10.1 Andhita & Masa Lalu Nero

4.4K 880 60
                                    

"Marmuuuuttt, makaaan kuuyyy!!"

Ah, itu adalah teriakan yang benar-benar Muti rindukan. Panggilan syahdu yang menggetarkan seluruh usus dua belas jarinya yang sejak tadi sudah meronta-ronta karena try out yang baru saja mereka laksanakan.

Muti menutup bukunya dengan keras dan tersenyum lebar pada Agam yang berdiri di depan pintu kelas sambil melambai-lambaikan uang bergambar pahlawan nasional Sam Ratulangi.

Ia baru akan segera berlari keluar saat tangannya dicekal seseorang. Kalian sudah bisa menebak siapa orang itu kan?

"Nggak usah aneh-aneh deh. Gue laper. Mau makan. Dan kita udah putus."

"Aku nggak mau putus."

"Bodo amat!" Ucap Muti sambil menyentak pegangan Nero di tangannya.

Ia berlari menyusul Agam yang langsung kabur ketika melihat drama itu. Drama Rosalinda kata teman-temannya.

Teman-teman sekelasnya sekarang sudah tidak kaget lagi melihat Muti dan Nero yang sering adu mulut. Yang ada, mereka malah menonton sambil makan kacang atau cemilan lain layaknya sedang menonton layar tancep.

"Wiiih cepet juga lo kabur! Udah jago lo ya sekarang jinakin anak macan," ucap Agam yang langsung disambut tawa anak-anak di kantin.

Muti duduk di sebelah Agam dan langsung meminum habis es jeruk yang sudah Agam pesankan. "Baaang, es nya satu lagiii!!" Teriaknya sambil mulai membelah-belah butiran bakso urat di hadapannya.

Sekarang ini, ia sudah lelah menanggapi orang-orang yang berkomentar tentang hubungannya dengan Nero. Lebih baik ia diam hingga orang-orang bosan bertanya atau menganggunya jika itu adalah cewek-cewek pemuja Nero.

Tidak adanya Damar di sampingnya, membuat Muti tidak bisa mengandalkan siapa-siapa lagi. Tidak akan ada yang membela atau menghibur Muti dengan tingkah konyol cowok itu. Sial, ia tidak menyangka akan merindukan Damar seperti ini.

Ia mengeluarkan ponsel dan mengetik dengan cepat.

Kampret, gue kangen elo!

SENT

Entah kenapa, ketiadaan Damar membuat Muti goyah. Selama ini, Muti selalu baik-baik saja. Bahkan meskipun ia tidak punya sahabat dekat perempuan seperti teman-temannya yang lain.

Atau bahkan ketika semua cewek di sekolah memandangnya dengan penuh kebencian hanya karena ia menjadi pacar cowok paling ganteng di sekolah, ia tidak apa-apa. Muti tahu itu karena ia masih punya Damar. Biar saja orang mau berkata apa, ia kuat selama ada Damar.

"Mut, lo kenal belom anak baru kelas sebelah? Andhita? Yang cantik banget itu."

Pertanyaan itu menghentikan kegiatan Muti membelah bakso. Ia menoleh pada Agam dengan sengit. "Nggak usah mulai lagi! Nggak ada acara jodoh-jodohan! Lo nggak inget dulu lo kalah sebelum bertanding?"

Tangan Agam terangkat untuk menarik rambut pendek Muti. "Su'udzon mulu lo sama gue! Gue nggak minat pake jasa mak comblang amatir kaya elo. Itu anak nanyain elo!"

"Nanyain gue?"

Agam mengangguk. "Dia nanya-nanya ke hampir semua anak sekelas tentang elo."

"Nanyain apaan?"

"Banyak. Apa aja. Elo orangnya kayak gimana. Elo tuh sukanya apa. Elo tuh.."

"Tunggu!" Muti mengangkat satu tangannya yang memegang garpu. "Dia nggak naksir gue kan??" Bisiknya ngeri sambil menatap Agam.

Pacaran dengan Nero sudah cukup menjadi mimpi buruknya. Ia tidak perlu lagi menambah mimpi buruk di tahun terakhir sekolahnya dengan ditaksir seorang cewek.

(Not) An Ugly Duckling (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang