Part 7

16 4 0
                                    

Hari yang paling menyebalkan tiba, yaitu hari yang mengharuskan para murid untuk berdiam diri selama satu jam lebih di lapangan. Jam telah menunjukkan hampir pukul jam 6 pagi, tetapi seorang perempuan masih nyaman tidur dikasurnya, padahal orang rumah suddah meneriakki namanya sejak tadi. Alarm tidak berhenti berteriak untuk memanggil pemiliknya, segala cara sudah dilakukan agar perempuan yang dikamar bangun. 

Sebenarnya tidak heran jika  Ara telat bangun, karena ia semalaman mengerjai tugasnya yang sudah menumpuk, dan hari ini tugas-tugas itu dikumpulkan jadi baru tidur sekitar jam 2 pagi. Kertas-kertas berserakan di kasurnya dan laptop belum dimatikan karena terlalu lelah untuk merapikannya. Ara mengerjapkan matanya perlahan, ia mendengar seseorang memanggil namanya dan menggendor pintu kamarnya ditambah lagi alarm yang sangat berisik menganggu ketenangannya.

"Non.. Bangun sudah jam 6 pagi."  panggil Bu Sarah yang sedari tadi meneriakki Ara, ia sangat khawatir bangun majikannya kan telat. Ara telah bangun setengah sadar, lalu ia mengambil hp-nya di atas meja untuk memeriksa, setelah dilihat ia terkejut karena waktu telah menunjukkan jam 6.05.

"Iya bi.. Saya udah bangun." Ara segera turun dari kasurnya lalu tergesa-gesa menuju kamar mandi. Ara mandi hanya 5 menit saja, karena waktunya sangat singkat untuk datang tepat waktu ke sekolah. 

Ara mengendarai motornya dengan sangat cepat namun keberuntungan tidak berpihak ke dia karena pada saat Ara sampai dan memakirkan motornya sudah terdengar lagu kebangsaan Indonesia yaitu Indonesia Raya. Di Sekolah Citra Bangsa gerbangnya sengaja tidak ditutup hingga jam delapan agar murid yang terlambat tidak berbalik pulang untuk bolos. 

------

Ara melepaskan jaketnya dan helmnya, ia berjalan sangat pelan menuju lapangan tetapi pada saat sampai barisan paling belakang, Ara terangkap basah oleh guru. Dengan terpaksa ia menaruh tasnya di dekat meja guru piket lalu menuju lapangan. Bagi murid yang terlambat diharuskan berbaris di depan lapangan. Inilah salah satu yang Ara tidak sukai, ia sangat malu karena seluruh murid disekolah akan tahu dan melihat wajah dia. 

Ara berjalan menundukkan wajahnya, setelah itu ia berbaris tetapi Ara lupa akan sesuatu yang diharuskan pada saat upacara dipakai yaitu topi.

"Mana topi kamu?" tanya Pak Agus, guru Sosiologi sekaligus kesiswaan. Tamatlah riwayat Ara hari ini, ia yakin hukumannya akan bertambah. Ara hanya diam saja dan tidak menjawab pertanyaan Pak Agus. Kemudian Pak Agus berlalu dan memeriksa siswa lain.

Ara tidak pernah telat sepanjang hidupnya, perasaannya campur aduk takut segala kemungkinan yang akan terjadi. Pikiran Ara semakin kacau karena setelah ini ia harus praktek Biologi, Bu Dewi paling tidak suka jika siswa telat, jika ada siswa ada yang telat mereka harus menunggu satu jam pelajaran baru boleh masuk kelas ditambah lagi setelah itu ada tugas yang ia belum selesai semalam. Perasaannya tertekan, Ara meremas tangannya sangat kuat dan menahan tangisnya. Tidah tahu kenapa hari ini Ara sangat emosional, maka dari itu ia harus menenangkan dirinya agar dirinya tidak lebih malu lagi dari ini. Ara akan sangat malu jika ia ketahuan ingin menangis, ia hanya bisa menundukan kepalanya selama upacara.

Tiba-tiba Ara merasa ada yang memakaikan topi di kepalanya, lalu Ara melihat kesamping kirinya orang yang telah memberinya topi.

"Arga? Ngapain kasih topi lo ke gue?" suara Ara sangat pelan hingga hanya mereka berdua sajalah yang bisa mendengar.

"Sstt.. Udah pakai aja."

"Nanti lo dihukum kalau gak pakai topi."

"Ya makanya gue kasih lo topi, biar hukuman lo gak berat."

"Tapi kan.."

"Udah deh diam tuh guru udah liatin kita, dan tenangin diri lo."

Ara merasa tidak enak hati kepada Arga, ia tahu jika pakaian sekolah tidak lengkap akan dikenakan poin dan dihukum. Hukuman Arga bisa dua kali lipat tetapi mengapa Arga rela melakukakannya demi Ara? Ara bertanya-tanya dalam hati alasan Arga melakukan ini semua.

ELUSIVEWhere stories live. Discover now