Ah macam main tiktok saja.
"Jadi yang tadi cuma mimpi?" Tanyanya pada diri sendiri, jari telunjuk kanannya pun aktif menunjuk dirinya seolah olah ia masih tak percaya.
Inikah yang dinamakan Jadian online?
Jangankan jadian online, terima aja setelah sudah sadar, gimana nggak sad coba?
"Ditembak dalam mimpi aja gue seneng gimana ditembak secara langsung? guling guling dijalan tol gue yang ada" Heboh Dinda sambil mengibaskan rambutnya yang digerai. Pedenya menjadi jadi.
Ditengah hebohnya anak yang tinggi badannya 167 cm ini tiba tiba saja ponselnya berdering panjang menandakan ada suara telepon masuk.
Dengan cekatan, Dinda meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas lalu melihat siapa yang meneleponnya malam malam begini.
Ternyata sahabatnya, Beby. Tanpa berfikir panjang ia menggeser ke arah tombol telepon berwarna hijau pada benda pipih itu.
"Halo"
"Permisi, paket" Ucap diseberang sana.
Dinda pun terkekeh.
"Gak ada paket paket-an" Jawab Dinda.
"Ah lo gak bisa diajak bercanda nih hu payah"
"Hehe maaf, ada apa lo telfon gue malem-malem gini?" Tanya Dinda langsung pada intinya.
"Besok sepulang sekolah kita ke cafe biasa ya? gue pengen ngumpul-ngumpul gitu"
"Um okay, tapi gue lagi tiris money" Ucap Dinda sambil mengerucutkan bibirnya
"Soal uang gampang, intinya besok lo harus ikut nggak ada tapi tapi an. Dah gue pengen sleep cantik, Bye gurl!
"Oke Beby, bye!"
Sambungan telfon terputus.
Sejenak Dinda terdiam, apakah besok ia harus cerita pada kedua temannya soal ia ditembak dalam mimpi? Entahlah ia ragu.
kriukk kriukk!
"Aduh lapar"
Dinda memegang perut ratanya yang barusan berbunyi pertanda minta di isi makanan. Kemudian gadis ini menggulung gulung rambut panjangnya ke atas lalu dijepit menggunakan jedai lalu ia beranjak dari ranjang menuju ke lantai bawah.
Satu persatu tangga ia lalui dan sampai ke arah dapur, membuka kulkas ada beberapa potong daging, sayur sayuran dan juga buah. Namun bukan itu yang ia cari.
"Es cream sama oreo dingin aku nggak ada, habis kayaknya" Ucapnya pada diri sendiri. Karena tidak mau perutnya kelaparan akhirnya ia mengambil satu buah apel yang sebelumnya dicuci terlebih dahulu lalu dipotong potong dan baru siap dimakan.
Dinda menduduki salah satu kursi yang ada di meja makan lalu memakan potongan buah apel didepannya sambil mengotak atik ponsel yang ia mainkan.
Moodnya kembali hancur saat membuka pesan yang ia kirim kepada si batu es dimana pada akhirnya hanya di read saja.
Jam dinding rumahnya menunjukkan pukul sembilan malam. Dengan cepat ia menghabiskan potongan apel itu lalu beranjak pergi ke kamarnya kembali.
Setelah ia masuk ke kamarnya, ia pergi ke arah meja belajarnya.
Yap, ia lebih suka belajar pada saat mau larut malam ketimbang belajar dari jam tujuh malam, menurutnya itu tak membuat ia merasa fokus.
Ia membuka lembar per lembar buku dihadapannya saat ini, tak lupa ia menyalakan lampu khusus untuk belajar.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dinda bukan tipe orang yang suka belajar selama berjam jam karena baginya belajar lama lama itu tak baik untuk kesehatan. Ada baiknya belajar sebentar tetapi ilmu diresapi oleh otak secara menyeluruh. Begitu katanya.
Setelah itu ia menutup bukunya dan merapihkan lalu menaruh nya ditempat yang sudah disediakan, lampu juga ia matikan lalu menaiki ranjang tercintanya dan memejamkan mata sampai sampai ia sudah berada di jalan mimpi.
***
Keesokan paginya,
Cowok berperawakan tinggi, hidung mancung, rahang tegas, alis tebal, mata tajam ini yang menurut kaum hawa adalah sempurna sedang memakai helm full face lalu menaiki ninja putihnya dan berlalu pergi ke arah sekolahnya
Ditengah jalan raya Kota metropolitan yang macet ini dan juga asap polusi membuat suasana semakin panas belum lagi suara klakson mobil dan motor saling bersahut sahutan.
Cowok yang dijuluki batu es ini menengok ke arah kanan kiri dan ekor matanya tak sengaja melihat gadis berseragam yang sama dengannya itu seperti sedang menunggu angkutan di halte. Wajarlah saat ini sedang tidak ada angkutan umum satupun.
'Kasihan, apa gue kasih tumpangan aja?' Tanya cowok itu dalam hati.
Belum sempat ia ingin memberi tumpangan, gadis yang ia kasihani sudah memanggil nama cowok tersebut dengan kencang membuat para pengendara menengok ke arah gadis tak tahu malu itu. Kerasukan dua sahabatnya jadi gak tahu malu.
Tanpa berfikir panjang, ia langsung melaju cepat meninggalkan gadis itu sendirian dengan alasan ia tak mau berurusan dengan cewek gila itu.
Ditengah jalan cowok yang kerap disebut batu es ini resah, memikirkan gadis tadi. Ia berhenti dipinggir jalan lalu membuka helmnya dan mengacak acak rambutnya frustasi.
Apa gadis itu sudah pergi? atau belum?
Ia ingin menghampirinya kembali tetapi ia gengsi. Ah sudah lah lebih baik ia putar balik menuju gadis tadi.
Sesaatnya sampai belum jauh dari halte tadi, mata tajamnya melihat gadis itu dibonceng oleh cowok berperawakan tinggi yang memakai seragam yang sama dengannya juga, sayangnya saja tidak bisa dilihat wajahnya dengan jelas karena cowok itu juga memakai helm full face.
Mata tajamnya berubah menjadi sendu, entah ia juga bingung mengapa bisa sedikit kecewa.
Ingat! Hanya sedikit tidak lebih.
Tak mau berlarut dalam pikiran, lebih baik ia pergi ke sekolahnya sebelum gerbang ditutup.
Hampa.
***
HALO! KEMBALI AGAIN!
JANGAN LUPA DIBACA, KALAU ADA KESALAHAN KATA MOHON DIMAAFKAN BOLEH DIKRITIK ASAL JANGAN DIHUJAT :(
JANGAN LUPA VOTE + KOMENT JUGA
THANK YOU, SEE YOU!

YOU ARE READING
RAKADINDA
Teen FictionJatuh cinta sama pandangan pertama di sekolah memang keren, remaja banget! Tapi pernah gak sih kalian jatuh cinta sama pandangan pertama atau kedua atau terakhir didalam mimpi? Apalagi kalau jatuh cintanya sama kakak kelas yang pada awalnya nggak k...