BAB 2

26K 3.1K 349
                                    

Begitu syuting untuk segmen pertama rampung, Desi berlari memeluk wanita yang baru saja keluar dari aula, "Kak Kat!"

"Hei, Des." Katyana tertawa renyah, balas memeluknya hangat, "Tiga bulan ini lo jangan bosen-bosen liat muka gue, ya."

"Nggak janji, deh." Desi menjulurkan lidah sambil mengerling jahil, "Kalau sampai kak Kat kepilih jadi Grisha dan gue jadi Jihan-nya, tiga hari tiga malem gue bakal ngadain tumpengan."

"Amin." Katyana tertawa sambil manggut-manggut, "We need to work hard."

"Katyana, Desi, tungguin dong!" bersamaan dengan panggilan tersebut, dua orang pria buru-buru mensejajari langkah mereka.

"Gila sih, Kat," Nick, pemuda blesteran itu menepuk pundak Katyana dengan senyum merekah, "penjelasan lo tentang Grisha keren banget."

Robert mengacungkan jempolnya, tanda setuju, "Gue yakin dewan juri pasti terkesan sama pemikiran lo tadi."

"Thanks, guys."

"Wah, fraksinya udah mulai kebentuk, nih." gumaman Desi langsung mengalihkan perhatian Katyana sepenuhnya. Mengikuti arah pandang juniornya tersebut, ia mendapati Arin dan Felli sudah tiba lebih dulu di ruang makan, masing-masing dikelilingi oleh tiga kandidat pemeran Jihan, Surya, dan Fairuz—sama seperti dirinya.

Katyana tak perlu bertanya pada Desi apa maksud dari fraksi. Di mata penonton, pembentukan kelompok yang ada saat ini mungkin terjadi secara natural tanpa disengaja, tapi sesungguhnya semua itu telah diatur jauh-jauh hari.

Satu minggu sebelum tinggal di asrama, tim Finest memberikan arahan kepada para finalis agar berada di grup yang sudah mereka tentukan. Demi meyakinkan penonton bahwa ada persaingan sengit di antara Arin, Felli, serta Katyana—tim pun berusaha membangun situasi di mana ketiganya memiliki squad sendiri-sendiri.

"Gue jadi iri sama pemeran Rosa." keluh Nick seraya melihat Ferra, Rita, dan Westi yang asyik bercengkerama di meja makan, acuh tak acuh dengan ketegangan di antara ketiga grup, "Mereka satu-satunya finalis yang bisa temenan sama semua orang tanpa beban."

"Mau gimana lagi?" sahut Desi, mengangkat kedua bahu, "Tante Ferra Cs 'kan seumuran nyokap kita, malah aneh kalau tim Finest maksa mereka buat terikat dengan satu kelompok. Terlalu kentara settingan-nya."

Katyana mendengarkan percakapan mereka dalam diam, memilih tak berkomentar, "Gimana kalau kita cari duduk dulu?" ia kemudian mengajak ketiganya menuju meja makan panjang di tengah ruangan.

"Ouch," seperti baru menyadari sesuatu, Robert tiba-tiba berbisik di telinga Katyana, terkekeh geli, "Felli kayaknya sebel banget sama lo, Kat."

Benar saja apa kata Robert. Begitu Katyana duduk di seberang Felli, gadis itu langsung mengerucutkan bibir, tak mampu menutupi kedongkolan hatinya.

"Hai, Felli." tanpa ada yang mengira, senyum Katyana mencuat ke permukaan. Dibanding mendamprat si junior yang sudah memberikan tatapan sinis kepadanya, ia justru menyapa ramah.

Felli sontak tersipu, antara bingung, malu, sekaligus takjub. Ia sama sekali tak menyangka Katyana bersedia menyapanya lebih dulu, "H-hai, Kak Kat."

Melihat kegugupan itu, Katyana menepuk-nepuk punggung tangan Felli yang ada di atas meja, dengan gestur menenangkan, "Meski kita punya pandangan yang berbeda, tapi gue suka opini lo tentang Grisha."

Felli terkesiap, gelagapan, "Oh, ng-nggak, Kak Kat." luntur sudah ketidaksukaan yang sempat muncul di wajahnya, kini hanya ada rasa segan di sana, "Aku lebih kagum dengan penjelasan kakak tadi."

"It'll be a tough competition for all of us," tidak hanya berbicara pada Felli, Katyana juga menoleh ke arah Arin yang duduk di ujung meja, "Kita sama-sama berusaha, ya."

The Paragon Plan (TERBIT)Where stories live. Discover now