Abah

972 93 0
                                    

Tak ada yang abadi di dunia. Setiap makhluk yang ada di bumi akan kembali tepat di waktunya masing-masing. Bahkan sekuntum bunga yang wangi nan indah punya batas waktu untuk memberikan keindahannya di dunia ini.

Bagaimanapun kerasnya Rayan mempertahankan Feri. Sebanyak apapun dia meminta ke pada yang maha kuasa agar Feri tetap hidup. Pada akhirnya kehidupan akan kembali pada aturan nya. Feri telah sampai pada waktunya.

Air mata Rayan yang terus-menerus mengalir setelah Feri pergi untuk selamanya. Sekarang telah berhenti mengalir. Bukan berarti sumber air itu telah habis. Bukan berarti air itu telah mengering. Tekad yang bulat, telah menguatkan hatinya. Meskipun kesedihan itu masih ada, kini dia telah bertekad untuk berubah, untuk memperbaiki hidupnya. Pengorbanan Feri tak mungkin di sia-siakan begitu saja.

Hari ini Rayan memutuskan untuk meninggalkan kos Feri. Bukan untuk melupakan kenangan, bukan untuk meninggalkan Feri. Dia memutuskan untuk segera pergi untuk berobat. Dengan uang yang telah dikumpulkan Feri, Rayan berniat merubah hidupnya yang kian kelam.

Setelah membereskan barangnya. Rayan melihat sekeliling kos. Membayangkan saat-saat dia bercerita panjang sebelum terlelap bersama Feri. Senyuman terpancar saat dia membayangkan semua itu. Kenangan manis itu tak mungkin dilupakannya.

Dengan kepala tegak Rayan meninggalkan kos yang penuh kenangan itu. Kali ini langkah kaki nya begitu yakin. Tak ragu seperti biasanya. Arahnya jelas, dia ingin pergi ke tempat rehabilitasi seorang diri.

Tapi jalan hidup siapa yang tau. Rayan yang berniat pergi ke tempat rehabilitas. Masuk ke dalam masalah baru. Di perjalanan menuju tempat rehabilitas, dia melewati sebuah desa. Sesosok lelaki yang tegap berlari tepat di depannya. Lelaki itu tak lain adalah seorang pencuri yang sedang dikejar-kejar oleh masyarakat desa.

Cobaan kembali datang kepada Rayan. Setelah lelaki itu menghilang, segerombolan masyarakat desa berlari ke arahnya dan memukuli  layaknya seorang maling. Berkali-kali pukulan mendarat tepat dimuka Rayan. Berkali-kali pula injakan-injakan kaki menempel ditubuhnya.

Saat pengeroyokan itu terjadi. Tiba-tiba Rayan kembali teringat bagaimana dia saat melakukan aksinya dulu. Hal yang sama dilakukan nya dulu kini terjadi padanya. Sedikitpun dia tak memberikan perlawanan. Dia pasrah terhadap perlakuan itu. Mungkin inilah pembalasan atas perbuatannya dulu di dunia ini.

Semakin lama Rayan semakin tak berdaya. Sungguh dia tak lagi kuat menahannya. Disaat itu pula ada seorang ustadz yang melerai dan meredakan amuk masyarakat desa itu.

Perlahan Rayan membuka matanya yang terasa amat berat. Terlihat disekelilingnya ada beberapa laki-laki menggunakan baju kokoh serta dengan sarung menjadi pelengkapnya.

Rayan bingung sebenarnya dia ada disituasi seperti apa. Yang dia ingat hanya pukulan dari warga yang seakan balasnya untuk segala perbuatan kejinya dulu.

"Alhamdulillah, kamu udah bangun" Rayan hanya bingung siapa laki-laki yang hampir seumuran pak tua yang ada didepannya ini.
Wajahnya teduh seakan akan ada cahaya yang dia pacarkan dari wajahnya itu.

"Jangan takut kami bukan orang jahat"

Rayan tidak merasa takut walaupun dia berada dilingkungan orang jahat, namun berada dilingkungan seperti ini adalah kali pertamanya untuk dia.

"Kenapa dengan sa-saya" tanya Rayan terbata bata.

Wajah yang babak belur akibat pukulan itu menyisakan kesakitan dan lebam yang luar biasa.

"Kamu tadi dikroyok warga karena disangka maling, ternyata salah orang. Maafkan kesalahan kami ya nak"

Rayan melihat laki-laki tua itu merasa bersalah atas kelakukan yang sama sekali tidak dilakukannya. Rayan merasakan marah dan kesal, tidak sepatutnya orang langsung main pukul tanpa ada sebabnya. Tetapi kembali lagi dia mengingat bagaimana dia memukul orang juga tanpa rasa bersalah dan kasihan.

Rayan Story (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang