Chapter 4: Lullaby (Pengantar Tidur)

Start from the beginning
                                    

---



Minggu ini hampir berakhir tapi tidak ada perkembangan apa pun dengan Jin Ling. Malah semakin buruk saja. Jin Ling jelas-jelas lebih memilih terjun dari tebing daripada memperlakukan Wei Ying dengan respek yang sama. Paling jauh, dia hanya akan berinteraksi dengan Wei Ying saat sedang diabsen. Selain dari itu, dia akan menyuruh guru itu untuk enyah atau dia yang akan pergi dengan mengentakkan kaki layaknya anak bandel yang dewasa.

Sebenarnya bukan itu yang dikhawatirkan Wei Ying. Jing Ling bisa mencemooh Wei Ying sesuka hatinya dan Wei Ying tidak akan peduli. Yang dia khawatirkan adalah murid-murid lain. Semakin Jin Ling menunjukkan perilakunya, maka semakin parah rumor tentangnya yang menyebar. Wei Ying mulai sakit kepala dengan semua omongan mereka bahwa Jin Ling adalah anak kaya yang sombong dan tidak punya sopan santun, bahwa dia dikeluarkan dari sekolah lamanya karena berperilaku tidak baik dan hanya bisa mendatangkan masalah—dan itu bahkan tidak bisa dibandingkan dengan rumor lain tentang orangtua Jin Ling yang tidak menginginkannya.

SMA terus-menerus menjadi beban terberat bagi Wei Ying, tapi dia menolak berdiri di sini tanpa melakukan apa pun untuk Jin Ling.

Setelah makan siang, dia bertemu Lan SiZhui yang hendak pergi.

"SiZhui, bisa bicara sebentar sebelum pergi?" panggil Wei Ying.

Remaja itu mendongak, menutup resleting tasnya dan menghampiri meja Wei Ying dengan senyum sopan di wajahnya seperti biasa. Kenapa setiap murid tidak bisa seperti SiZhui? Menjadi guru pasti akan sepuluh kali lipat lebih mudah.

"Ya, Wei-laoshi?"

Wei Ying melirik seisi kelas. Untung saja Jin Ling sudah keluar untuk menuju ke kelas berikutnya.

"Sudah bicara dengan Jin Ling?"

Ekspresi di wajah SiZhui sudah memberinya jawaban. SiZhui menggaruk belakang lehernya, senyumnya kini terlihat lebih tegang.

"Ah... JingYi dan saya sudah mencoba. Tapi saya pikir dia tidak ingin bicara."

Wei Ying menghela napas. Tidak terkejut sama sekali tapi rasanya tetap saja membikin frustrasi. Jika saja Jiejie masih di sini, dia pasti akan—

Tidak, diamlah. Wei Ying menyingkirkan pemikiran bodoh itu sebelum dia mulai menyelam ke alasan kenapa Jiejie tidak ada di sini.

"Aku penasaran. Apa kau akan keberatan kalau kuminta untuk terus mencoba membuat Jin Ling nyaman di sini?" tanya Wei Ying. "Aku tahu dia bisa sulit dihadapi, tapi kupikir ada baiknya jika dia punya teman sepertimu dan JingYi."

Tanpa jeda, SiZhui menganggukkan kepala. "Tentu saja saya tidak keberatan, Wei-laoshi. Saya akan terus mencoba."

Wei Ying tersenyum dan menahan dorongan untuk mengacak-acak rambut SiZhui. Guru seharusnya tidak pilih kasih, tapi Wei Ying diam-diam mengakui bahwa SiZhui adalah murid favoritnya, bahkan meski anak ini baru mulai bersekolah di sini sebulan yang lalu.

"Terima kasih, SiZhui. Kuhargai itu."

Dia mengizinkan SiZhui pergi, berdoa pada dewa apa saja di atas sana bahwa Jin Ling akan berhenti bersikap sesulit ini. Sudah jelas terlihat Wei Ying sendiri tidak bisa melakukan apa pun, jadi mungkin SiZhui dan kekuatan mukhjizat akan berhasil.

Sepanjang sisa Jumat siang, kekhawatirannya bisa sedikit berkurang. Setidaknya dia berhasil bertahan hidup sepanjang minggu menjadi guru Jin Ling. Semoga saja minggu depan menjadi lebih baik.

Begitu sekolah usai dan murid-murid membanjir keluar dari gedung, Wei Ying mendengar teriakan menggema dari ruangan sebelah. Awalnya dia mengira itu hanya beberapa murid yang terlalu bersemangat menghadapi akhir pekan, tapi kemudian dia mendengar suara benturan. Dengan serta-merta dia pun bangkit dari tempat duduknya.

monotone (terjemahan)Where stories live. Discover now