Atasan Aneh!

Mulai dari awal
                                    

"Kenapa?" Tanya Arman tanpa menoleh membuat Natasha terkejut.

"Eh?"

"Kenapa menatap saya terus seperti itu? Ada debu menempel di wajah saya?"

"Hah? Ti-tidak, pak. Tidak ada. Wajah bapak baik-baik saja,"

Arman mengerutkan keningnya dan menoleh ke arah Natasha, membuat gadis itu terlonjak kaget dan kini menatap Arman dengan rasa takut.

"Apa tadi katamu?"

"Wa-wajah bapak... baik-baik saja," jawab Natasha dengan takut-takut.

Natasha takut Arman akan marah dengan kelakuannya. Akan tetapi, bukannya marah, Arman malah terbahak dengan keras. Natasha sampai kaget mendengarnya. Dia tertegun mendengar dan melihat tawa lepas dari sosok arogan di depannya.

"Maaf... tapi, ucapanmu benar-benar aneh,"

"Hah?"

"Wajah saya baik-baik saja? Oh, ya ampun! Kamu mengatakannya seperti wajah saya habis terkena angin topan atau pukulan saja,"

Natasha mengerti maksud Arman jadi dia terkekeh kecil. Dia mengakui ucapannya memang agak aneh. Setelah tadi Natasha tertegun, kini gantian Arman yang tertegun. Dia tidak pernah menyangka akan ada seorang perempuan selain ibu dan adiknya yang memiliki senyum semenawan itu. Hanya Natasha. Hanya gadis itu saja yang mampu membuat Arman merasa ada kehangatan dan letupan dalam dirinya saat melihat Natasha tersenyum dan terkekeh.

'Dia cantik,' batin Arman.

Eh-tunggu dulu! Apa tadi dia bilang? Natasha cantik? Fixed! Otak Arman bermasalah.

Arman tanpa sadar mengulurkan tangannya untuk merapikan rambut Natasha yang menutupi wajah cantiknya. Arman menyelipkan rambut yang nakal itu ke belakang telinga Natasha. Tawa Natasha langsung terhenti. Dia menoleh dan saat itu matanya juga mata Arman saling menatap.

Arman berdeham kecil. Dia menarik tangannya dan memilih duduk dengan posisi semula di kursinya. Arman memeriksa kembali lembaran kertas di depannya. Natasha sendiri langsung duduk dengan tenang di sebelah Arman.

"Nanti malam, kamu ada acara?" Tanya Arman setelah dia menenangkan dirinya.

"Tidak, pak,"

"Hnn..."

Natasha memejamkan matanya dengan kepala tertunduk. Dia berusahan menenangkan degub jantungnya yang benar-benar cepat dan keras. Natasha sampai takut Arman akan bisa mendengar suara detakan jantungnya.

"Temani saya malam ini, ya?"

"Hah?!" Natasha menjawab dengan kaget.

Dia merasa telinganya sudah bermasalah. Dia juga langsung menoleh ke arah Arman dengan cepat.

"Temani saya malam ini. Kita makan malam bersama,"

Natasha semakin yakin dia sedang berhalusinasi. Sangat aneh baginya mendengar ajakan yang baru saja Arman lontarkan. Dia tidak tahu harus menjawab apa.

"Asha?"

Merasa tidak ada jawaban, Arman menoleh dan mendapati wajah Natasha yang merona hebat tengah menatap ke arahnya juga. Demi Tuhan! Arman merasakan jantungnya yang baru saja tenang kembali berulah. Bahkan Arman bisa mendengar detakan jantungnya sendiri saat ini.

"Ba-bapak se-serius?" Tanya Natasha dengan tergagap.

Arman terkekeh kecil. Dia mengangguk. Tangan Arman tergerak untuk mendarat di atas puncak kepala Natasha. Dia mengacak pelan rambut di puncak kepala Natasha.

"Saya yakin, kamu punya banyak hal yang ingin ditanyakan tentang hal tadi dan mungkin permintaan maaf saya juga," ujar Arman.

"Permintaan maaf?"

Arman mengangguk. Dia menjauhkan tangannya dari rambut halus Natasha.

"Nanti akan saya jelaskan. Jadi, mau menemani saya malam ini?"

"Te-tentu,"

Arman terkekeh kecil mendengar Natasha menjawabnya dengan tergagap akibat kegugupannya. Arman membiarkan Natasha keluar dari ruangannya. Dia sendiri melanjutkan pekerjaannya. Selain itu, Arman juga mengambil sebuah amplop cokelat yang lumayan besar dari laci mejanya. Dia mengeluarkan isi amplop itu.

"Natasha Wijaya," gumam Arman saat membaca kertas di tangannya.

Tangan Arman tanpa sadar mengusap foto di kertas itu.

Tangan Arman tanpa sadar mengusap foto di kertas itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mi, dia cantik. Apa mami setuju kalau dia menjadi menantu mami?" Gumam Arman pada foto ibunya yang ada di meja kerjanya.

Arman membaca lembaran kertas itu dengan serius. Semua biodata dan keseharian Natasha ada disana. Termasuk di dalamnya alasan Natasha berhenti kuliah selama dua tahun.

"Well, dia terlalu baik. Mereka melakukan hal ini padanya,"

Arman memikirkan sesuatu sebelum akhirnya dia menghubungi seseorang.

"Bian, tolong bersihkan apartment milikku,"

Senyum di bibir Arman terbit. Arman segera memasukan kertas iu ke dalam amplop dan dia kembali memasukan amplop itu ke dalam laci. Arman meraih ponselnya di meja saat ponsel itu bergetar.

"Ya, pi?" Tanya Arman pada ayahnya.

"Papi bercanda?"

"Oh, ya Tuhan!"

"Tentu saja, pi. Tentu,"

Arman menutup panggilan itu. Bibirnya tersenyum lembut namun, senyum itu tidak bertahan lama.

"Dia kembali. Bagaimana kalau dia masih tidak memaafkanku?"

"Mami... tolong bantu Arman, mi,"

Arman menghempaskan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Dia mendongakkan kepalanya dan menghela gusar. Dia senang jugat takut. Menjelang pukul lima, Arman menutup semua pekerjaannya. Dia keluar dengan amplop cokelat besar di tangannya.

"Asha," panggilnya.

"Ya, pak?"

"Sudah selesai?"

"Sedikit lagi, pak,"

Arman mengangguk. Dia memilih duduk di kursi kosong di sebelah Natasha. Dia memperhatikan Natasha yang nampak sibuk dengan pekerjaannya. Natasha juga mengikat rambut panjangnya menjadi ponytail.

"Sudah?" Tanya Arman saat Natasha merapikan mejanya.

"Sudah,"

Arman mengangguk dan berdiri. Dia menunggu Natasha dan dia berjalan.

"Jalan di sebelah saya, Asha,"

Natasha menjawab dengan gugup. Dia mengangguk dan berpindah menjadi ke sisi kanan Arman. Sampai di lobi, Arman dan Natasha berjalan bersama. Dia melihat beberapa pegawai pria menatap Natasha tepat ke arah leher gadis itu. Memang leher Natasha cukup jenjang dan menggoda siapapun untuk mengecupnya.

"Eh?" Natasha terkejut saat tangan Arman tiba-tiba berada di kepalanya dan menarik ikat rambutnya hingga kini rambutnya terurai.

"Jangan pernah menguncir rambutmu kecuali saat jam kerja!"

"Ba-baik pak,"

[DS#2] Between Me, You and WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang