Chapter Enam - Painting Class Part 2

430 46 169
                                    

Aku menghela nafas. Akhirnya Temperance tenang juga. Aku melihat Imprudence yang masih menatap Temperance dengan tatapan penuh benci.

"Sudahlah, Libertas. Aku gak apa-apa. Temperance, Gluttony, lakukan tugas yang aku berikan kepada kalian ya" kataku.

"Oke !" kata Temperance dan Gluttony secara bersamaan. Aku tersenyum kecil. Mungkin mereka berdua memang jodoh.

Aku berjalan ke arah masing-masing murid untuk melihat apa yang mereka lukis. Aku berjalan ke tempat Pride terlebih dahulu.

Aku melihat kanvas yang dilukis Pride. Apa yang dia lukis berhasil membuatku terkejut. Di lukisannya terdapat dua orang. Seorang pria dan seorang wanita. Mereka berdua memakai pakaian aneh yang mirip seperti pakaian para pemuja setan. Mereka juga memiliki tatapan dan senyuman mengerikan di wajah mereka.

"Mereka berdua adalah para pemujaku yang paling setia" kata Pride, menjawab pertanyaan tak terucap dariku.

"Ah. Begitu. Bisakah kau menceritakan sedikit tentang mereka ?"

"Tentu saja. Aku yang agung ini adalah anak yang langsung dipilih oleh sang iblis jauh sebelum aku lahir, dan kedua orang ini adalah orang yang beruntung karena melahirkanku. Setiap hari mereka memujaku dan menyembahku. Membacakan ayat-ayat-ayat terkutuk dan mempersiapkan tumbal untukku. HAHAHAHA ! MEREKA BENAR-BENAR PEMUJA YANG PALING SETIA !!!!"

"Bukankah itu ajaran sesat ?" tanya Gluttony.

"AJARAN SESAT ??!! BERANI-BERANINYA KAU BILANG KALAU INI AJARAN SESAT !!!!!"

"Ah, maafkan aku. Aku yang salah"

Aku menghela nafas dengan lega. Untung saja tidak ada perkelahian yang terjadi.

Aku berjalan ke arah Humility dan kanvasnya. Humility melukis lukisan seorang gadis kecil yang manis.

"Adikmu ?"

"Temanku........maksudku mantan temanku...."

Aku menatap Humility. Mengharapkan jawaban lebih. Humility yang merasa tidak nyaman dibawah tatapanku mengerti itu.

"Dia meninggal bertahun-tahun yang lalu...........dia adalah seseorang yang sangat menjunjung tinggi keadilan.......dan dia ditembak mati oleh seorang pembunuh bayaran. Pembunuh bayaran itu disewa oleh gubernur yang korupsi waktu itu.........temanku memimpin sebuah demo untuk menurunkan posisi gubernur waktu itu........dan......dan........"

Humility tidak dapat menahan air matanya yang hendak mengalir membasahi wajahnya.

"HUAAHH ! SABAR, KAK HUM !" Kindness memeluk Humility.

"A-aku.......tidak apa-apa.......maaf telah berlebihan....."

"Tidak. Kamu tidak berlebihan, Hum" kataku, menenangkan.

Ketika Hum sudah tenang, aku berjalan ke arah Envy untuk melihat apa yang dilukisnya.

Sebuah bola. Lebih tepatnya bola basket.

"Kamu suka basket ?"

Envy menunjuk dirinya sendiri. "Kamu bicara kepadaku ?"

"Ya iyalah"

"Jadi semua orang di sini adalah indigo. Ya. Aku suka basket. Semasa aku hidup, basket adalah hidupku. Sampai karena suatu masalah yang membuatku tidak dapat bermain basket lagi, aku mengakhiri hidupku. Itulah yang membuatku menjadi hantu sekarang"

Kindness memiringkan kepalanya. "Kamu sudah mati, Envy ?"

"Ya"

"Eh ? Jadi aku punya kemampuan untuk melihat hantu ? Keren ! Aku dapat melihat jutaan hantu imut di luar sana !"

Rumah Sakit Jiwa DesimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang