Chapter One: Hello, Troublemaker.

Mulai dari awal
                                    

Beruntung di depan gedung apartemen Dave ada taksi yang baru saja menurunkan penumpangnya. Tanpa membuang waktu, Charlotte segera merangsek masuk ke dalam taksi, "Morningside Heights Apartment," ujarnya pada si supir taksi.

Mesin taksi berderu pelan, mulai berjalan melewati gerbang utama apartemen Dave. Charlotte menghirup napas dalam-dalam. Otaknya mencoba memutar balik kejadian-kejadian hari ini hingga akhirnya ia berakhir di taksi. Ia harap ini adalah terakhir kalinya ia tidak bisa menikmati hari liburnya dengan maksimal......,tapi, apa yang terjadi kalau Dave benar-benar mengadukan masalah ini ke Mrs. Halley?

Apa sebaiknya aku kembali?

"Maaf, kita putar balik saja. Aku melupakan sesuatu..." Charlotte merendahkan volume suaranya di akhir ucapannya.

Ponsel Charlotte berdering. Merasakan firasat buruk, ia membuka tasnya, merogohnya, lalu mengambil ponselnya tanpa melihat ke arahnya. Ia memejamkan matanya selama 5 detik sembari menarik napas panjang. Kemudian dengan takut-takut ia membuka matanya, lalu melirik ke layar ponselnya. Nama Mrs. Halley muncul di layar ponsel berlogo apel yang tergigit setengahnya itu. Charlotte ragu, apakah ia harus mengangkatnya atau tidak? Seandainya ia mengangkatnya, ia tidak yakin bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan tidak terbata-bata. Tapi jika tidak diangkat, bagaimana kalau Mrs.Halley menghubunginya atas dasar alasan lain? mungkin pekerjaan?

"Good Afternoon-ehem-Mrs.Halley." Akhirnya dengan penuh keberanian ia mengangkat telepon dari Mrs. Halley. Tenggorokannya sedikit tercekat ketika menyebut nama bosnya itu. Napasnya sedikit memburu karena usahanya untuk tidak terdengar gugup.

"Charlotte." Suara Mrs. Halley terdengar berat di ujung sana. "Aku tidak ingat memberimu pekerjaan lembur untuk kau kerjakan di rumah, " lanjutnya ketus.

Charlotte mengerutkan keningnya, "Pekerjaan lembur? Maaf, aku tidak mengerti maksud perkata-"

"Dave bilang, kau pulang di tengah-tengah acara 'pembersihan' karena ingin mengyelesaikan pekerjaan lemburmu," ujar Mrs. Halley. Mulut Charlotte terbuka lebar karena terkejut. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, alasan macam apa yang dipakai Dave saat mengadukan dirinya pada Mrs. Halley.

"Maafkan aku, Mrs. Halley. Tapi ini tidak seperti yang-"

Mrs. Halley tidak membiarkan Charlotte menyelesaikan kalimatnya. "Kembali ke apartemen Dave sekarang, Charlotte. Kalau kau merasa tidak suka aku menganggu hari liburmu, maafkan aku. Tapi aku janji ini tidak akan lama."

Sambungan pun terputus. Charlotte memandang ponselnya dengan muka tak percaya. Dave. Belum ada satu hari ia mengenalnya dan kini pria itu menjelma menjadi biang masalah dan membuat Charlotte terlihat buruk di hadapan Mrs. Halley. Lengkap sudah alasan Charlotte untuk mencakar wajah Dave hingga tak berbentuk. Atau mungkin mencabik-cabik mulut Dave dengan pisau, dan menusuk-nusuknya memakai pensil mekanik adalah ide yang lebih baik? Ah, andaikan saja ia mewarisi bakat voodoo dari keluarganya, akan lebih seru jika ia bisa menyantetnya. Sayangnya, ia tidak mewarisi bakat itu , bahkan ia bukan dari keturunan keluarga voodoo.

***

"Hi again, Charly!" sambut Dave. Ia terlihat sangat senang dan nada bicaranya terdengar begitu riang, seakan pengaduannya pada Mrs. Halley tentang Charlotte tidak pernah terjadi. Charlotte geram, tapi ia memilih diam tanpa melakukan apa-apa pada Dave. Menurutnya semakin cepat ia menuntaskan urusannya di sini, semakin cepat pula ia angkat kaki dari sini.

"Apa Mrs.Halley menelponmu tadi?" tanya Dave. Ia mengamati kegiatan Charlotte yang sudah mulai berkutat kembali dengan kardus barang-barangnya, sambil berdiri bersandar pada kulkas. Tangan kirinya memegangi mug putih berukuran sedang yang baru akan dikeringkannya dengan lap. Senyumnya tidak berhenti merekah menunggu jawaban Charlotte, tapi gadis itu sama sekali tidak menjawab. Charlotte sibuk mengeluarkan peralatan makan dari kardus sekaligus menatanya di lemari yang ia rasa adalah tempatnya. Tahu dirinya sedang diabaikan, senyum Dave berubah menjadi kekehan pelan yang nyaris tidak terdengar.

Mr. TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang