2.2 Cinta Pada Pandangan Pertama

7.1K 1.4K 144
                                    

Nero. Satu nama itu sekarang menjadi idola baru di SMU Persada Bangsa sejak tiga bulan lalu. Anak baru pindahan dari Singapura yang cool dan misterius. Kepopulerannya bahkan mengalahkan Damar yang sejak dulu selalu dipuja. Saat Nero melintas, cewek-cewek akan menghentikan kegiatan mereka dan sibuk memerhatikan cowok itu. Termasuk juga dengan Muti meskipun ia melakukan itu dengan sembunyi-sembunyi.

Muti pikir, ia tidak akan pernah jatuh cinta di usianya sekarang ini. Namun, seperti yang selalu didengungkan Acha, bahwa cinta itu bisa datang kapan saja tanpa mengenal waktu, akhirnya berlaku juga untuk Muti. Nero telah mencuri sebagian hatinya.

Akan tetapi, tentu saja, saingan Muti untuk 'mendapatkan' perhatian Nero bejibun banyaknya. Bahkan, Muti yakin, hampir satu sekolah termasuk para kakak kelas memiliki impian menjadi pacara Nero. Pacaran dengan cowok yang lebih muda sudah menjadi tren saat ini sehingga tidak masalah seorang kakak kelas menggebet adik kelasnya.

Seperti pagi ini, kelas Muti sedang ada pelajaran olahraga dan pinggir lapangan basket sudah penuh oleh cewek-cewek yang ingin melihat kelihaian Nero di lapangan. Jam pelajaran olahraga yang terjeda waktu istirahat selalu membuat mereka menjadi tontonan. Dan hari ini, tontonan itu semakin menarik karena guru olahraga mengadakan pertandingan basket three on three.

Kantin yang biasanya selalu penuh saat jam istirahat, menjadi kosong karena semua orang lebih memilih untuk menonton Nero beraksi. Meskipun panas menyengat yang biasanya membuat cewek-cewek malas berada di luar, untuk kali ini aturan itu tidak berlaku. Semua cewek dari seluruh kelas, berdesak-desakkan di pinggir lapangan. Pun dengan Muti. Ia yang berteriak paling heboh setiap kali Nero berhasil memasukkan bola.

Akan tetapi, Muti tetaplah Muti. Meski sejatuh cinta apapun pada Nero, makan baginya tetaplah nomor satu. Ketika dirasanya cacing-cacing dalam perut sudah berteriak lebih keras, Muti memilih menyerah dari lapangan basket dan pergi ke kantin. Makan nomor satu, Nero nomor berikutnya.

"Abaaang, baksonya satuuu sama es jeruuk!!" Teriak Muti ketika pantatnya mendarat di bangku kayu tukang bakso kantin sekolah.

"Siaaaap, Neng Marmut. Ditunggu yaa."

Muti mengangguk dan meraih gorengan yang ada di hadapannya. Lapangan basket masih riuh rendah oleh teriakan anak-anak yang menyemangati Nero. Oke, dia memang jatuh cinta pada Nero, tetapi dia jauh lebih jatuh cinta pada bakso. Cowok dan makanan bukanlah pilihan yang sulit bagi Muti. Ia jelas akan lebih memilih makan.

"Udah gue tebak lo nggak bakalan bertahan lama di lapangan." Tangan kurus itu meraih gelas es jeruk milik Muti yang baru saja datang, dan meminumnya sampai tandas.

"Minum gueeee!!" Jerit Muti sambil memukul bahu Damar dengan sekuat tenaga yang ia punya.

Damar terkekeh dan berteriak, "Maaang, baksonya satu lagi sama es jeruk dua!!"

"Siaaaap, Den Ganteeng!"

Mata Muti berbinar. "Buat gue semua ya?"

"Enak aja. Satu buat gue!"

Bibir Muti cemberut mendengarnya. Tadinya, ia pikir Damar menebus kesalahan karena telah menghabiskan es jeruknya.

"Lo nggak ikut tanding sama Nero?" tanya Muti kemudian sambil meraih lagi bakwan di meja.

Tadi begitu jam istirahat dimulai, cowok-cowok dari kelas lain langsung siap sedia ambil bagian untuk menunjukkan keperkasaan mereka di lapangan basket. Yah, basket masih menjadi olahraga prestisius yang bisa menaikkan pamor di sekolah.

Lo jelek tapi bisa main basket, lo masih aman dan bisa jadi populer. Lo jelek dan nggak bisa main basket, kelar hidup lo di sekolah. Basket adalah kasta tertinggi untuk membuat para cowok populer.

(Not) An Ugly DucklingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang