How It's Began

23 6 0
                                    


    Satu tahun lebih telah berlalu. Musim pun silih berganti, musim dingin yang lama berlalu, musim semi yang telah lewat, musim panas yang telah usai, lalu selanjutnya..., musim gugur tiba. Bukan, yang aku maksud adalah musim gugur saat itu. Saat aku menyadari sepenuhnya keberadaanmu.

    Saat itu Momiji mulai gugur dengan hebatnya dan mereka jatuh diikuti oleh butir-butir air mata yang membahasi pipimu yang lembut. Lalu kau mengusapnya tak karuan dengan lengan bajumu ketika aku meneriakkan nama mu tepat di hadapan mu yang menangis. Warna Momiji yang kuning-oranye tampak menyatu lembut dengan rambutmu yang pirang. Aku mengulurkan tangan lalu berkata,

      ‘Ayo kembali.’

                                  🍁🍁🍁

     “Shun...?”

      Pemuda berambut pirang itu menatapku kaget. Tangannya yang menggenggam seragam yang sebelumnya aku kenakan bergetar hebat. Aku bolak-balik bergantian memandang seragamku yang digenggam nya kuat-kuat dan wajah nya yang terbilang tampan itu, memastikan kalau aku sedang tidak salah liat.

      “Touya..., kau sudah selesai latihan?!” Tanyanya cemas.

      Refleks ia menurunkan tangannya dan menyembunyikan seragamku itu di balik tubuhnya. Takut-takut aku berjalan mendekat dari depan pintu masuk hingga tanpa sadar aku sudah berada di hadapannya.

     “Apa yang kau lakukan dengan seragamku...?” Tanyaku balik, walau aku tahu itu tidak sopan karena aku tidak sama sekali menjawab pertanyaannya yang barusan.

      Mataku menorobos melihat ke balik tubuhnya. Nyatanya walau disembunyikan seperti itu pun aku masih tetap bisa melihatnya.

     Kalau ditanya soal aku benar-benar ingin mendengar jawabannya dari pertanyaanku barusan sih tidak. Toh aku sudah melihat apa yang dia lakukan kepada seragamku sekitar lima menit yang lalu.

    Awalnya ia hanya menatap seragam itu lekat-lekat dan perlahan-lahan mulai membenamkan kepalanya ke seragamku. Menghirumnya dalam-dalam dan ntah kenapa wajahnya mulai memerah.

      Jijik? Aku tidak tahu aku merasa jijik atau tidak..., tapi perasaanku jadi tidak enak saat melihatnya. Terus kau pikir aku tidak tahu apa yang dilakukannya? Sebagai siswa SMP kelas 3 yang sehat tentu saja aku tahu. Lalu apa? Kenapa dia melakukan itu dengan seragamku?

     “A-aku....” Ia menghentikan ucapannya lalu menatap mata ku perlahan-lahan. “Apa kau tadi melihatnya?”

     Entah kenapa sepertinya di antara kami berdua tidak ada seorang pun yang berniat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Pertanyaan yang jawabannya sudah ada di kepala setiap orang.

     Aku kemudian mengangguk pelan sambil berusaha mengelak agar pandangan kami tidak bertemu.

      Kreek.

     “Lho, ketua belum pulang?”

      Serentak kepala kami berdua bergerak mengikuti suara desiran pintu tersebut. Seorang junior yang tadi ikut membersihkan ruang latihan judo bersamaku menampakkan batang hidungnya di depan pintu ruang ganti.

     “Ah... tadi ada yang ketinggalan,” ucapnya kikuk.

     Cepat-cepat ia menyodorkan seragam itu ke tangan ku -atau lebih tepat melemparnya- dan menarik tas yang menggantung di lengannya yang gagah itu. Seperti tanpa merasa bersalah kepadaku ia dengan tenang melangkahkan kakinya menuju ambang pintu ke tempat junior itu berada.

    “Kalau gitu aku deluan ya.” Ujarnya agak membungkuk dengan senyum manis yang menghiasi wajah tampannya.

    “Terimakasih atas kerja kerasnya.” Sahut junior itu lalu berjalan menuju loker baju.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 03, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Story About MomijiWhere stories live. Discover now