[20] Bos yang Terlalu Mendesak

3K 324 42
                                    

Pada hari Sabtu itu aku dikejutkan dengan kehadiran sebuah benda misterius di depan pintu apartemenku.

Benda itu berdiri setinggi kurang lebih dua meter, dilindungi dengan kotak kardus bertulisan sebuah merek lemari es--tapi aku tahu itu pasti bukan lemari es. Ketika kupanggil Lisa, dia berdiri di sebelahku sambil mengusap dagu.

"Si pengirim benda ini bilang dia temanmu," kata Lisa.

"Temanku?" tanyaku. "Siapa?"

"Aku tak ingat siapa namanya," jawab Lisa. "Yang jelas, dia menunjukkan fotonya bersamamu jadi aku percaya."

"Apa dia bilang padamu apa isinya?"

Lisa menggeleng. Tak ingin penasaran lebih lama, aku membuka kotak itu dibantu Lisa. Terkuaklah isinya. Sebuah benda yang mirip tumpukan sampah, terbungkus plastik berwarna hitam. Aku dan Lisa mengamati benda itu lama sekali hingga kami menyadari bahwa benda itu sebenarnya mirip tubuh manusia. Dengan dua buah gumpalan pembungkus aluminium di bagian ... dada.

"Apa ini?" tanya Lisa heran. Aku sendiri juga tidak punya jawabannya.

"Apa kau ingat ciri-ciri pengirim benda ini, Lisa?" tanyaku akhirnya.

"Seingatku tampangnya mirip orang Arab, dengan jenggot hitam tebal dan mata cokelat. Kulitnya juga tampak sangat Asia."

"Raut wajahnya mencurigakan?"

"Ya, sedikit."

Tidak salah lagi, itu pasti Jim.

Aku pun segera meneleponnya.

"Mengapa kau meletakkan sampah di depan rumahku?"

Jim berdecak di seberang sana. "Tidak bisakah kau menyapaku selamat pagi terlebih dahulu? Aku sedang melahap sarapan dengan bahagia dan kau merusaknya dengan teriakanmu," omelnya. "Dan itu bukan sampah. Itu seni."

"Aku tidak peduli kau mau menyebutnya dengan apa, yang jelas kau harus menyingkirkan sampah itu sekarang juga," ujarku sebal. "Benda itu sungguh mengerikan dan menciptakan polusi pemandangan."

"Itu bukan sampah, demi Tuhan." Jim berdecak lagi. "Itu buatanku. Aku hanya menepati janjiku padamu."

Keningku otomatis mengernyit. "Janji apa?"

"Bukankah aku berjanji akan membuatkanmu patung bila kau berhasil mengubah Nils? Kau pasti lupa soal itu. Kau harus tahu perjuanganku membuat patung itu dengan kawat kandang ayam dan plastik lalu membuatnya agar mirip denganmu--itu pekerjaan yang sulit sekali! Kau harusnya menghargainya karena aku bukan Vincent van Gogh. Dan kau malah menyebutnya sampah."

"Tunggu dulu. Aku tidak mengerti maksudmu," sahutku.

"Aku pernah berjanji begitu, bukan? Masa kau lupa? Kalau kau berhasil mengubah Nils--"

"Aku ingat janji itu, Jim. Yang tidak kumengerti adalah ucapanmu soal aku yang berhasil mengubah Nils," selaku. "Dan Vincent van Gogh tidak membuat patung, dasar idiot."

"Ah, ya. Soal itu. Ya, kau berhasil, Sweet Mileva. Kau berhasil mengubahnya," ucap Jim. "Maaf aku telah meremehkanmu."

"Aku masih tidak mengerti. Orang tidak bisa berubah secepat kilat, Jim. Lagi pula, tidak mungkin aku berhasil mengubah manusia seperti ia. Kita berdua tahu betapa keras kepalanya ia."

"Kalau memang ia belum berubah, coba jelaskan padaku mengapa pada tengah malam kemarin dia meneleponku hanya untuk membicarakan kemungkinan ia akan menikah."

Aku tertegun.

"Kau tahu Nils dan pernikahan adalah dua hal yang mustahil bisa menyatu di dunia ini, bukan begitu? Kau tahu seberapa keras ia menghindari kata itu dalam pembahasan apa pun. Dan kuulang sekali lagi. Dia. Membicarakan. Soal. Kemungkinan. Menikah. Kemarin. Kalaupun Justin Bieber ternyata selama ini adalah alien, aku tidak akan lebih kaget ketimbang mendengar Nils membicarakan pernikahan."

Sincerely, Your Boss [Nils Rondhuis]Where stories live. Discover now