"Hyeong, ini bukan salah Yoona. Aku hanya berkunjung ke tempat temanku yang dekat dari sekolah ini. Dan tidak sengaja bertemu dengan Yoona. Aku hanya menawarkan tumpangan," Sehun beralih menatap Brian dengan wajah datarnya, "Hyeong, aku sudah mengirimkan pesan teks padamu. Memberitahumu jika aku yang akan mengantarkan Yoona pulan—"

"Brian," Sehun berbicara dengan nada dinginnya, "Kau tidak perlu menawarkan tumpangan pada Yoona. Aku hanya telat menjemputnya lima belas menit. Dan tidak pernah lebih dari itu,"

Yoona masih menunduk, menjadi pendengar pecakapan antara Sehun dan Brian.

"Aku hanya berusaha menjadi Paman yang baik, hyeong," Brian mencoba menjelaskan pada Sehun.

Sehun menaikkan satu sudut bibirnya, "Paman yang baik, huh? Terima kasih atas kebaikanmu, Paman," Sehun menatap Yoona, "Ayo, pulang!" Yoona hanya mengangguk. Sehun menggenggam tangan Yoona, menuntunnya hingga ke dalam mobil, dan memastikan seatbelt terpasang sempurna di tubuh gadisnya.

Sehun berputar ke pintu kemudi. Sebelum ia masuk ke dalam mobilnya, Sehun menyempatkan diri untuk melihat Brian. Pria yang menyandang sebagai adiknya itu memasang ekspresi dingin, dan dalam waktu singkat, ia tersenyum dan melambaikan tangannya pada Sehun untuk mengantarkan kepergian Yoona dan Sehun.



"Aku sudah menolaknya, dad. Tetapi aku percaya ketika ia mengatakan, jika ia sudah menghubungi untuk memberitahu, bahwa aku akan pulang dengannya," Yoona menceritakan kejadian tadi, karena sedari tadi, ayahnya memilih bungkam.

Sehun menghela nafasnya, "Maaf, jika daddy telalu lama menjemputmu. Ada beberapa hal yang harus daddy selesaikan,"

Langit mulai mengeluarkan rintikan kecil yang menemani perjalanannya, "Tidak apa, dad," Yoona memperhatikan rintikan air hujan yang terhalang kaca dari mobil.

Kesunyian menyapa perjalanan mereka. Sehun hanya sedang berkutat dengan fikirannya sendiri. Perasaannya kalut, ketika Brian menatap Yoona yang sudah siuman dengan tatapan intens. Ia tidak menyukai jika pria lain menatap puterinya seperti itu. Tatapannya seakan menelanjangi puterinya. Bukan sekali, atau dua kali Yoona mendapatkan tatapan seperti itu. Relasi bisnisnya yang berkunjung ke rumahnya, pernah menatap Yoona dengan tatapan seperti itu. Tatapan lapar dan menginginkan sesuatu.

Bukan hanya relasi bisnisya, tetapi saat angakatan universitasnya menggelar acara pesta reuni, beberapa pasang mata menatap Yoona dengan tatapan ingin memiliki. Dan itu sangat menganggu Sehun. Apakah seperti ini rasanya menjadi seorang ayah yang overprotektif pada puterinya?

Sehun melirik Yoona dari sudut matanya. Puterinya itu tertidur dengan tangan yang melingkar di tas sekolahnya. Sehun tersenyum melihatnya. Apa sekolah semelelahkan itu?

Ketika rambu hijau berubah menjadi merah, Sehun mengambil tas dari pelukan Yoona. Ia menyimpannya di kursi pengemudi belakang, dan mengambil selimut yang memang disediakan untuk Yoona ketika hal-hal seperti ini terjadi. Sehun menyelimuti Yoona, dan terakhir ia mengusap puncak kepala Yoona. Membiarkan puterinya yang sudah beranjak dewasa itu tertidur pulas.

Sehun memperhatikan garis wajah Yoona. Ia baru kali ini memandang Yoona dengan sedetail ini. Yoona mempunya garis rahang yang halus. Hidung kecilnya mancung. Pipinya berisi dan sedikit memunculkan rona pink. Bibir tipisnya yang sedikit kemerahan. Keningnya yang telihat lucu. Untuk keseluruhan, kulitnya seperti porselen. Putih pucat dan halus. Memiliki tinggi badan yang normal seperti anak seumurannya. Seragamnya yang fit, menunjukkan tubuh yang ramping tanpa lemak tak berguna.

Ah, kini ia menyadari. Puterinya telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan manis. Ia teringat ketika Yoona memohon sesuatu, matanya yang bulat akan semakin bulat.

Sehun dengan cepat menggelengkan kepalanya menghapus fikiran kotor pada puterinya sendiri. Secara tidak sadar, ia sudah melakukan pelecehan dengan membayangkan betapa cantik puterinya.

Sehun kembali fokus pada kemudi, agar membawa Yoona pulang dalam keadaan selamat.



Yoona menerjapkan matanya beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya. Sehun membangunkannya dari mimpi indah sang puteri tidur.

Setelah kesadarannya berkumpul, Yoona sudah di sambut oleh Ver yang memegang tasnya. Ia membungkukkan tubuhnya sebagai sambutan, "Selamat datang, Nona," Ver masih setia menahan pintu mobil, menunggu Yoona keluar. Sedangkan Sehun sudah berjalan memasuki rumah dengan sedikit berbicara pada San.

Yoona keluar dari mobil Sehun, Ver menutupnya dan berjalan mengekori Yoona. Saat masuk ke ruang tengah, Sehun tengah berdiri menatap ke luar jendela besar yang ada di ruang tengah. Yoona menghampiri Sehun, dan karena tahu majikan kecilnya ingin berbicara dengan Tuannya, Ver memilih masuk lebih dulu setelah membungkuk singkat.

Sehun membelakangi Yoona, dan mungkin tidak menyadari kehadiran Yoona. Dengan tiba-tiba, Yoona memeluk Sehun dari belakang, menyadarkan pipi kanannya pada punggung lebar milik Sehun, "Dad, kau marah padaku?"

Sehun tak bergeming. Tetapi tubuhnya sempat mengejan sesaat ketika Yoona memeluknya dengan tiba-tiba. Namun, Sehun kembali merilekskan tubuhnya.

Sehun tidak menjawab pertanyaan Yoona. Entahlah, perasaan apa yang sedang ia rasakan saat ini. Terlalu sulit untuk di jelaskan. Fikirannya saling berkecamuk di dalam kepalanya.

Yoona mencengkeram sedikit kemeja Sehun bagian belakang. Hal yang paling ia takuti di dunia adalah Sehun yang akan membuangnya. Ia hanya sebatangkara. Jika tidak ada Sehun, siapa yang akan memberinya tempat berteduh?

Yoona menitikkan air mata. Ia menangis dalam diam. Ia takut. Sangat takut membuat Sehun marah. Lalu, dengan mudahnya membuang Yoona. Ok, anggaplah itu hanya fikiran Yoona yang berlebihan. Tetapi sebagai 'orang asing' yang tiba-tiba di anggap sebagai anak angkat, walau tidak mempunyai ikatan kekeluargaan atau darah yang sama dengan Sehun, Yoona menjadi gadis yang mudah merasa segan.

Yoona melepas isakan pertamanya. Saat itu Sehun tahu, bahwa Yoona menangis. Ia membalik tubuhnya dengan paksa dan berhadapan dengan Yoona.

Keningnya menekuk, saat melihat pipi Yoona sudah basah dengan air mata. Sehun mengulurkan tangannya dan menyentuk pipi Yoona dengan telapak tangannya. Menghapus air mata dengan ibu jarinya.

"Kenapa kau menangis?" Sehun bertanya dengan tatapan sendu, seakan mengerti kesedihan Yoona.

Tangan Yoona membuku di punggung tangan Sehun yang masih setia hinggap di pipinya. Ia menutup matanya, "Aku takut, dad,"

"Takut?"

Yoona mengangguk, "Akhir-akhir ini, aku takut jika aku membuat kesalahan, kau akan membuangku. Aku berusaha sekuat tenaga agar nilaiku tidak mempermalukanmu. Aku berusaha mempelajari etika dan tata krama untuk menjadi gadis terhormat. Aku tidak ingin mempermalukanmu, dad," Yoona melepaskan isakannya, "Jika suatu saat aku melakukan kesalahan, aku mohon, dad. Jangan membuangku. Aku berjanji tidak akan melakukannya untuk kedua kali,"

Sehun menarik salah satu pipi Yoona dengan ibu jari dan jari telunjuknya, "Apa daddy pernah mengancam akan membuangmu?" wajah Yoona saat ini terlihat lucu. Dengan hidung yang memerah dan satu sisi pipinya yang di cubit pelan oleh Sehun, "Kau akan tetap disini. Daddy tidak akan membuangmu. Lakukanlah kesalahan yang banyak. Tetapi jika kau sudah berjanji tidak akan melakukannya lagi, maka jangan lakukan lagi,"

Yoona mengangguk patuh. Sehun membawa Yoona dalam pelukannya. Entah hanya perasaan, Sehun merasa terancam dengan kehadiran Brian. Walau adik tirinya itu selama ini bersikap baik, Sehun tidak pernah tahu apa yang ada di fikiran Brian.

Fikirannya melayang ketika ia menjemput Yoona, dan adik tirinya itu menatapnya dengan tatapan dingin. Itu membuat perasaan Sehun tidak tenang.

Sehun mengeratkan pelukannya, dan Yoona di buat bingung karena tingkah Sehun. Seperti seorang yang takut dengan sesuatu yang disebut 'kehilangan'.

𝓒𝓪𝓵𝓵 𝓞𝓾𝓽 𝓜𝔂 𝓝𝓪𝓶𝓮 ✔Where stories live. Discover now