Part 3

25 10 3
                                    

Bel berbunyi tanda bahwa jam belajar telah berakhir. Ara yang sudah menahan kantuk sejak awal guru sejarah bercerita tentang materi yang sedang dipelajarinnya. Hampir saja ia benar-benar terlelap jika Cika tidak menyentuh tangannya, tanda bahwa Ara tidak boleh tidur.

Setelah guru keluar dari kelasnya ia membereskan bukunya dan bersiap untuk ekstrakulikuler menari yang ia ikuti sejak kelas 10.

"Cik gue balik duluan ya." pamit Ara sambil menuju pintu kelasnya. Cika yang mendengar hal itu hanya menganguk karena ia tahu Ara pergi untuk kegiatan eskulnya.

Tepat setelah Ara keluar dari kelasnya, Galih menghampirinya. Galih menatap Ara dengan menahan emosinya mengingat kejadian pas istirahat tadi.

"Bisa ngomong sebentar?" tanya Galih

"Mau ngomong apa lagi? Kurang jelas jawaban gue?" jawab Ara malas menanggapi Galih. Ara ingin pergi dari hadapan Galih tapi tangan Ara ditahan.

"Ikut gue sekarang juga." perintah Galih tanpa bisa dibantah. Galih menarik pergelangan tangan Ara paksa berjalan menuju belakang sekolah. Galih tidak memperdulikan tatapan bingung sekaligus penasaran murid yang lain. Ara hanya diam dan mengikuti Galih karena ia ingin semua yang berhubungan dengan Galih cepat selesai.

Dibelakang sekolah tempat yang jarang dilalui oleh para murid. Padahal dibelakang sekolah, tempatnya membuat tenang dan nyaman berdiam disana. Pohon yang rindang, bangku panjang sekaligus meja juga disediakan, jadi murid bisa belajar. Setelah sampai Ara langsung melepaskan tangannya dan melipatnya didada untuk mendengar penjelasan Galih.

"Ada apa?" tanya Ara dengan muka datarnya.

"Gue mau ngomong sikap lo tadi." jawab Galih

"Lo ga ngerti apa yang gue bilang tadi? Apa
perlu gue ulang perkataan gue?" tanya Ara

"Bukan itu." ujar Galih

"Terus apa?" tanya Ara

"Kenapa lo nolak gue? Secara gue ganteng, tajir, vokalis band dan terkenal apa lagi yang kurang ?" tanya Galih dengan kepercayaan tingginya.

"Gak ada alasan." ujar Ara cuek dan berbalik meninggalkan Galih. Galih yang melihat itu langsung menahan tangan Ara dan memaksa Ara untuk berbalik menghadapnya.

"Gak mungkin. Pasti ada alasannya. Kalau alasan lo belum sayang sama gue, sayang kan bisa karena terbiasa. Seenggaknya lo coba dulu sama gue. Kalau ditengah lo memang gak bisa, baru deh lo boleh pergi ."ujar Galih mengatakan pendapatnya soal hubungan.

"Masalahnya gue gak mau mencoba." ujar Ara

"Kenapa lo selalu nolak cowok yang nembak lo?" tanya Galih bingung dan menahan emosinya, karena Ara cewek satu-satunya yang berani menolak Galih. Selama ini Galih yang dikejar bukan mengejar.

"Bukan urusan lo. Lagian lo gak bisa maksa orang harus suka sama lo dan jawaban gue masih sama, gue gak mau jadi pacar lo." ujar Ara santai.

"Yaudah,  kasih gue satu alasan kenapa lo gak mau." ujar Galih kekeh dan penasaran dengan alasan yang diberikan oleh Ara.

"Kan gue udah bilang gak ada alasan dan gue kasih saran ke lo jangan perjuangin gue karena  semua usaha lo bakal sia-sia." ujar Ara dingin dan meninggalkan Galih dengan perasaan campur aduk.

~~~~

Ara pergi ke ruangan latihan menari yang tidak jauh dengan belakang sekolah. Ia berjalan sambil disapa sepanjang jalan oleh para murid dan hanya memberikan senyum simpulnya.

Setelah sampai Ara menaruh tasnya dan mengganti pakaiannya di toilet lalu bergegas untuk latihan.

"Ayo guys semangat, sebentar lagi kita ada lomba gue gak mau tau kita harus berhasil dan mendapatkan piala dalam perlombaan nanti. At least kita gak kalah telak sama mereka. Mengerti?" ujar Ara memberikan semangat kepada timnnya selaku ia menjadi kapten.

"Mengerti." jawab mereka dengan penuh keyakinan dan semangat.

"Oke sekarang kita mulai latihannya." ujar Ara memberi arahan bahwa latihan segera dimulai.

Setelah dua jam latihan Ara dan teman-temannya bergegas pulang karena latihan menari sudah usai. Ara berjalan menuju tempat bangku untuk istirahat sebentar dan merapikan tasnya. Ara meminum air yang dibawanya di dalam tas, keringat bercucuran disekujur tubuhnya, ia pikir setelah ini seharusnya ia bergegas mandi karena merasa tubuhnya sangat lengket. Riska yang disebelah Ara ingin mengajak bicara Ara tapi ia takut dan menahan kata-katanya sedari tadi. Ara menoleh ke arah Riska dan melihat gelagat Riska seakan ia ingin bicara tapi susah untuk diungkapkan. Ara tahu pasti Riska sangat penasaran dengan kejadian di lapangan. Riska adalah salah satu cewek yang suka gosip di sekolahnya tapi dalam urusan pertemanan dia orang yang bisa dibilang cukup baik.

"Keluarin aja gak usah ditahan. Lo mau ngomong apa?" tanya Ara cuek melipat tangan didadanya dan melihat Riska dengan wajah datarnya.

"Ra jadi tadi gimana ?" tanya Riska sangat penasaran dengan kejadian tadi.

"Gimana apanya ?" tanya balik Ara yang pura-pura bodoh dengan pertanyaan Riska.

"Kejadian di lapangan tadi. Lo terima Galih?" tanya Riska dengan wajah yang sangat ingin tahu karena jawaban Ara bisa ia jadikan bahan gosip sama teman-temannya.

Ara menghela napasnya kasar karena ia teringat kejadian di belakang sekolah tadi. Ia memejamkan matanya sebentar lalu menjawab dengan tegas.

"Gue gak terima dia." ujar Ara dingin dan berdiri untuk menuju ke parkiran.

"Lo tuh aneh tau ga?l Semua anak-anak di sekolah bingung sama tingkah lo yang selalu menolak cowok dengan alasan ga jelas. Jadinya kita bakal mikir negatif tentang lo." ujar Riska gemas dengan sikap Ara, ia sebenarnya sangat penasaran dengan alasan dibalik sikapnya.

"Gausah mikirin alasan gue. Pertanyaan lo udah gue jawabkan, gue balik duluan ya." ujar Ara menghiraukan Riska dan pergi.

Riska yang melihat Ara pergi hanya bisa menahan kekesalannya karena Riska tahu, ia tidak akan pernah bisa mendapatkan jawaban atas tingkahnya dari Ara.

~~~
Ara menuju parkiran lalu bergegas pergi ke Coffee Shop, ia sangat butuh kopi untuk menenangkan pikirannya saat ini.

Ara memasuki Coffee Shop dan duduk ditempat favoritnya. Aroma kopi yang saat ini menyeruak dipenciumannya bisa memberikan ketenangan sedikit untuk Ara.

Kemudian Ara memesan minumannya dan memangsang earphone dikupingnya dan melihat keluar jendela. Sampai pelayan mengganggu lamunannya dengan memberi minumannya.

Disisi lain cowok yang berparas tinggi dengan tubuh yang tegap, punggung yang lebar dan tinggi berjalan memasuki Coffee Shop. Saat ia berjalan, pelayan yang baru saja mengantar pesanan berjalan mundur berbalik arah dan menabrak badan cowok itu. Lalu semua minuman yang dibawanya jatuh pecah dan airnya mengenai seragamnya.

"Maaf kak saya ga sengaja." ujar pelayan menuduk dengan wajah ketakutan karena ia membuat kesalahan yang sangat fatal, karena hari ini pertama ia kerja. Pelayan itu segera bergegas mengambil tisu dan mencoba membersihkan kotoran dibaju dia.

Ara yang mendengar suara keributan menoleh yang menyita perhatiannya. Ia melihat cowok yang tinggi sedang menunduk untuk membersihkan bajunya. Ara menebak kejadian selanjutnya pasti adegan drama yang selama ini ia tonton. Bahwa pembeli akan marah dan mengomeli si pelayannya, dan yang paling parah, pembelinya memanggil pemilik Coffee Shop ini dan pemiliknya memecat pelayan itu.

"Makanya mbak hati-hati kalo jalan." ujar cowok itu dengan air muka yang santai dan tidak ada nada membentak. Mendengar tanggapan cowok itu, ia bersyukur karena ia tahu, setidaknya hari ini ia masih bertahan dan tidak akan keluar dari pekerjaanya untuk saat ini.

"Sekali lagi saya minta maaf ." ujar pelayan sambil menundukan kepalanya.

"Gapapa mbak." ujar cowok itu

Kemudian cowok itu duduk dan memesan minumannya. Pelayan itu membereskan pecahan minuman. Cowok itu duduk membelakangi Ara sehingga ia tidak bisa melihat wajahnya.

Ara tidak menyangka dengan tindakan cowok itu. Biasanya orang akan mempermasalahkan hal kecil menjadi besar hanya untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi Ara melihat cowok itu berlalu tidak peduli seakan-akan tidak ada yang terjadi sebelumnya. Ara sedikit penasaran dengan wajah cowok itu, tetapi ia berpikir lagi kalau itu bukan urusannya sama sekali. Ara melanjutkan minumnya hingga habis lalu bergegas untuk pulang karena hari sudah semakin malam.

















Salam V

ELUSIVEWhere stories live. Discover now