Stranger from Faraway (2)

Começar do início
                                    

"Mungkin anda sudah tahu, tapi saya bernama Alex Lui. Anda bisa memanggil saya dengan sebutan Alex saja. Senang berkenalan dengan anda, Nona Wu!" ujarnya seraya menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman.

"...lalu, namamu itu ditulis dengan huruf apa?" tanya Lanfan dingin. Bermaksud menyindir basa-basi tamunya.

"...Ditulisnya begini," jawab pemuda itu seraya menarik secarik kertas dari memo yang tersedia di atas meja.

Ketika kertasnya dia serahkan pada Lanfan untuk dibaca, gadis itu tergelak. Pemuda itu benar-benar menuliskan ejaan namanya dengan huruf biasa dari common language.

Biasanya bila ada orang asing sok berusaha menerjemahkan arti namanya untuk berusaha membuat dia terkesan saat dia tanyai balik, orang itu akan tergagap atau berusaha berkilah. Sementara orang bernama Alex Lui ini malah menyodorkan tulisan namanya dengan lugu, seperti tidak menyadari sindiran Lanfan. Benar-benar orang yang berbahaya dalam berbagai arti.

"Baiklah...," ujar Lanfan setelah reda dari tawanya. "Senang berkenalan denganmu juga. Boleh kupanggil Alex atau Lui saja?" tanya gadis itu, akhirnya menyambut jabatan tangan yang kembali diulurkan oleh tamunya.

"Saya tidak keberatan dengan panggilan yang mana pun juga bila itu membuat anda merasa mudah untuk mengucapkan, Nona Wu."

"Oke, kalau begitu ... Alex," panggil Lanfan. "...kuteruskan pertanyaanku. Tapi sebelumnya kuperingatkan saja, aku menginginkan jawaban jujur dan aku akan tahu bila kau bermaksud bicara bohong."

Seketika nuansa ramah-tamah yang sempat timbul, lenyap tak bersisa dengan perkataan Lanfan.

"Seperti yang sudah kukatakan, kami sudah memeriksa semua barang bawaanmu. Kami sama sekali tidak menemukan koneksi antara dirimu dengan klan, kecuali plakat kuno yang kau bawa. Bagaimana plakat itu bisa kau dapatkan?"

"Ah, plakat itu saya temukan di antara barang-barang peninggalan leluhur. Menurut kerabat saya yang lain, itu barang peninggalan nenek buyut saya," jawab Alex langsung. Kemudian tanpa memberikan kesempatan bagi Lanfan untuk menimpali, pemuda itu meneruskan,"...Maaf, boleh saya meminta isi kotak bambu itu? Saya belum makan sejak semalam... ."

Lanfan jadi diingatkan bahwa dia juga bertugas mengantarkan sarapan. Gadis itu membukakan tutup kotak bambu yang segera membuat uap beraroma sedap daging cincang dan bawang menyebar ke penjuru ruangan. Setelah menyerahkan kotak bambu pada tamunya, gadis itu bangkit untuk menuangkan teh.

"Terimakasih banyak, Nona Wu..., " gumam Alex seraya menerima cawan teh dari Lanfan. "Roti kukus ini juga sedap sekali. Rotinya empuk, isiannya gurih. Saya jadi ingin menemui koki yang memasak."

Lanfan baru akan menimpali dengan beragam menu andalah bibi dan paman koki di dapur utama, tetapi gadis itu sadar pembicaraan mereka akan kembali melenceng.

"-Ehm," dehem gadis itu, setengah menyembunyikan rasa malu. "Kau bisa menjawab sambil meneruskan makan, tetapi jangan terlalu banyak mengisi perut ... Kita belum tahu bagaimana efek mata rubi pada tubuhmu sekarang."

"Mata rubi?" ulang Alex, setelah menelan kunyahannya.

"Kami menyebut mata anggota keluarga yang mewarisi kemampuan leluhur Wu dengan Ruby Eyes. Ketika sulur-sulur merah muncul di bola mata, menggantikan warna iris mata yang asli," jelas Lanfan, kali ini menuangkan teh di cawan lain untuk dirinya sendiri.

"Normalnya, setelah ritual penyegelan—seperti yang sudah kulakukan padamu kemarin, warna mata akan kembali seperti semula. Sewaktu memeriksa kondisimu yang sudah kehilangan kesadaran, semua orang terkejut ... Warna matamu tetap memerah."

Lanfan meneguk isi cawan tehnya hingga habis lalu melanjutkan, "Tapi, karena kami juga belum pernah mengalami kasus seseorang yang hanya memiliki sebelah Mata Rubi, kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah memastikan kondisimu cukup stabil, kami putuskan untuk meninggalkanmu dengan pengawasan."

Right EyeOnde histórias criam vida. Descubra agora