Fasting!

Di chapter kali ini mengambil setting tahun 2019, ya!

Happy reading!

------------------------------------------

Harry merasakan pundaknya nyeri lagi. Baru sepuluh menit ia terlelap sepulangnya dari bekerja. Posisinya masih miring, membelakangi Ginny saat ini. Masih sama seperti tadi meski terasa lumayan reda. Ginny yang menyuruh berbaring seperti itu. Penyerangan di salah satu distrik penyihir pinggiran melukai punggungnya. Pada sisi pundak kanannya memar meski tidak terlalu bengkak. Bekas sayatan melintang kentara dari balik krah kaus santai yang ia pakai. Luka itu langsung membuat Ginny mendelik tepat saat Harry pulang tadi siang.

"Kalau masih sakit, biar aku buatkan ramuan. Malah susah semua loh nanti Tarawihnya." Bisik Ginny pelan. "Diminum nanti waktu buka, ya." Lanjutnya.

Istrinya itu rupanya kembali masuk ke kamar. Sudah hampir Maghirb. Ginny memang berniat membangunkan Harry untuk turun menunggu waktu berbuka tiba.

"Tak perlu, Gin. Sebentar lagi juga sudah sembuh." Alih Harry tidak mau membuat istrinya khawatir.

"Bagaimana mau sembuh kalau punggungmu masih seperti ini? Harry, tulang-tulangmu sudah tidak muda lagi. Dulu waktu perang, dibanting seperti apapun kamu masih bisa tahan. Lalu ini.. jangan sok kuat." Ginny duduk di pinggiran ranjang memperhatikan Harry dengan tatapan serius.

Ranjang mereka bergerak seiring Ginny turun. Diliriknya singkat Harry dari sisi meja panjang di salah satu sudut kamar. Beberapa ramuan sederhana dan obat-obatan Muggle tersimpan di sana. Lebih banyak milik Harry yang ada di sana. Untuk ramuan dan obat-obatan keluarga, Ginny menyimpannya di kotak penyimpanan di dekat dapur. Di kamar mereka hanya dikhususkan untuk milik Harry yang kapan saja bisa cepat untuk dikonsumsi.

"Gin," panggil Harry lirih, ia angkat kepalanya sedikit melihat di mana istrinya berada.

Denting-denting suara botol kaca beradu bergantian. Ginny benar-benar menyiapkan Harry ramuan.

"Sebentar lagi buka puasa. Diminum, ya. Biar nyerinya reda dan tidak bengkak." Kecuan singkat Ginny mendarat tepat di dahi Harry. Seketika pria dewasa itu pun mendelik.

"Kok di situ. Di sini, dong." Sentuh Harry pada ujung bibirnya.

Ginny meremas pelan pundak terluka Harry hingga suaminya spontan menjerit kesakitan. "Ouch! Sakit, sayang!" pekik Harry. suaranya memelas atas perlakuan tiba-tiba itu.

"Kalau mendaratnya di situ, kita buka puasanya sekarang." Protes Ginny malah ditanggapi sebuah cengiran manis dari Harry. Kebiasaan sekali jika sudah mereka saling goda di saat anak-anak tidak ada di sekitar mereka.

"Sakit masih saja genit."

Kali ini Ginny benar-benar keluar dari kamar dengan segelas ramuan di tangannya. Tidak lupa ia berteriak kepada ketiga anak-anaknya untuk tenang sembari menunggu waktu berbuka tiba. Pasalnya, sudah mulai di lantai bawah. James dan Albus sibuk memperebutkan potongan pie paling besar di meja makan. Kesalahan Ginny sendiri yang memotong tidak sama besar. Niatnya memang ia akan bawa nanti saat sholat Tarawih berjamaah di the Burrow. Tapi sayangnya, beberapa pie sedikit gosong dan tidak begitu bagus. Atas dasar tidak-layak-untuk-diberikan-ke-orangtua, akhirnya Ginny memotong beberapa pie yang ia singkirkan untu dikonsumi sendiri dengan suami dan anak-anaknya.

"Kalau James ambil yang besar, aku mau yang utuh dan tidak gosong." Protes Albus. Tidak biasanya ia akan berusaha keras melawan kakaknya demi sebuah makanan. Itu pie kacang merah, kesukaan Albus. Bahkan isian pie itu Albuslah yang mengusulkan.

Starving, Fasting (Fic Ramadhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang