Agung hanya menganggukkan kepala, enggan berkomentar lebih jauh mengenai topik pernikahan. Sementara Argi kembali mengutarakan pendapatnya. "Ketika lo udah menemukan orang yang tepat, niscaya naik pelaminan itu bukan hal yang sulit."

Agung hanya terkekeh masam. "Menemukan orang yang tepat tapi di waktu yang nggak tepat juga nggak membuat mudah untuk naik pelaminan."

"Semua tergantung cara pandang kita dalam menilai hal itu," ucap Embun untuk mengalihkan perdebatan yang mungkin saja bisa terjadi.

"Jadi, menurut lo gimana May?" tanya Argi.

"Orang yang tepat itu datang di saat dan situasi yang tepat pula. Kalau ketiga elemen itu nggak benar-benar tepat, gue rasa naik pelaminan itu cukup sulit."

"Sepakat!" Agung menyetujui.

***

Embun, Argi dan Agung akhirnya sampai di salah satu kafe di bilangan Jakarta Pusat, tempat mereka janjian untuk berkumpul dengan yang lain. Saat bertemu dengan teman-teman SMA-nya, Embun merasa jiwa remajanya kembali muncul. Seolah anak SMA yang terperangkap dalam tubuh yang lebih dewasa. 

Gurauan yang mereka lontarkan masih saja sama seperti dulu. Namun di saat mereka mulai membicarakan karir dan topik hangat yang kini menyebar luas di kalangan masyarakat, Embun mulai bisa merasakan perbedaannya. Pemikiran yang mereka keluarkan kini jauh lebih berbobot. Berbagai bidan pekerjaan yang digeluti membuat percakapan menjadi jauh lebih berwarna.

"Jadi, kapan nih kalian nyusul kasih undangan kayak Wisnu?" tanya Andre, salah satu teman kami.

Pertanyaan sakral yang pada umumnya dibahas saat reuni pun sudah terlontarkan. Agung dan Argi sibuk saling melirik satu sama lain sementara Embun hanya mengeluarkan senyum teduhnya. 

"Embun kapan nih Bun? Yang cewek rata-rata pada udah. Tinggal Ghina sama Embun aja yang belum." Sayangnya Ghina tidak datang hari ini. Membuat Embun sebagai satu-satunya perempuan yang belum menikah menjadi bulan-bulanan teror pertanyaan itu. Pertanyaan seputar pernikahan memang kerap kali disinggung untuk kaum perempuan. Terlebih orang yang sudah mempunya karir seperti Embun. Apa lagi yang ditunggu katanya. Seolah menemukan orang yang tepat dan mengejar karir yang lebih tinggi menjadi milik kaum laki-laki saja.

"Kalau jodohnya udah dateng," jawab Embun. Itulah jawaban teraman jika ditanyakan perihal kapan menikah bagi Embun. Jika terus didesak dan ditanya kapan, Embun akan menjawab hanya Tuhan yang tahu mengenai jodoh seseorang.

Embun mengambil si cantik Akila dari gendongan Dian, teman perempuan yang pamit pergi ke toilet untuk membuang urgensinya, dan memilih bermain dengan bayi menggemaskan berpipi tembam yang memasuki usia delapan bulan itu. 

"Udah cocok May," ledek Agung yang membuat Embun mendelik. Ia tahu Agung hanya menggodanya karena pertanyaan teman-teman sebelumnya. Hal itu membuat Argi yang berada di sampingnya terkikik geli.

Dian yang baru saja keluar toilet memasang wajah sedikit masam. Kemudian ia berpamitan dengan yang lainnya. "Gue duluan ya, suami gue udah nunggu di depan, bentar lagi jam Kila tidur soalnya." Tangannya terulur untuk meraih Kila di pangkuan Embun yang sudah mengantuk. Terlihat raut penyesalan yang amat kentara.

Embun paham, jika ia sudah menikah terlebih memiliki buah hati, ia tidak akan bisa seenaknya pergi ke luar dalam waktu yang lama seperti sekarang. Mungkin terasa berat saat dijalani, namun hati Embun menghangat saat mendengar penuturan Dian bahwa suaminya tengah menungguinya di luar. Tandanya suami Dian menghargainya dengan memberikan sedikit rehat dan suntikan hiburan di sela kehidupannya sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga yang ia jalani.

"Yan jangan pergi dulu dong, foto dulu ya sebentar! Kapan lagi kita bisa ketemu lumayan lengkap begini?" Erwin mengusulkan. 

"Ah, iya, tunggu sebentar!" Agung segera meminta seorang waiters untuk memotret momen mereka. 

Dian menaruh Kila kembali di pangkuan Embun yang berada di posisi tengah dan mengambil tasnya agar segera dapat meninggalkan kafe sesaat setelah foto. Ia merasa tidak enak jika sang suami menunggu terlalu lama. Setelah beberapa kali jepretan, Dian pun pamit meninggalkan teman-temannya duluan.

Embun sampai di rumah dengan lelah yang luar biasa, ingin langsung memejamkan mata dan berkelana ke alam mimpi, namun tubuhnya yang terasa lengket memberontak ingin dibersihkan. 

Setelah mandi dengan air hangat, Embun merasa jauh lebih baik. Perhatiannya kemudian teralihkan kepada ponselnya yang menampilkan banyak notifikasi dari akun instagramnya, rata-rata berupa menandai foto, request follow Embun juga meningkat drastis, mungkin akibat tanda dari teman-temannya. Namun dari semua request, ada satu nama yang menarik perhatian Embun, yaitu Satria Bramantyo. 

Embun pun meng-klik profil laki-laki tersebut dan cukup terkejut saat mengenali foto yang terpampang pada halaman itu.

"Mas minyak telon? Kok bisa?"

Kacamata KeduaWhere stories live. Discover now