[25] Teori Romeo dan Juliet oleh Nils Shakespeare

2.3K 273 57
                                    

"Nils, apakah aku boleh tinggal di tempatmu?"

Nils menoleh sekejap sambil memegang setir. Mobil meninggalkan area parkir kantor. "Ya, boleh," jawabnya santai, seakan dia sudah terbiasa membiarkan semua orang tinggal di rumahnya.

Keputusan ini tercetus di kepalaku ketika aku dan Nils berdiri bersebelahan di dalam lift. Aku tahu ini keputusan yang gila dan tidak masuk akal, tetapi ini semua kulakukan demi menguji kesungguhan Nils. Dan membuktikan bahwa ia hanya main-main denganku.

"Tetapi bukan hanya untuk malam ini saja."

"Sampai besok?"

"Besok, besok lusa, dan seterusnya," kataku lagi.

"Kau yakin?"

"Memangnya kenapa?"

"Kau biasanya tidak mau berada di dekatku barang sedetik pun." Dia memutar setir, membelokkan mobil ke kanan. Matanya tidak lepas dari jalanan yang terhampar di depan. "Mengapa sekarang kau justru ingin tinggal bersamaku?"

Setelah berpikir selama beberapa saat di lift tadi, aku sudah menyiapkan alasan yang tepat. "Apartemenku sedang diperbaiki," sahutku. "Kebisingannya sungguh tidak tertahankan."

Aku hanya berkata separuh benar soal itu. Gedung apartemenku memang sedang dalam perbaikan, tetapi kebisingan yang ditimbulkan sesungguhnya tidak sebegitu parah. Masih bisa teratasi.

Nils mengangguk pelan. Tiba-tiba saja sudut bibirnya terangkat sedikit. "Kau sedang berusaha menyesuaikan diri menjadi seorang istri, ya? Manis sekali."

Aku ingin muntah mendengarnya, tetapi berusaha mengontrol diri. "Apa kau tidak keberatan? Aku akan tinggal bersamamu sampai waktu yang tidak ditentukan."

Nils mengangkat bahu. "Tidak masalah bagiku," katanya. "Tapi kamar tidurku cuma ada satu."

"Tidak masalah juga bagiku. Kau bisa tidur di sofa."

Nils melirikku. Tatapannya setajam belati.

"Baiklah, aku yang akan tidur di sofa. Sofamu kan sangat mahal, pasti empuk. Kau tidak—"

"Kita bisa berbagi."

Aku menatapnya.

"Kenapa? Kau takut?"

"Takut?"

Nils menyunggingkan senyum. Jahat.

"Aku tidak takut." Aku menelan ludah.

"Ya, tentu saja. Mengapa harus takut? Aku tidak menggigit kok," kata Nils. "Tapi mungkin agak sedikit menjilat."

What the fuck?

"Dan mengulum."

"Kau membuatku merasa sangat tidak nyaman, Nils."

Dia terbahak. "Aku tidak akan melakukannya, Mils. Kau tak perlu khawatir," katanya. "Lagi pula, kau tidak memenuhi standarku."

"Tentu saja." Aku memutar bola mata. "Aku kan tidak seksi."

"Tapi kau cantik."

Aku menatapnya lagi.

Bibirnya terkembang membentuk senyuman lagi, dengan pandangan tetap terpaku pada jalanan di depan.

"Kau tahu, karena kau terlalu sering menghinaku, lalu sedetik kemudian memujiku, lalu sedetik berikutnya lagi kembali menghinaku, aku jadi tidak tahu apakah semua yang kaukatakan benar-benar sungguhan," ucapku.

"Aku juga tidak tahu apakah semua tindakanmu padaku sungguhan atau tidak. Kau terlalu sering marah padaku, lalu sedetik kemudian bersikap halus padaku, lalu sedetik berikutnya kau kembali menyebalkan."

Sincerely, Your Boss [Nils Rondhuis]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang